Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peneliti Sebut Virus Corona yang Menyebar di Kota New York Berasal dari Eropa

Kompas.com - 09/04/2020, 12:53 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

Sumber AFP

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Pakar menyatakan temuan menarik, di mana virus corona menyebar di kota New York pada Februari, dengan strain berasal dari Eropa.

Adriana Heguy, pakar genetik dari NYU Grossman School of Medicine yang memimpin penelitian, berujar melacak transmisi virus akan bisa memberi informasi berguna bagi pemangku kebijakan.

"Sangat menarik, karena sebagian besar sampel berasal dari Eropa, ini dalam pikiran saya karena selama ini fokusnya adalah menutup perjalanan dari China," paparnya.

Baca juga: Korban Meninggal Virus Corona di New York Lampaui Tragedi 9/11

Temuan ini juga terkait dengan serentetan kasus pneumonia misterius yang ditangani dokter di New York, sebelum pengujian skala besar digelar.

Heguy dan timnya mengambil analisis itu berdasarkan 75 sampel yang mereka kumpulkan dari Rumah Sakit Tisch, RS NYU Winthrop, dan RS NYU Langone Brooklyn.

Setiap organisme pastinya bermutasi. Tetapi RNA virus corona terus mengalami kesalahan setiap kali bereplikasi, dilansir AFP Rabu (8/4/2020).

Mutasi itu menjadi alasan mengapa virus flu berbeda dari musim ke musim, dan membutuhkan vaksin berbeda untuk mengobatinya.

Sementara Covid-19 ini tidak akan bermutasi secepat flu, terdapat tantangan bagi peneliti untuk melacak dari mana asalnya.

Baca juga: WHO Desak AS dan China Bersatu Lawan Wabah Virus Corona

Untuk melakukannya, tim New York mengunggah sampel yang mereka dapatkan ke Global Initiative on Sharing All Influenza Data, tempat para peneliti berbagi data.

Pasien pertama yang mereka teliti tak punya catatan perjalanan, yang berarti mereka bisa saja tertular dari orang lingkungan mereka.

"Dengan perubahan spesifik yang terjadi pada virusnya, kami bisa mengatakannya, dengan kemungkinan tinggi, bahwa ini berasal dari Inggris," terang Heguy.

Selain menentukan jalur transmisi, terdapat peluang klinis lain yang ditangkap ilmuwan dalam meneliti virus bernama resmi SARS-Cov-2 ini.

Baca juga: Kamar Mayat Hampir Penuh, New York Akan Makamkan Jenazah Korban Covid-19 di Taman

Contohnya, peneliti bisa mengetahui apakah ada strain yang memberi dampak parah kepada pasien, dan menentukan pengobatan apa yang tepat.

Penelitian lain bisa menjadi dasar bagi pemerintah untuk mencabut lockdown, seperti di China maupun Korea Selatan (Korsel).

Jika apa yang diduga ilmuwan tepat, patogen ini bersifat musiman dan bisa menyerang lagi dalam gelombang kedua, tapi lebih kecil.

Seandainya benar, maka mereka bisa dengan cepat mengurutkan genomnya dari penderita, mengambil sampel dari lingkungannya untuk menentukan apakah ada wabah komunitas.

Dengan cara ini, mereka bisa memberikan pertimbangan intervensi sosial yang lebih terfokus dalam menanggulangi pandemi.

Tim yang dipimpin Heguy memang masih bekerja dalam tahap awal. Mereka berharap bisa menganalisa 200 sampel per pekan dengan gol menawarkan ribuan genom untuk analisa.

Baca juga: Wabah Virus Corona, Dokter di New York Bersiap Kondisi Terburuk

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

WHO: Tak Ada Pasokan Medis Masuk ke Gaza Selama 10 Hari

WHO: Tak Ada Pasokan Medis Masuk ke Gaza Selama 10 Hari

Global
PM Slovakia Jalani Operasi Baru, Kondisinya Masih Cukup Serius

PM Slovakia Jalani Operasi Baru, Kondisinya Masih Cukup Serius

Global
Warga Sipil Israel Kembali Berulah, Truk Bantuan di Tepi Barat Dibakar

Warga Sipil Israel Kembali Berulah, Truk Bantuan di Tepi Barat Dibakar

Global
13 Negara Ini Desak Israel agar Menahan Diri dari Invasinya ke Rafah

13 Negara Ini Desak Israel agar Menahan Diri dari Invasinya ke Rafah

Global
Kera Tergemuk di Thailand Mati karena Sering Diberi Permen dan Minuman Manis

Kera Tergemuk di Thailand Mati karena Sering Diberi Permen dan Minuman Manis

Global
Israel: Kasus Genosida di Pengadilan PBB Tak Sesuai Kenyataan

Israel: Kasus Genosida di Pengadilan PBB Tak Sesuai Kenyataan

Global
Minim Perlindungan, Tahanan di AS yang Jadi Buruh Rawan Kecelakaan Kerja

Minim Perlindungan, Tahanan di AS yang Jadi Buruh Rawan Kecelakaan Kerja

Internasional
Korut Tembakkan Rudal Balistik Tak Dikenal, Ini Alasannya

Korut Tembakkan Rudal Balistik Tak Dikenal, Ini Alasannya

Global
Siapa 'Si Lalat' Mohamed Amra, Napi yang Kabur dalam Penyergapan Mobil Penjara di Prancis?

Siapa "Si Lalat" Mohamed Amra, Napi yang Kabur dalam Penyergapan Mobil Penjara di Prancis?

Internasional
Tekno-Nasionalisme Xi Jinping dan Dampaknya pada Industri Global

Tekno-Nasionalisme Xi Jinping dan Dampaknya pada Industri Global

Global
2 Polisi Malaysia Tewas Ditembak dan Diserang, Pelaku Disebut Terafiliasi Jemaah Islamiyah

2 Polisi Malaysia Tewas Ditembak dan Diserang, Pelaku Disebut Terafiliasi Jemaah Islamiyah

Global
AS Sebut Dermaga Terapungnya Mulai Dipakai untuk Kirim Bantuan ke Gaza

AS Sebut Dermaga Terapungnya Mulai Dipakai untuk Kirim Bantuan ke Gaza

Global
Suara Tembakan di Dekat Kedutaan Israel, Polisi Swedia Menahan Beberapa Orang

Suara Tembakan di Dekat Kedutaan Israel, Polisi Swedia Menahan Beberapa Orang

Global
Kharkiv Jadi Kota Kedua Ukraina yang Sering Diserang Drone Rusia

Kharkiv Jadi Kota Kedua Ukraina yang Sering Diserang Drone Rusia

Global
China Disebut Berencana Kembangkan Reaktor Nuklir Terapung di Laut China Selatan

China Disebut Berencana Kembangkan Reaktor Nuklir Terapung di Laut China Selatan

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com