Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Viral, Unggahan Pekerja Sukabumi Sakit di Jepang, Tak Punya Biaya dan Asuransi Kesehatan

Kompas.com - 09/04/2024, 22:25 WIB
Erwina Rachmi Puspapertiwi,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Seorang pekerja magang bernama Intan Sifhany asal Sukabumi, Jawa Barat dikabarkan mengalami sakit usus saat berada di Jepang.

Saat ini Intan disebut-sebut tidak memiliki biaya berobat dan asuransi kesehatan. 

Informasi tersebut dibagikan melalui video dari akun Instagram rekannya @agus_sumadi31 dan @japan_guide_indonesia, Senin (8/4/2024).

Dalam video tersebut, tampak Intan berbaring di kasur dengan wajah kesakitan. Dia didiagnosis menderita sakit usus dan memerlukan biaya yang tidak sedikit.

Sayangnya, Intan tidak memiliki biaya berobat dan asuransi kesehatan dari pemerintah Jepang.

"Mohon bantuan untuk teman-teman semua," tulis Agus dalam videonya.

Baca juga: Kronologi Dugaan Perdagangan Orang di Jerman, Magang Berkedok Kampus Merdeka


Konfirmasi KBRI/Kemenlu

Direktur Pelindungan Warga Negara Indonesia (PWNI) Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha mengonfirmasi peristiwa yang menimpa Intan Sifhany di Oita, Jepang.

Judha menyatakan, Kemenlu melalui KBRI Tokyo telah menindaklanjuti informasi tersebut dan menjalin komunikasi dengan Intan.

"Kemlu telah berkoordinasi dengan KBRI Tokyo mengenai informasi seorang WNI atas nama saudari IS yang menderita sakit di Prefektur Oita, Jepang," katanya saat dikonfirmasi Kompas.com, Selasa (9/4/2024).

Kepada KBRI Tokyo, Intan menjelaskan telah bekerja di Osaka pada 2023. Namun, dia kemudian pulang ke Indonesia. Pada Januari 2024, Intan kembali ke Jepang setelah dijanjikan mendapat pekerjaan baru di Oita.

Namun, dirinya merasakan sakit perut pada Maret 2024. Intan lalu harus mendapat tindakan operasi.

Sayangnya, biaya rumah sakit tempat perawatan Intan menjadi tanggungan pribadi. Ini karena pihak perusahaan belum mengurus asuransi kesehatan bagi perempuan asal Sukabumi itu.

"Sebagai langkah pelindungan awal, KBRI Tokyo telah mengirimkan bahan bantuan makanan dan berkoordinasi dengan simpul masyarakat WNI di Oita guna membantu saudari IS," katanya.

Judha melanjutkan, KBRI Tokyo akan berkomunikasi dengan pihak perusahaan penyalur pemagang asal Indonesia yakni Kumiai dan pihak yang memberangkatkan Intan ke Jepang.

"Untuk pemenuhan hak-hak saudari IS sesuai ketentuan yang berlaku," pungkasnya.

Baca juga: Ramai soal Ferienjob di Jerman, Migrant Care: Eksploitasi Kerja Berkedok Magang Ada sejak 2005

Intan pergi ke Jepang untuk bekerja

Sementara itu, Agus mengatakan, rekannya bernama Intan Sifhany warga asal Sukabumi mengikuti pemagangan ke Jepang dan awalnya berangkat pada Mei 2023. Dia bekerja dengan sebuah perusahaan di Osaka.

Intan mulai bekerja pada Juni 2023 sampai 29 Agustus 2023. Perempuan itu tidak melanjutkan magangnya karena menerima perundungan di Jepang.

"Lalu, dia minta ke pihak penanggung jawab pekerja magang Indonesia untuk digantikan perusahaan," ceritanya.

Namun, proses penggantian perusahaan untuk Intan ternyata membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Ini membuat pihak penanggung jawab magang memulangkan Intan ke Indonesia pada 30 Agustus 2023.

Karena pulang ke Tanah Air dan tidak lagi bekerja di perusahaan awalnya, asuransi kesehatan di Jepang untuk orang asing atau Hoken yang Intan miliki dicabut.

Meski begitu, Intan dijanjikan akan disuruh kembali bekerja lagi di Jepang. Sayangnya, kabar pemanggilan itu tidak kunjung diterima.

Akhirnya, Intan memutuskan kembali ke Jepang menggunakan uang sendiri untuk membeli tiket perjalanan pada 16 September 2024.

"(Di Jepang) tetap nganggur, nunggu ada perusahaan," tambah Agus.

Selama menunggu perusahaan yang akan mempekerjakannya, Intan menumpang tinggal di kediaman teman-temannya.

Karena masih tidak mendapatkan kejelasan terkait tempatnya bekerja, Intan akhirnya melaporkan situasi yang dialami ke Organisasi Pemagangan Kerja Teknis untuk Orang Asing (OTIT) di Osaka, Jepang.

Baca juga: Penjelasan Kemenlu soal Pekerja Magang Indonesia yang Ditangkap Polisi Jepang karena Diduga Telantarkan Bayi

Menderita sakit usus

Agus melanjutkan, Intan kemudian mendapatkan pekerjaan baru dari perusahaan penyalur pemagang Kumiai pada Januari 2024. Dia akan bekerja di sebuah perusahaan yang terletak di Perfektur Oita, Jepang. Dia lalu pindah ke Bungono, Oita pada Maret 2024.

"Pas sampe di sana, dia merasakan sakit perut yang luar biasa hingga akhirnya diantar ke rumah sakit di Oita," ujarnya.

Intan jatuh sakit sebelum melakukan wawancara dengan perusahaan yang baru merekrutnya. Dia pun dibawa oleh ambulans ke rumah sakit.

Setelah dirujuk ke rumah sakit besar di Oita, dokter mendiagnosis Intan mengalami masalah pada ususnya. Perempuan itu mengalami inveksi usus atau laparatomi.

Di Oita, Intan menjalani perawatan selama dua minggu. Dia keluar dari rumah sakit pada Jumat (5/4/2024). Setelah itu, dia tinggal di apartemen bersama orang Vietnam.

Namun, pihak Kumiai kemudian menghubungi keluarga Intan di Indonesia untuk meminta biaya pengobatannya selama di rumah sakit. Intan memerlukan biaya operasi sebesar 500.000 yen atau Rp 52.178.600.

Karena Intan sakit sebelum mulai bekerja, dia tidak memiliki asuransi kesehatan atau Hoken. Akibatnya, biaya pengobatan yang ditanggung cukup besar.

"Pihak keluarga pun belum ada dana segitu. Dia minta (beli) perban juga Kumiai nyuruh beli sendiri," kata Agus.

Padahal, Intan masih kesulitan berjalan. Dia tidak bisa berjalan ke kamar mandi dan hanya dapat merintih kesakitan. Sementara itu, dia juga tidak memiliki uang.

Sayangnya, Intan masih harus menanggung biaya pengobatannya di rumah sakit. Hingga kini, biaya lebih dari Rp 50 juta itu belum dibayarkan. Pihak rumah sakit Oita memberikan batas waktu pembayaran hingga 22 April 2024.

Untuk membantu Intan, Agus menyatakan sudah menghubungi keluarga, teman-teman terdekatnya, serta perkumpulan masyarakat Indonesia di Oita.

Pihaknya juga meminta teman-teman Indonesia di sana untuk mengunjungi dan membantu Intan. Di sisi lain, Agus juga membuka donasi kepada masyarakat untuk mengumpulkan biaya pengobatan Intan selama sakit.

"Sekarang tinggal pemulihan. Dia belum bisa jalan, masih berbaring," tambahnya.

Meski begitu, Agus menyebut kondisi Intan perlahan mulai membaik. Dia kini sudah bisa makan makanan agak keras meski perutnya masih diperban usai operasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Deretan Insiden Pesawat Boeing Sepanjang 2024, Terbaru Dialami Indonesia

Deretan Insiden Pesawat Boeing Sepanjang 2024, Terbaru Dialami Indonesia

Tren
Asal-usul Gelar 'Haji' di Indonesia, Warisan Belanda untuk Pemberontak

Asal-usul Gelar "Haji" di Indonesia, Warisan Belanda untuk Pemberontak

Tren
Sosok Hugua, Politisi PDI-P yang Usul agar 'Money Politics' Saat Pemilu Dilegalkan

Sosok Hugua, Politisi PDI-P yang Usul agar "Money Politics" Saat Pemilu Dilegalkan

Tren
Ilmuwan Temukan Eksoplanet 'Cotton Candy', Planet Bermassa Sangat Ringan seperti Permen Kapas

Ilmuwan Temukan Eksoplanet "Cotton Candy", Planet Bermassa Sangat Ringan seperti Permen Kapas

Tren
8 Rekomendasi Makanan Rendah Kalori, Cocok untuk Turunkan Berat Badan

8 Rekomendasi Makanan Rendah Kalori, Cocok untuk Turunkan Berat Badan

Tren
Kronologi dan Fakta Keponakan Bunuh Pamannya di Pamulang

Kronologi dan Fakta Keponakan Bunuh Pamannya di Pamulang

Tren
Melihat 7 Pasal dalam RUU Penyiaran yang Tuai Kritikan...

Melihat 7 Pasal dalam RUU Penyiaran yang Tuai Kritikan...

Tren
El Nino Diprediksi Berakhir Juli 2024, Apakah Akan Digantikan La Nina?

El Nino Diprediksi Berakhir Juli 2024, Apakah Akan Digantikan La Nina?

Tren
Pria di Sleman yang Videonya Viral Pukul Pelajar Ditangkap Polisi

Pria di Sleman yang Videonya Viral Pukul Pelajar Ditangkap Polisi

Tren
Soal UKT Mahal Kemendikbud Sebut Kuliah Pendidikan Tersier, Pengamat: Terjebak Komersialisasi Pendidikan

Soal UKT Mahal Kemendikbud Sebut Kuliah Pendidikan Tersier, Pengamat: Terjebak Komersialisasi Pendidikan

Tren
Detik-detik Gembong Narkoba Perancis Kabur dari Mobil Tahanan, Layaknya dalam Film

Detik-detik Gembong Narkoba Perancis Kabur dari Mobil Tahanan, Layaknya dalam Film

Tren
7 Fakta Menarik tentang Otak Kucing, Mirip seperti Otak Manusia

7 Fakta Menarik tentang Otak Kucing, Mirip seperti Otak Manusia

Tren
Cerita Muluwork Ambaw, Wanita Ethiopia yang Tak Makan-Minum 16 Tahun

Cerita Muluwork Ambaw, Wanita Ethiopia yang Tak Makan-Minum 16 Tahun

Tren
Mesin Pesawat Garuda Sempat Terbakar, Jemaah Haji Asal Makassar Sujud Syukur Setibanya di Madinah

Mesin Pesawat Garuda Sempat Terbakar, Jemaah Haji Asal Makassar Sujud Syukur Setibanya di Madinah

Tren
Ada Vitamin B12, Mengapa Tidak Ada B4, B8, B10, dan B11?

Ada Vitamin B12, Mengapa Tidak Ada B4, B8, B10, dan B11?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com