Pada sisi lain, mereka lebih peka terhadap isu-isu sosial dan lebih berani untuk mengutarakan pendapat dari berbagai informasi yang mereka dapatkan.
Sebagian siswa malah mengatakan, bahwa di masa pandemi ini dapat mempelajari banyak hal tentang cara baru belajar, pola dan cara berkomunikasi yang berbeda serta berbagai pengetahuan baru yang tidak diperoleh di sekolah.
Melalui aktivitas berselancar di dunia maya, siswa juga tertantang mencoba berbagai aktivitas dan kreativitas baru untuk mengatasi kejenuhan.
Bahkan, ada juga orangtua dan guru yang menyatakan bahwa siswa menjadi lebih fokus belajar, karena tidak berada di kelas massal, sehingga lebih tenang. Artinya, stigma “learning loss” tentu tidak dapat digeneralisasi.
Dengan kebijakan dipilihnya opsi pertemuan tatap muka terbatas, tentu tak bijak membebani siswa dengan stigma kehilangan masa belajar.
Anak-anak kita sudah terlalu lama bertumbuh dalam stigma yang penuh kecurigaan, bahwa mereka tidak belajar, dan ketinggalan pelajaran. Mereka tidak dipercaya.
Valerie Strauss mengatakan, anak-anak akan belajar banyak dan berada pada situasi terbaik ketika orang-orang dewasa percaya pada kemampuan mereka untuk belajar, menciptakan alasan untuk belajar.
Menganggap sekolah sebagai satu-satunya lembaga pendidikan, sesungguhnya sangat bertentangan dengan konsep merdeka belajar yang saat ini sedang digaung-gaungkan. Bahwa siswa dapat belajar di mana saja, dari berbagai sumber, kapan saja, dengan berbagai media.
Agar tidak terjebak dengan stigma learning loss yang tidak sepenuhnya benar, lebih baik membahas tentang bagaimana meningkatkan kualitas pembelajaran, termasuk pembelajaran jarak jauh.
Menurut hasil survei yang dilakukan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia, 81,8 persen responden menyatakan bahwa pembelajaran jarak jauh sama dengan memberi tugas, dan siswa tidak menyenangi itu.
Artinya, praktik pembelajaran yang telah dilakukan selama pandemi, harus dievaluasi: apakah telah membuat siswa senang dan tertantang untuk belajar? Apakah guru-guru telah menyajikan pembelajaran yang berkualitas?
Ke depan, dunia pendidikan dihadapkan pada tantangan untuk melaksanakan pembelajaran secara hybrid. Maka, melakukan refleksi dan evaluasi terhadap pembelajaran jarak jauh sangat penting dilakukan.
Baca juga: Gubernur Kaltim Tidak Izinkan PTM jika Cakupan Vaksinasi Pelajar di Bawah 75 Persen
Era ilmu pengetahuan dan teknologi mengingatkan kita, bahwa siswa dapat belajar kapan saja, di mana saja, sebagaimana pemikiran Ki Hajar Dewantara puluhan tahun silam “semua orang murid, semua orang guru, semua tempat adalah sekolah”. (*Yasnita, Dosen Tetap Universitas Negeri Jakarta)