Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ledakan Dahsyat di Beirut Diragukan Dapat Menjadi Katalisator Perubahan Politik Lebanon

Kompas.com - 07/08/2020, 17:08 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

Sumber AFP

BEIRUT, KOMPAS.com - Ledakan dahsyat yang berpusat di pelabuhan Beirut, Lebanon, pada Selasa (4/8/2020) yang telah menghancurkan jantung kehidupan dalam negeri, menurut pengamat politik, belum cukup untuk menjadi katalisator perubahan politik pemerintahan di Lebanon lebih baik.

Melansir Associated Press pada Kamis (6/8/2020), profesor politik Timur Tengah di London School of Economics, Fawaz Gerges, mengatakan, kepentingan politisi Lebanon terlalu mengakar dalam sistem pemerintahan.

“Secara historis, bencana atau kehancuran nasional seperti itu berfungsi sebagai katalisator untuk perubahan transformatif," kata Gerges.

Namun, ia ragu itu dapat terjadi di pemerintahan Lebanon. "Saya sangat skeptis tentang pemerintahan dan elit penguasa di Lebanon melakukan perubahan sendiri. Itu delusi," katanya.

Baca juga: Namanya Dicatut dalam Ledakan Lebanon, Begini Bantahan Mozambik

Beberapa orang mengatakan kali ini seharusnya perubahan lebih baik dapat terjadi.

Jika itu akhirnya menjadi pemicu perubahan, kemungkinan akan membutuhkan bertahun-tahun ketidakstabilan dan kerusuhan, didorong oleh kondisi ekonomi yang suram, untuk sampai ke kondisi negara yang lebih baik.

Pertanyaan tentang perubahan yang dapat terjadi di pemerintahan Lebanon ini didorong oleh Presiden Perancis Emmanuel Macron, saat kunjungannya ke Beirut pada Kamis (6/8/2020).

Dalam berita sebelumnya, disebutkan bahwa setelah Macron melakukan pembicaraan dengan Presiden Lebanon, Macron mengumumkan negaranya akan menyelenggarakan konferensi dalam beberapa hari ke depan dengan para donatur dari Eropa, Amerika, Timur Tengah, dan donatur lainnya untuk mengumpulkan dana pengadaan makanan, obat-obatan, perumahan, dan bantuan mendesak lainnya.

Baca juga: Foto Sebelum dan Sesudah Ledakan Lebanon: Kapal Pesiar Terbalik, Dermaga Hancur

Namun, ia memperingatkan elit politik Lebanon bahwa dia tidak akan memberikan "cek kosong ke sistem yang tidak lagi memiliki kepercayaan dari rakyatnya." Sehingga, ia meminta mereka untuk membuat "tatanan politik baru".

Lebanon telah mengalami berbagai bencana mengerikan, mulai dari perang saudara, korupsi yang menjamur, hingga pandemi virus corona yang saat ini masih menjadi pandemi di hampir seluruh dunia.

Kemudian, tiba-tiba terjadi ledakan besar di ibu kota Lebanon, Beirut yang menewaskan sedikitnya 135 orang dan 5.000 orang luka-luka.

Berdasarkan dugaan awal penyelidikan kasus, bencana tersebut terjadi dipicu karena adanya 2.750 ton amonium nitrat di gudang pelabuhan yang tidak disimpan dengan baik.

Baca juga: Warga Lebanon Menangis, Menjerit Histeris, dan Marah Atas Kelalaian Pemerintah

Di tengah masalah demi masalah yang sebelumnya terjadi, kemarahan masyarakat Lebanon memuncak dengan adanya dugaan kelalaian tersebut, yang menurut mereka seharusnya dapat dihindari.

Ledakan dahsyat di Beirut tersebut, menurut perhitungan Gubernur Marwan Abboud mencapai antara 10 miliar dollar AS (Rp 146,4 triliun) hingga 15 miliar dollar AS (Rp 219,6 triliun).

Banyak dari penguasa Lebanon adalah seorang panglima perang dan milisi dari masa perang saudara 1975-1990, yang terbukti sangat tangguh.

Mereka mempertahankan kursi mereka dari satu pemilu ke pemilu berikutnya, sebagian besar karena sistem pembagian kekuasaan sektarian negara dan undang-undang pemilu kuno, yang memungkinkan mereka untuk berperilaku impunitas sambil menjamin kelangsungan politik mereka.

