BISHKEK, KOMPAS.com - Mundurnya Sooronbay Jeenbekov bukan pertama kalinya peristiwa presiden meletakkan jabatannya di Kirgistan. Setidaknya sudah ada 6 kudeta lain yang terjadi di sana dalam 15 tahun terakhir.
Jeenbekov mundur pada Kamis (15/10/2020) setelah terjadi kerusuhan selama 10 hari atas sengketa hasil pemilihan parlemen.
Berikut adalah ringkasan dari beberapa krisis dan revolusi di negara Asia Tengah itu selama 15 tahun terakhir, yang dilansir dari AFP.
Baca juga: HIndari Pertumpahan Darah, Presiden Kirgistan Mengundurkan Diri
Pada 24 Maret 2005 ribuan orang yang memprotes hasil pemilu dan korupsi menyerbu markas besar pemerintah, membuat Presiden Askar Akayev yang telah berkuasa 15 tahun melarikan diri.
Akayev yang merupakan pemimpin pertama setelah Kirgistan merdeka dari Uni Soviet, dituduh mengatur pemilu dan mengisi parlemen dengan anggota keluarga serta loyalis.
Empat bulan kemudian salah satu pemimpin pemberontakan, Kurmanbek Bakiyev, terpilih sebagai presiden dengan 90 persen suara.
Istilah "Revolusi Tulip" digunakan oleh Akayev sendiri dalam pidato yang memperingatkan bahwa tidak boleh ada "revolusi warna" di Kirgistan, seperti yang terjadi di negara-negara bekas blok Soviet lainnya.
Baca juga: Presiden Kirgizstan Rela Mundur demi Redakan Kisruh Demo Pemilu
Pada 2010 penerus Akayev, Bakiyev, melarikan diri ke Belarus setelah protes jalanan yang berkecamuk sampai berdarah-darah intuk menggulingkan pemerintahannya dan menyebabkan hampir 100 orang tewas.
Pada 7 April ribuan pengunjuk rasa memaksa masuk ke kantor presiden, sebelum mengambil kendali markas besar televisi dan menyerang parlemen. Mereka juga membakar kantor kejaksaan.
Rumah Bakiyev digeledah dan dibakar setelah dia melarikan diri ke kampung halamannya, Jalal Abad.
Baca juga: Pemilu Kirgizstan Kacau dan Ricuh, Akankah Berujung Revolusi?
Pada Juni 2010 kekerasan mematikan antaretnis Uzbek dan Kirgis pecah di kota-kota utama di selatan yakni Osh dan Jalal Abad.
Sekitaran Uzbekistan dibakar dan mereka juga diserang senjata berat, sementara sebagian besar zona Kirgis selamat.
Selama empat hari hampir 500 orang tewas dan sekitar 400.000 mengungsi, dengan banyak pengungsi menuju ke negara tetangga, Uzbekistan.
Secara historis hubungan panas antara Uzbek dan Kirgistan dipicu oleh kebencian atas cengkeraman perdagangan minoritas Uzbek.