Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menjadi Kreatif dengan Membiasakan Bertanya

Begitu pun dengan pemikir kreatif modern yang hari ini banyak memberikan kontribusi pada peradaban modern di semua aspek kehidupan, misalnya, sektor energi dan transportasi.

Proses kreatif dan produk inovatif yang dihasilkan para ilmuwan besar tersebut, intinya dipicu oleh kebiasaanya yang selalu belajar membiasakan bertanya apa (what) dan bagaimana (how).

Sejak melandanya wabah global Covid-19 hingga hari ini, ternyata tingkat berpikir kreatif masyarakat juga mendadak meningkat.

Coba saja lihat dari berbagai cara atau metode pendidik guru dan orangtua dalam menyampaikan pesan-pesan instruksional, telah terjadi perubahan dari yang metodenya secara langsung (klasikal tatap muka) menjadi serba virtual.

Walaupun demikian, pesan-pesan tersebut mampu disampaikan dengan kreatif agar tidak menjenuhkan peserta didik.

Berpikir kreatif atau berpikir lateral (lateral thinking) dalam perspektif system thinking sebagai bagian dari berpikir efektif yang digunakan secara bersamaan untuk pengambilan keputusan dan penyelesaian masalah.

Hal ini sesuai dengan ajaran agama Islam yang selalu mendorong manusia untuk berpikir kreatif agar dapat mengubah keadaannya sendiri (QS Ar-Ra’d [13]: 11).

Dengan demikian, berpikir kreatif mampu menciptakan ide-ide baru atau segar. Pada akhirnya akan mendorong sebuah produk yang baru dalam bentuk inovasi ataupun invensi, modernisasi, disrupsi, atau discovery yang akan berkontribusi bagi kemajuan peradaban.

Walaupun dari kreatifitas menuju inovasi atau invensi harus melakukan penyelarasan mencari kemungkinan-kemungkinan (possibilities) di dalam budaya organisasi atau lebih luas masyarakat tersebut.

Berpikir kreatif begitu diperlukan karena bagi peserta didik dapat merangsang untuk terbiasa berpikir pada level HOTS (High-Order Thinking Skill) meliputi kemampuan kognisi analisis (C4), sintesis (C5), dan evaluasi (C6).

Kemampuan ini tentunya juga menjadi persyaratan kompetensi yang dibutuhkan agar tetap eksis di abad XXI berdasarkan enGauge 21st Century Skill.

Bagi setiap negara, kemampuan berpikir kreatif dan inovatif sebagai salah satu elemen yang menjadi keunggulan terhadap negara lainnya secara global jika dinilai menggunakan acuan indikator Global Competitiveness Index (GCI) dan Global Innovation Index (GII).

Berdasarkan data GCI, Indonesia pada 2019 menduduki posisi 50 dunia atau keempat di ASEAN. Sedangkan GII pada 2020, menempati posisi 85 dunia dan ketujuh di ASEAN.

Artinya jika melihat dua data tersebut, negara kita harus terus membiasakan berpikir kreatif bagi masyarakatnya agar rangkingnya meningkat.

Membiasakan bertanya

Berpikir kreatif memerlukan pembiasaan untuk bertanya apa dan bagaimana agar selalu memiliki daya imajinasi yang tinggi, menyukai tantangan, mudah beradaptasi, dan selalu ingin mencoba hal baru.

Sejatinya proses pembiasaan bertanya harus dimulai sejak masa anak usia dini dari tahap internalisasi. Setiap individu melakukan proses belajar menanamkan pembiasaan dalam kepribadiannya yang diperlukan sepanjang hidupnya.

Walaupun tidak mudah, tetapi jika berhasil akan memudahkan proses belajar ke tahap selanjutnya, sosialisasi dan pembudayaan atau enkulturasi.

Jika belajar pembiasaan mampu dilakukan secara mandiri akan baik sekali. Tetapi jika tidak bisa, peserta didik dapat dibimbing rekan atau gurunya melalui kombinasi coaching dan mentoring.

Coaching merupakan merupakan pendekatan yang disarankan agar peserta didik yang melahirkan sendiri gagasan kreatifnya. Sementara coach hanya memberikan pertanyaan yang memberdayakan.

Empat lensa kreatif dan inovatif dapat dijadikan acuan untuk membiasakan bertanya.

Pertama, mempertanyakan paradigma (model, konsep, atau teori) yang sudah begitu kuat mengakar dan menjelajahi berbagai jawaban baru yang sangat tidak biasa atau konvensional.

Kedua, menyadari potensi masa depan berdasarkan perkembangan kontemporer sekaligus menggunakan trennya untuk melihat peluang baru.

Ketiga, memahami bahwa manusia memiliki kapasitas, keterampilan, passion, dan aset dengan cara memadukan dengan konteks baru.

Terakhir, memahami apa yang masyarakat rasakan ketidakpuasannya agar dapat menemukan solusi baru.

Empat lensa pertanyaan kreatif dan inovatif selanjutnya dapat dispesifikkan lagi dengan menggunakan aspek SCAMPER (Substitute, Combine, Adapt, Modify, Purpose, Eliminate and Reverse) untuk mengembangkan berbagai produk kreatif inovatif.

Berdasarkan pengalaman penulis memfasilitasi pembelajaran pelatihan berpikir kreatif dan inovatif, serta mengembangkan produk pembelajaran interaktif di masa pandemi, pencarian untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan pada seluruh aspek ini begitu banyak menguras energi, walaupun telah dilakukan secara berkelompok melalui brainwriting dan brainstroming. Nah inilah yang dinamakan proses pembiasaan.

Prose pembelajaran ini memerlukan waktu tidak singkat agar menjadi terbiasa. Mari kita biasakan bertanya dan menemukan solusinya agar tidak berhenti menjadi pemikir kreatif.

https://www.kompas.com/edu/read/2022/05/25/120038771/menjadi-kreatif-dengan-membiasakan-bertanya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke