Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

7 Pemalsuan Produk Pangan di Indonesia, Termasuk Meniru Konsep

Kompas.com - 22/09/2021, 17:36 WIB
Krisda Tiofani,
Yuharrani Aisyah

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pemalsuan produk pangan di Indonesia marak dilakukan dengan banyak bentuk.

Direktur Pengawasan Peredaran Pangan Olahan Bawan Pengawas Obat dan Makanan, Dra Ratna Irawati, Apt. M.Kes mengatakan, setidaknya ada tujuh jenis pemalsuan produk pangan di Indonesia.

"Ini bisa disengaja atau memang produk-produk yang dipalsukan untuk mutu yang tidak memenuhi syarat, termasuk ke dalam hal yang tidak disengaja atau unintentional itu bisa menyebabkan mutu pangan yang tidak baik," tutur Ratna dalam webinar “Food Fraud Prevention, dari Izin Edar hingga Label Halal, Selasa (21/9/2021).

Untuk mengatasi maraknya pemalsuan produk pangan, Ratna menyampaikan bahwa BPOM sudah menetapkan sanksi terhadap pelaku pemalsuan produk pangan.

Selengkapnya, simak tujuh jenis pemalsuan produk pangan berserta contoh dan sanksinya terhadap pelaku pemalsuan produk pangan menurut Undang-Undang (UU) berikut ini.

Baca juga: 4 Cara Bedakan Garam Himalaya Asli dan Palsu

1. Mencairkan produk

Bentuk pemalsuan produk pangan yang pertama adalah dilution atau pencairan.

Untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar, pelaku pemalsuan produk pangan akan mencampurkan dua bahan baku pangan dengan kualitas berbeda.

Contohnya, menambahkan air ke dalam susu segar atau menambahkan larutan gula ke dalam madu.

Pelaku pemalsuan produk pangan jenis dilution akan dikenakan Pasal 86 ayat (2) UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan yang mencakup sanksi administratif berupa denda, penghentian sementara dari kegiatan , produksi, dan atau pengedaran, penarikan pangan, ganti rugi, atau pencabutan izin.

Selain itu, ada juga sanksi pidana menurut Pasal 140 UU Nomor 18 Tahun 2021 berupa penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp 4 miliar.

Baca juga: 4 Cara Bedakan Kurma Ajwa Asli dan Palsu, Jangan Sampai Keliru

2. Mengganti komposisi produk

ilustrasi daging sapi di freezer. SHUTTERSTOCK/Creativa Images ilustrasi daging sapi di freezer.

Jenis pemalsuan produk pangan yang selanjutnya adalah subtitution atau mengganti kandungan produk, berupa nutrisi, komposisi, atau bagian pangan lainnya dengan kualitas lebih rendah.

Contoh jenis pemalsuan produk pangan jenis subtitution adalah mencampur daging babi ke dalam daging sapi.

Pelaku pemalsuan produk pangan jenis subtitution akan dikenai sanksi administrasi dan sanksi pidana yang sama seperti pelaku pemalsuan produk pangan jenis dilution.

Baca juga: 5 Cara Salah Bedakan Madu Murni dan Palsu, Salah Satunya Tes Dikerubuti Semut

3. Menyembunyikan bahan berkualitas rendah

ilustrasi ayam tiren, contoh produk pemalsuan pangan jenis concealment. SHUTTERSTOCK/Martina_L ilustrasi ayam tiren, contoh produk pemalsuan pangan jenis concealment.

Ketiga, ada jenis pemalsuan produk pangan berupa concealment atau dengan sengaja menyembunyikan kualitas produk pangan yang sebenarnya tidak bagus.

Contoh pemalsuan produk pangan dengan menyembunyikan kualitas pangan adalah penambahan pewarna merah pada daging ayam tiren.

Aktivitas tersebut dapat menyembunyikan kualitas daging ayam yang sebenarnya buruk.

Untuk itu, pelaku pemalsuan produk pangan jenis concealment akan dikenai sanksi administrasi dan sanksi pidana yang sama seperti pelaku pemalsuan produk pangan jenis dilution dan subtitution.

Baca juga: Ini Peach Gum Palsu atau Asli? Kenali Bedanya

Ilustrasi jus buah.FREEPIK/LIFEFORSTOCK Ilustrasi jus buah.

4. Membuat label produk yang tidak sesuai

Pembuatan label produk yang tidak sesuai juga termasuk jenis pemalsuan produk pangan di Indonesia.

Contoh membuat label produk yang tidak sesuai atau mislabelling adalah mengklaim produk minuman rasa buah menjadi sari buah.

Selain itu, dengan sengaja membuat logo halal tanpa sertifikasi langsung dari MUI juga termasuk jenis pemalsuan produk pangan mislabelling.

Pelaku pemalsuan produk pangan jenis mislabelling akan dikenai Pasal 89 ayat (1) UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan yang mencakup sanksi administratif berupa denda, penghentian sementara dari kegiatan , produksi, dan atau pengedaran, penarikan pangan, ganti rugi, atau pencabutan izin.

Selain itu, ada juga sanksi pidana menurut Pasal 140 UU Nomor 18 Tahun 2021 berupa penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp 4 miliar.

Baca juga: 7 Bumbu Masakan Jepang Bersertifikat Halal MUI

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com