Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penelitian di China Sebut Trenggiling Inang Perantara Virus Corona

Kompas.com - 14/03/2020, 14:00 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Penulis

BEIJING, KOMPAS.com - Umat manusia mungkin selama ini tidak peduli pada perdagangan ilegal hewan trenggiling yang mengancam keberadaan mereka sebagai satwa liar di bumi.

Tapi mungkin, manusia baru akan ambil sikap jika mengetahui hasil penelitian dari Universitas Pertanian China Selatan terkait hewan bersisik pemakan semut itu.

Penelitian dari universitas tersebut mengemukakan bahwa hewan trenggiling berpotensi menjadi inang perantara virus corona atau Covid-19.Untuk itu, perdagangan ilegal trenggiling berpotensi pula menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius.

Dilansir dari The Star, perdagangan liar trenggiling atau dalam bahasa Inggris dikenal sebagai pangolin, umum dilakukan oleh negara-negara Asia khususnya Hong Kong, Singapura dan Vietnam yang berperan sebagai negara transit.

Ada pun tujuan utama perdagangan ilegal ini adalah masyarakat China yang gemar mengonsumsi trenggiling sebagai hewan yang dipercaya memiliki khasiat tertentu.

Baca juga: Wabah Virus Corona, Iran Siapkan Kuburan Massal

Seperti diketahui secara luas saat ini, virus corona yang dilaporkan terjadi pertama kali di pasar Seafood Wuhan, di provinsi Hubei, adalah kota yang memiliki riwayat perdagangan aktif akan daging satwa liar termasuk trenggiling.

Berdasarkan suatu laporan, terdapat pertumbuhan cepat dalam skala industri perdagangan daging dan sisik trenggiling antara 2016 sampai 2019.

Daging dan sisik trenggiling dianggap sebagai suatu kemewahab di seluruh Asia terutama di China dan Vietnam.

Orang Afrika juga menyukai daging trenggiling. Di sana, daging hewan bersisik itu dianggap lezat dengan konsumen terbesar berasal dari Nigeria, lebih khusus lagi dari kalangan menengah ke atas dan komunitas China besar yang ada di sana.

Sisik trenggiling digunakan juga dalam pengobatan tradisional China. Sementara dagingnya dimasak dalam sup karena dianggap memiliki manfaat gizi.

Baca juga: Trump Umumkan Darurat Nasional AS atas Wabah Virus Corona

Menurut laporan kantor berita China, Xinhua, kesimpulan universitas yang melakukan penelitian terkait trenggiling adalah 99 persen identik dengan apa yang ditemukan dari korban infeksi virus corona.

Presiden Universitas Liu Yahong mengatakan bahwa tim peneliti menganalisis lebih dari seribu sampel metagenome hewan liar dan menemukan trenggiling sebagai inang perantara yang paling memungkinkan.
Meski begitu, kelelawar tetap menjadi yang utama dan sangat mungkin untuk virus corona.

Akan tetapi hasil penelitian ini belum ditinjau mau pun diterbitkan dalam jurnal ilmiah.

Menurut Direktur Pusat Lapangan Danau Girang Sabah, Dr. Benoit Goosens, penyakit zoonosis seperti virus corona dan ebola akan semakin banyak ketika manusia merambah (mengonsumsi) habitat liar.

Konsumsi satwa liar dinilai Dr. Goosens sebagai kontribusi terhadap munculnya penyakit zoonosis. "Tentu saja, dan tidak hanya trenggiling," ungkap Dr. Goosens.

Baca juga: WHO: Eropa Pusat Pandemi Virus Corona

Tidak hanya virus corona yang diperkirakan berasal dari konsumsi tehadap satwa liar. Beberapa wabah global sebelumnya juga berasal dari konsumsi hewan liar.

Wabah itu di antaranya adalah sindrom pernapasan akut yang parah (SARS) dengan tingkat kematian 50 persen tergantung pada kelompok umur dan corona virus sindrom pernapasan Timur Tengah (MERS-CoV) yang membunuh lebih dari 37 persen orang yang terinfeksi.

Virus nipah yang menyerang peternak babi di Negri Sembilan pada 1990-an dan membunuh sekitar 50 sampai 70 persen orang yang terinfeksi juga merupakan virus yang bernama paramyxovirus yang ditampung oleh kelelawar buah.

Baca juga: Pejabat China: Militer AS Bawa Virus Corona ke Wuhan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com