KOMPAS.com - Masih hangat di tengah masyarakat, biaya kuliah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang dinilai semakin mahal.
Kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di banyak PTN dikeluhkan sebagian mahasiswa baru dan mahasiswa lama.
Namun di salah satu kampus swasta di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) justru memperbolehkan mahasiswa membayar UKT pakai hasil bumi.
Seperti pisang, kelapa, beras, bahkan mahasiswa yang merupakan anak nelayan boleh membayar UKT dengan hasil laut.
Baca juga: Kemendikbud: 38 Mahasiswa Baru Unri Dapat Keringanan UKT
Dilansir dari laman Pos-Kupang.com, Universitas Muhammadiyah Maumere sudah menerapkan kebijakan ini sejak tahun 2018 silam.
"Registrasi membayar sumbangan biaya pendidikan menggunakan hasil bumi itu sejak sebelum Covid-19," ujar Rektor Universitas Muhammadiyah Maumere, Erwin Prasetyo.
UKT atau sumbangan biaya pendidikan (SBP) ini awal mulanya saat ada seorang mahasiswi yang mengeluh tak mampu membayar biaya kuliah.
Mahasiswi itu mendatangi Rektor Erwin dan mengungkapkan bahwa keluarganya sedang mengalami keterbatasan uang tunai.
"Waktu itu pas mau UTS, Mahasiswa itu mengeluh tidak bisa membayar karena tunggakan waktu itu sekitar Rp 1 juta lebih," tambahnya.
Saat berdiskusi, mahasiswa ini mengatakan jika keluarganya memiliki banyak hasil panen kebun. Hanya saja, sulit terjual.
"Dari diskusi itu, mahasiswi itu menawarkan bahwa di kampung ada pisang, kelapa tapi mau dibawa ke kota untuk dipasarkan ia bingung takutnya tidak laku karena tidak terbiasa berdagang di pasar," jelasnya
Kata Erwin, biasanya pembeli dari kota langsung datang ke kampung untuk membeli hasil bumi. Namun saat menjelang ujian akhir sekolah, tidak ada pembeli dari kota yang membeli hasil bumi ke kampung.
Erwin berdiskusi bersama pengambil kebijakan di kampus. Tentu saja membahas mekanisme pembayaran kuliah dengan hasil bumi.
Akhirnya, keputusan diambil dan kampus mengarahkan mahasiswi itu untuk membawa hasil kebun itu ke kampus.
Baca juga: 6 PTN Pastikan UKT 2024 Tidak Naik, Ada Unhas, Undip, Unair
Erwin menyebutkan, hasil bumi yang dibawa mahasiswa tersebut pada saat itu berupa kemiri, kakao, kelapa, cengkeh, vanili, pisang, alpukat, mente, hasil tenunan dan bahkan hasil laut.