KOMPAS.com - Publik belakangan mempertanyakan mengapa polymerase chain reaction (PCR) bisa turun harga dari yang mulanya bisa mencapai jutaan rupiah saat awal pandemi.
Bahkan nama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan sempat menjadi perbincangan karena dikaitkan dugaan mengambil keuntungan dari 'bisnis' alat tes PCR.
Menjawab isu tersebut, Luhut memberikan penjelasannya melalui Podcast Close The Door milik Deddy Corbuzier.
Luhut dengan tegas mengatakan bahwa dirinya tidak pernah mengambil keuntungan dari tes PCR selama pandemi saat ini.
Bahkan Luhut juga menjelaskan duduk perkara alasan mengapa harga PCR bisa hingga jutaan, namun turun harga menjadi Rp275.000 di Jawa-Bali dan Rp300.000 di luar Jawa-Bali.
Dia menceritakan awal mula mengapa harga PCR bisa mahal pada waktu itu hingga bisa semurah sekarang.
Menurutnya, jika orang-orang mengingat pandemi yang baru muncul tahun lalu, saat itu orang kebingungan mengenai PCR, yang mana harganya bisa mencapai Rp 6-7 juta.
"Saya berpikir rakyat kecil ini gimana? dari situ kita mulai mencari dimana ada PCR yang murah. Seto sampai mencari ke Eropa hingga di China ketemu brand tidak terlalu terkenal, hasilnya baik, harganya sepersepuluh, mulai dari situ turun," ujarnya dikutip dari tayangan Youtube channel Deddy Corbuzier, Rabu (10/11/2021).
Selain itu, menurutnya di Indonesia saat ini, paling tinggi harga PCR antara Rp 275.000 hingga Rp 295.000 di pulau Jawa dan Bali.
Ketika Deddy bertanya, benarkah ada perusahaan yang pada masa itu mendapatkan keuntungan tinggi terkait PCR ini, Luhut menjawab tidak benar-benar mengetahui mengenai hal tersebut.
"Ini sebenarnya mengenai supply demain aja, dalam keadaan chaos saat itu, sama halnya seperti obat," ujarnya.
Melanjutkan perbincangan keduanya, Luhut kembali ditanyakan apakah benar mengambil keuntungan dari bisnis PCR?
Luhut menegaskan bahwa selama ini justru dirinya mengeluarkan banyak uang untuk membantu ketersediaan PCR di Indonesia.
Dia berulang kali mengatakan bahwa tidak pernah mengambil keuntungan dari alat tes PCR yang harganya mahal pada masa pandemi.
"Untuk apa saya (mengambil keuntungan)? Ded, aku itu keluar duit. PT.GSI itu kan dibuat oleh Arsyad dan teman-temannya, orang-orang super kaya lebih kaya dari saya. Mereka membuat itu (PT.GSI) untuk kemanusiaan," ujar Luhut.