Oleh: Yasnita*
MESKI penuh dilema, dan berisiko menjadi pusat penyebaran Covid-19, pemerintah bersikeras untuk membuka kembali pembelajaran tatap muka meski terbatas. Alasan utamanya adalah untuk mencegah hilangnya pengetahuan dan keterampilan, yang populer dengan istilah learning loss.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, berulang kali menyatakan kekhawatiran tentang hal tersebut. Menurut Nadiem, learning loss akan selesai jika siswa kembali ke sekolah.
Mengembalikan siswa ke sekolah, dengan kebijakan PTM, sesungguhnya mengandung banyak persoalan. Tingkat vaksinasi (1 dan 2) baru mencapai angka 20,22 persen dan belum merata di tiap provinsi.
Sayangnya, kebijakan PTM dilakukan secara menyeluruh, bukan berdasarkan tingkat vaksinasi. Maka, tak heran jika pada akhirnya beberapa sekolah dihentikan PTM-nya, karena ditemukan siswa atau guru yang terpapar Covid-19, seperti yang terjadi di beberapa kota.
Baca juga: Nadiem Makarim: Pembelajaran Jarak Jauh Bisa Sebabkan Learning Loss Terbesar dalam Sejarah Indonesia
Menurut laman resmi Direktorat Sekolah Dasar Kemendikbudristek, saat ini jumlah sekolah yang melaksanakan PTM sudah mencapai hampir 30 persen mulai jenjang sekolah dasar hingga sekolah menengah atas.
Padahal, menurut Dirjen PAUD dan Dikdasmen, baru 3 juta peserta didik usia 12-17 tahun yang telah divaksin. Ironisnya, Nadiem Makarim menyatakan bahwa daerah dengan level PPKM 1-3 boleh menggelar PTM, vaksinasi tidak menjadi syarat.
Kebijakan ini justru bertentangan dengan kebijakan pemerintah tentang sertifikat vaksin yang menjadi syarat untuk mengakses layanan publik, dan sekolah adalah ruang publik. Sementara, pusat-pusat perbelanjaan hingga saat ini masih konsisten memberlakukan larangan masuk bagi anak usia dibawah 12 tahun.
Menyelenggarakan PTM dengan menjaga konsistensi protokol kesehatan secara ketat tentu bukan hal yang mudah. Ketersediaan berbagai fasilitas, kebersihan sekolah, desain tempat duduk, dan pengawasan yang ketat menjadi persoalan teknis yang menguras energi.
Menurut hasil interaksi yang penulis lakukan dengan beberapa guru, selama masa uji coba PTM ini, guru-guru bahkan ikut serta kerja bakti membersihkan sekolah karena jumlah petugas kebersihan sangat terbatas.
Jika persyaratan itu tak terpenuhi, PTM dapat dihentikan, seperti yang dialami oleh SDN 05 Jagakarsa.
Guru juga kesulitan untuk mengawasi siswa ketika sudah keluar dari sekolah. Larangan bermain di sekolah membuat siswa yang tidak dijemput orangtua, bermain dengan teman-temannya, padahal mereka belum divaksin.
Sibuk pada hal teknis membuat sekolah lupa pada konten. Padahal, selain tatap muka, sekolah juga harus memberikan layanan pembelajaran jarak jauh.
Baca juga: Cegah Learning Loss dengan Kombinasi Ini
Pembelajaran Tatap Muka adalah solusi untuk mengantisipasi learning loss, demikian pernyataan Nadiem Makarim. Warning tentang learning loss sebagai implikasi pandemi juga dibahas oleh Sekjen PBB, Antonio Guterres, yang disebutnya sebagai bencana bagi satu generasi.
Siswa kehilangan masa belajar, bahkan ada yang diasumsikan tidak belajar sama sekali. Menurut beberapa rekan guru yang telah melaksanakan ujicoba PTM terbatas, siswa memang tertinggal pengetahuannya tentang pelajaran (kognitif), sehingga guru harus mengulang-ngulang materi, bahkan ada yang kesulitan untuk menulis.