Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rohmatulloh
Dosen

Dosen Institut Agama Islam An Nur Lampung, Founder Komunitas Sekolah Sadar Energi

Menjadi Kreatif dengan Membiasakan Bertanya

Kompas.com - 25/05/2022, 12:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DALAM buku 1001 Inventions: The Enduring Legacy of Muslim Civilization memberikan gambaran bagaimana para pemikir kreatif abad pertengahan memberikan solusi pada masyarakat pada saat itu melalui produknya terkait kebutuhan dengan semua orang, rumah, sekolah, rumah sakit, pasar, kota, dunia, dan alam semesta.

Begitu pun dengan pemikir kreatif modern yang hari ini banyak memberikan kontribusi pada peradaban modern di semua aspek kehidupan, misalnya, sektor energi dan transportasi.

Proses kreatif dan produk inovatif yang dihasilkan para ilmuwan besar tersebut, intinya dipicu oleh kebiasaanya yang selalu belajar membiasakan bertanya apa (what) dan bagaimana (how).

Sejak melandanya wabah global Covid-19 hingga hari ini, ternyata tingkat berpikir kreatif masyarakat juga mendadak meningkat.

Coba saja lihat dari berbagai cara atau metode pendidik guru dan orangtua dalam menyampaikan pesan-pesan instruksional, telah terjadi perubahan dari yang metodenya secara langsung (klasikal tatap muka) menjadi serba virtual.

Walaupun demikian, pesan-pesan tersebut mampu disampaikan dengan kreatif agar tidak menjenuhkan peserta didik.

Berpikir kreatif atau berpikir lateral (lateral thinking) dalam perspektif system thinking sebagai bagian dari berpikir efektif yang digunakan secara bersamaan untuk pengambilan keputusan dan penyelesaian masalah.

Hal ini sesuai dengan ajaran agama Islam yang selalu mendorong manusia untuk berpikir kreatif agar dapat mengubah keadaannya sendiri (QS Ar-Ra’d [13]: 11).

Dengan demikian, berpikir kreatif mampu menciptakan ide-ide baru atau segar. Pada akhirnya akan mendorong sebuah produk yang baru dalam bentuk inovasi ataupun invensi, modernisasi, disrupsi, atau discovery yang akan berkontribusi bagi kemajuan peradaban.

Walaupun dari kreatifitas menuju inovasi atau invensi harus melakukan penyelarasan mencari kemungkinan-kemungkinan (possibilities) di dalam budaya organisasi atau lebih luas masyarakat tersebut.

Berpikir kreatif begitu diperlukan karena bagi peserta didik dapat merangsang untuk terbiasa berpikir pada level HOTS (High-Order Thinking Skill) meliputi kemampuan kognisi analisis (C4), sintesis (C5), dan evaluasi (C6).

Kemampuan ini tentunya juga menjadi persyaratan kompetensi yang dibutuhkan agar tetap eksis di abad XXI berdasarkan enGauge 21st Century Skill.

Bagi setiap negara, kemampuan berpikir kreatif dan inovatif sebagai salah satu elemen yang menjadi keunggulan terhadap negara lainnya secara global jika dinilai menggunakan acuan indikator Global Competitiveness Index (GCI) dan Global Innovation Index (GII).

Berdasarkan data GCI, Indonesia pada 2019 menduduki posisi 50 dunia atau keempat di ASEAN. Sedangkan GII pada 2020, menempati posisi 85 dunia dan ketujuh di ASEAN.

Artinya jika melihat dua data tersebut, negara kita harus terus membiasakan berpikir kreatif bagi masyarakatnya agar rangkingnya meningkat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com