Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

9 Bulan PJJ , Mendikbud Nadiem: Siswa Bisa Putus Sekolah

Kompas.com - 30/11/2020, 13:58 WIB
Dian Ihsan,
Yohanes Enggar Harususilo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Siswa dan mahasiswa telah sembilan bulan melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Memang perjalanannya tidak mulus, karena ada berbagai kendala.

Pelaksanaan PJJ mempunyai tujuan untuk mencegah penularan virus Covid-19 di lingkungan sekolah maupun perguruan tinggi.

Baca juga: Mendikbud: Ini 3 Dampak Negatif Jika Terlalu Lama PJJ

Namun, kata Mendikbud Nadiem Makarim, bila terlalu lama melakukan PJJ, dampaknya siswa banyak yang mengalami putus sekolah. Hal itu dikarenakan akibat siswa bekerja untuk membantu perekonomian keluarga.

"Memang banyak sekali dampak negatif PJJ ini, bukan hanya kita, tapi negara lain juga. Semakin lama PJJ, dampaknya anak bisa putus sekolah, karena terpaksa membantu keuangan keluarga," ucap Nadiem dalam acara "Rakornas Pembukaan Sekolah di Masa Pandemi Covid-19" yang diselenggarakan KPAI secara daring, Senin (30/11/2020).

Kendala lain, kata dia, yakni terkendalanya tumbuh kembang anak, baik dari kognitif maupun dari perkembangan karakter serta perkembangan psikososial dan juga kekerasan-kekerasan dalam rumah tangga.

"Banyak sekali anak mengalami kekerasan dari orangtua tanpa terdeteksi oleh guru," tutur Nadiem

Dengan memperhatikan dampak itu, bilang dia, pemerintah melakukan evaluasi terhadap PJJ di satuan pendidikan dengan mendengarkan masukan dari berbagai pihak.

Hasil evalusi tersebut, kata Nadiem, digunakan sebagai dasar untuk penyesuaian surat keputusan bersama (SKB) empat menteri pada masa pandemi dengan memberikan izin belajar tatap muka yang bisa dijalankan di Januari 2021.

Adapun SKB empat kementerian tersebut yakni Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Agama.

"Panduan penyelenggaran pembelajaran kami umumkan dari jauh hari agar pemerintah daerah bersiap dan seluruh pemangku kepentingan dapat mendukung pemerintah daerah," tutur Mendikbud.

Meski diperbolehkan, bilang Nadiem, kebijakan belajar tatap muka bukan berarti tanpa syarat yang ketat.

Karena, pemberian izin belajar tatap muka boleh dijalankan, asalkan sudah ada surat rekomendasi dari pemerintah daerah (Pemda) atau kantor wilayah Kementerian Agama, komite sekolah, dan orangtua.

"Tidak harus serentak se-kabupaten/kota, tapi bisa bertahap di tingkat kecamatan, kelurahan, dan desa. Semuanya tergantung pada keputusan pemerintah daerah tersebut," tegas Nadiem.

Tak hanya itu, pihak sekolah juga harus memenuhi daftar periksa penerapan protokol kesehatan, termasuk persetujuan komite sekolah dan perwakilan orangtua.

Baca juga: Mendikbud Jelaskan 9 Program Pendidikan Masa Pandemi di Hari Guru Nasional

"Orangtua memiliki hak penuh, apakah anaknya bisa belajar tatap muka atau tidak di sekolah. Apabila tidak diizinkan, maka tidak bisa dilakukan. Pastinya sang anak atau siswa itu bisa lanjutkan pembelajaran dari rumah," pungkas Nadiem.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com