Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kiprah PPP di Pemilu, Pertama Kali dalam Sejarah Gagal ke Senayan

Kompas.com - 22/03/2024, 09:00 WIB
Erwina Rachmi Puspapertiwi,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) untuk kali pertama dalam sejarah gagal mendapatkan kursi DPR di Senayan berdasarkan hasil perolehan suara Pemilu 2024.

Hal ini terjadi karena PPP gagal memenuhi ambang batas parlemen atau parliamentary threshold sebesar 4 persen.

Berdasarkan hasil rekapitulasi tingkat nasional yang dilakukan KPU R pada Rabu (20/3/2024) malam, PPP mendapatkan 5.878.777 suara dari total 84 daerah pemilihan (dapil) di 38 provinsi Indonesia.

Ini berarti, PPP hanya meraup 3,87 persen suara dari total 151.796.630 suara sah Pileg 2024.

Terkait perolehan suara ini, PPP bahkan berniat mengajukan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Jika dibandingkan dengan Pemilu 2019, PPP meraih 6.323.147 suara atau setara dengan 4,52 persen suara. Karena itu, PPP mendapat 19 kursi di DPR periode 2019-2024.

Ketidaklolosan PPP ke Senayan membuat partai berlambang Ka'bah ini mencatat sejarah karena gagal memiliki perwakilan di DPR RI untuk kali pertama sejak partai tersebut terbentuk.

Baca juga: PPP Gagal ke Senayan untuk Kali Pertama, Bakal Gugat Hasil Pileg 2024 ke MK


Awal kemuncuan PPP di Indonesia

Partai Persatuan Pembangunan atau PPP berdiri pada 5 Januari 1973. Partai ini merupakan fusi atau gabungan dari empat partai berbasis Islam pada masa itu.

Dikutip dari situs resminya, PPP adalah gabungan dari Partai Nahdhatul Ulama, Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), dan Partai Islam Perti.

PPP terbentuk dipelopori oleh KH Idham Chalid (Ketua Umum PB NU), H.Mohammad Syafaat Mintaredja (Ketua Umum Parmusi), SH, Haji Anwar Tjokroaminoto ( Ketua Umum PSII), Haji Rusli Halil (Ketua Umum Perti), dan Haji Mayskur (Ketua Kelompok Persatuan Pembangunan di DPR).

Saat awal berdiri, PPP menerapkan asas Islam dan menggunakan lambang Ka’bah.

Namun sejak 1984, partai ini beralih memakai asas Pancasila. Langkah tersebut diambil karena PPP mengikuti peraturan perundang-undangan dan sistem politik yang berlaku pada masa Orde Baru.

PPP secara resmi menggunakan asas Pancasila dan lambang bintang segi lima mengikuti hasil Muktamar I PPP tahun 1984.

Namun, PPP kembali menggunakan asas Islam dengan lambang Kakbah setelah Presiden Soeharto lengser dari jabatannya pada 1998.

Baca juga: Mengapa Suara PPP Turun dan Tak Lolos Parlemen meski Ada Sandiaga Uno?

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com