KOMPAS.com – Kuotie merupakan salah satu camilan khas China yang tampilannya mirip dengan gyoza khas Jepang.
Makanan yang punya nama lain jiaozi ini termasuk salah satu jenis dimsum dengan isian aneka daging dan sayuran dengan bumbu yang kuat.
Biasanya daging yang digunakan dalam kuotie merupakan daging babi. Namun lain halnya dengan kedai kuotie Shantung Ling di Petak Enam, Glodok, Jakarta.
Mereka menggunakan campuran daging ayam dan udang dalam kuotie sehingga halal untuk dikonsumsi umat Muslim.
Baca juga: Apa Bedanya Kulit Siomay, Pangsit, dan Kuotie?
“Kan kalau babi sama udang sudah biasa. Jadi orang tertentu saja yang bisa makan. Kalau ayam kan semuanya makanan umum jatuhnya,” kata Della, anak pemilik kedai Kuotie Shantung Ling ketika ditemui Kompas.com, Rabu (2/6/2021).
Kuotie Shantung Ling terletak di Petak Enam di Chandra. Sebuah pusat komunitas dengan banyak tenant kuliner yang ada di Glodok, Jakarta Barat.
Della mengaku tak menyediakan kuotie dengan daging babi sama sekali. Ia khusus hanya membuat kuotie ayam dan udang agar bisa dimakan semua orang.
Kedai di Petak Enam ini merupakan cabang kedai yang pusatnya terletak di Cengkareng.
Biasanya Della berjualan juga di bazar-bazar yang ada di pusat perbelanjaan. Namun, terpaksa tutup selama pandemi berlangsung.
Usaha kuotie ini bermula sejak 2008. Saat itu usaha ini dirintis oleh orangtuanya. Mereka memulai kedai ini menggunakan resep kuotie keluarga.
Sedikit cerita unik mengenai sajian kuotie, banyak kedai kuotie yang menggunakan nama merek Shantung.
Nama tersebut tidak mengindikasikan nama kedai secara spesifik melainkan merupakan nama daerah kuotie berasal.
“Shantung itu nama daerahnya yang ada di China. Memang (kuotie) asalnya dari Shantung,” terang Della.
Di China sana memang ada provinsi yang bernama Shantung atau Shandong.
Dengan begitu, kamu bisa mengidentifikasi setiap kedai kuotie yang berbeda melalui nama yang digunakan setelah shantung.
Baca juga: 10 Tempat Makan di Glodok untuk Kulineran Saat Imlek