Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Najib Razak Dihukum atas Skandal 1MDB, Muhyiddin Yassin Makin Kuat

Kompas.com - 29/07/2020, 19:46 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KUALA LUMPUR, KOMPAS.com - Kasus skandal 1Malaysia Development Berhad (1MDB) yang menjerat mantan Perdana Menteri (PM) Malaysia Najib Razak telah memperkuat kekuasaan PM Malaysia saat ini Muhyiddin Yassin.

Hal itu diungkapkan oleh para analis sebagaimana dilansir dari Channel News Asia, Rabu (29/7/2020).

Najib dinyatakan bersalah pada Selasa (28/7/2020) atas tujuh dakwaan termasuk penyalahgunaan kekuasaan, pencucian uang, dan pelanggaran kepercayaan kriminal.

Dalam persidangan pertama yang digelar pada Selasa tersebut, Najib dijatuhi hukuman 12 tahun penjara dan denda 210 juta ringgit (Rp 719 miliar).

Baca juga: Eks PM Malaysia Najib Razak Dijatuhi 12 Tahun Penjara atas Skandal 1MDB

Mantan PM Malaysia periode 2009-2018 itu dianggap bertanggung jawab atas transfer 42 juta ringgit (Rp 143,6 miliar) dari mantan anak usaha 1MDB, SRC International, ke rekeningnya.

“Secara politis, [putusan pengadilan] memperkuat kekuasaan Muhyiddin. Dia dapat mengklaim bahwa upaya anti-korupsi yang dimulai di bawah koalisi Pakatan Harapan (PH) terus berlanjut di bawahnya,” kata analis politik dari Sunway University, Wong Chin Huat.

Ketika koalisi PH menang dalam pemilihan umum 2018, Muhyiddin bersumpah untuk mengakhiri korupsi dan memulai investigasi terhadap Najib dan 1MDB.

Awal tahun ini, ketika pemerintah PH jatuh dan koalisi Perikatan Nasional (PN) mengambil alih kekuasaan, Muhyiddin dalam pidato perdananya sebagai PM Malaysia menyatakan bahwa ia ingin memimpin pemerintahan yang bersih, berintegritas, dan bebas dari korupsi.

Baca juga: Eks PM Malaysia Najib Razak Harusnya Dapat 72 Tahun Penjara dan Cambukan, tetapi...

Untuk susunan kabinetnya, Muhyiddin juga menghindari beberapa tokoh senior dari Partai Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO) termasuk Najib.

Peneliti Senior dari Singapore Institute of International Affairs, Oh Ei Sun, rekan menambahkan bahwa perjuangan Muhyiddin dalam memerangi korupsi belum surut.

Sekitar lima tahun yang lalu, Muhyiddin diberhentikan dari jabatan kabinetnya di bawah pemerintahan Barisan Nasional setelah dia secara terbuka mengkritik penanganan Najib terhadap skandal 1MDB.

Baca juga: Divonis 12 Tahun Penjara, Najib Razak: Saya Tidak Puas

"Dengan vonis ini, Muhyiddin sekarang dapat mengatakan bahwa, 'selama ini saya benar'," kata Oh Ei Sun.

Peneliti dari Universiti Malaysia Sarawak, Jeniri Amir, mengatakan bahwa putusan itu akan membuat persepsi di masyarakat bahwa Muhyiddin adalah pemimpin yang adil.

Masyarakat juga akan percaya bahwa di bawah kepemimpinan Muhyiddin, pengadilan yang independen dapat terlaksana.

“PN telah menetapkan prioritas. Ini jalan ke depan untuk Malaysia. Begitulah seharusnya sebuah negara demokratis beroperasi,” imbuh Jeniri.

Baca juga: Panjang dan Berliku, Kronologi Sidang Korupsi Najib Razak di Skandal 1MDB

Selain itu, peneliti dari Universiti Sains Malaysia, Ahmad Fauzi Abdul Hamid, mengatakan bahwa putusan itu memberikan reputasi yang positif bagi Muhyiddin di kancah Malaysia maupun internasional.

"Muhyiddin, jika pemerintahannya selamat, akan menggunakan putusan itu sebagai bukti dari aturan hukum yang berlaku di Malaysia. Dan karena itu, investor jangka panjang tidak perlu khawatir atas penyalahgunaan kekuasaan,” kata Ahmad.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Selama 2024, Heatstroke di Thailand Sebabkan 61 Kematian

Selama 2024, Heatstroke di Thailand Sebabkan 61 Kematian

Global
Mesir Ungkap Kunci Hamas dan Israel jika Ingin Capai Kesepakatan Gencatan Senjata Gaza

Mesir Ungkap Kunci Hamas dan Israel jika Ingin Capai Kesepakatan Gencatan Senjata Gaza

Global
Perundingan Gencatan Senjata Gaza di Kairo Berakhir Tanpa Kesepakatan

Perundingan Gencatan Senjata Gaza di Kairo Berakhir Tanpa Kesepakatan

Global
PRT di Thailand Ini Ternyata Belum Pasti Akan Terima Warisan Rp 43,5 Miliar dari Majikan yang Bunuh Diri, Kok Bisa?

PRT di Thailand Ini Ternyata Belum Pasti Akan Terima Warisan Rp 43,5 Miliar dari Majikan yang Bunuh Diri, Kok Bisa?

Global
Rangkuman Hari Ke-806 Serangan Rusia ke Ukraina: Presiden Pecat Pengawalnya | Serangan Drone Terjauh Ukraina

Rangkuman Hari Ke-806 Serangan Rusia ke Ukraina: Presiden Pecat Pengawalnya | Serangan Drone Terjauh Ukraina

Global
Meski Diprotes di Kontes Lagu Eurovision, Kontestan Israel Maju ke Final

Meski Diprotes di Kontes Lagu Eurovision, Kontestan Israel Maju ke Final

Global
Tasbih Antikuman Diproduksi untuk Musim Haji 2024, Bagaimana Cara Kerjanya?

Tasbih Antikuman Diproduksi untuk Musim Haji 2024, Bagaimana Cara Kerjanya?

Global
Kata Netanyahu Usai Biden Ancam Setop Pasok Senjata ke Israel

Kata Netanyahu Usai Biden Ancam Setop Pasok Senjata ke Israel

Global
Hubungan Biden-Netanyahu Kembali Tegang, Bagaimana ke Depannya?

Hubungan Biden-Netanyahu Kembali Tegang, Bagaimana ke Depannya?

Global
Kampus-kampus di Spanyol Nyatakan Siap Putuskan Hubungan dengan Israel

Kampus-kampus di Spanyol Nyatakan Siap Putuskan Hubungan dengan Israel

Global
Seberapa Bermasalah Boeing, Produsen Pesawat Terbesar di Dunia?

Seberapa Bermasalah Boeing, Produsen Pesawat Terbesar di Dunia?

Internasional
Terkait Status Negara, Palestina Kini Bergantung Majelis Umum PBB

Terkait Status Negara, Palestina Kini Bergantung Majelis Umum PBB

Global
Hamas Sebut Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza Kini Tergantung Israel

Hamas Sebut Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza Kini Tergantung Israel

Global
Antisemitisme: Sejarah, Penyebab, dan Manifestasinya

Antisemitisme: Sejarah, Penyebab, dan Manifestasinya

Internasional
Terjadi Lagi, Perundingan Gencatan Senjata Gaza Berakhir Tanpa Kesepakatan

Terjadi Lagi, Perundingan Gencatan Senjata Gaza Berakhir Tanpa Kesepakatan

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com