Baca juga: Janjikan Galang Dana untuk Lebanon, Presiden Perancis Minta Lebanon Buat Tatanan Politik Baru

Jauh sebelum ledakan dahsyat terjadi Selasa kemarin, rakyat Lebanon telah bangkit berkali-kali, termasuk 15 tahun lalu ketika mantan Perdana Menteri Rafik Hariri dibunuh dalam pemboman truk.

Kemudian, dalam gerakan protes "You Stink" 2015 selama krisis pengumpulan sampah. Lalu, pada Oktober, di mana awal krisis ekonomi terjadi.

Setiap kali mereka bangkit, tapi akhirnya kecewa dan dilanda perpecahan, ketika partai politik membajak dan mengkooptasi protes mereka.

Baca juga: Kunjungi Lokasi Kejadian Ledakan Besar Lebanon, Presiden Perancis Jadi Sasaran Pelampiasan Emosi Warga

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Israel Rebut Seluruh Perbatasan Gaza dengan Mesir, Persempit Gerakan Hamas

Israel Rebut Seluruh Perbatasan Gaza dengan Mesir, Persempit Gerakan Hamas

Global
Rangkuman Hari Ke-826 Serangan Rusia ke Ukraina: Polemik Larangan Senjata | Belarus Tangguhkan CFE

Rangkuman Hari Ke-826 Serangan Rusia ke Ukraina: Polemik Larangan Senjata | Belarus Tangguhkan CFE

Global
Soal Larangan Ukraina Pakai Senjata Barat untuk Serang Wilayah Rusia, Ini Kata AS

Soal Larangan Ukraina Pakai Senjata Barat untuk Serang Wilayah Rusia, Ini Kata AS

Global
Putusan Mahkamah Internasional Tak Mampu Hentikan Operasi Militer Israel di Rafah

Putusan Mahkamah Internasional Tak Mampu Hentikan Operasi Militer Israel di Rafah

Internasional
Israel Sebut Perang Lawan Hamas di Gaza Bisa sampai Akhir 2024

Israel Sebut Perang Lawan Hamas di Gaza Bisa sampai Akhir 2024

Global
[POPULER GLOBAL] Politisi AS Tulisi Rudal Israel | Taiwan Minta Dukungan Indonesia

[POPULER GLOBAL] Politisi AS Tulisi Rudal Israel | Taiwan Minta Dukungan Indonesia

Global
Swedia Janjikan Bantuan Militer Rp 20,26 Triliun ke Ukraina

Swedia Janjikan Bantuan Militer Rp 20,26 Triliun ke Ukraina

Global
Tank-tank Israel Terus Menuju Jantung Kota Rafah, Perang Bisa Berlanjut Sepanjang Tahun

Tank-tank Israel Terus Menuju Jantung Kota Rafah, Perang Bisa Berlanjut Sepanjang Tahun

Global
Polandia Minta Barat Izinkan Ukraina Pakai Senjata Pasokan untuk Serang Wilayah Rusia

Polandia Minta Barat Izinkan Ukraina Pakai Senjata Pasokan untuk Serang Wilayah Rusia

Global
Ikuti Rusia, Belarus Tangguhkan Partisipasi di Perjanjian Pasukan Konvensional Eropa

Ikuti Rusia, Belarus Tangguhkan Partisipasi di Perjanjian Pasukan Konvensional Eropa

Global
 Temuan Terbaru Penyelidikan Insiden Turbulensi Parah Singapore Airlines

Temuan Terbaru Penyelidikan Insiden Turbulensi Parah Singapore Airlines

Global
Rusia Bergeser ke Arah Ekonomi Perang, AS Mulai Siapkan Sanksi Khusus

Rusia Bergeser ke Arah Ekonomi Perang, AS Mulai Siapkan Sanksi Khusus

Global
WHO Beri Peringatan Keras, Serangan Israel ke Rafah Bisa Hancurkan Rumah Sakit Terakhir

WHO Beri Peringatan Keras, Serangan Israel ke Rafah Bisa Hancurkan Rumah Sakit Terakhir

Global
Korsel Sebut Korea Utara Terbangkan Balon Isi Sampah dan Kotoran ke Perbatasan

Korsel Sebut Korea Utara Terbangkan Balon Isi Sampah dan Kotoran ke Perbatasan

Global
Terkait Berita Presiden Lai Dikecam Publik, Berikut Klarifikasi Kantor Perwakilan Taiwan di Indonesia

Terkait Berita Presiden Lai Dikecam Publik, Berikut Klarifikasi Kantor Perwakilan Taiwan di Indonesia

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com