Penderita biasanya berusia 20 hingga 44 tahun dan cenderung mengalami kelebihan berat badan (indeks massa tubuh/BMI lebih besar dari 25) atau obesitas (BMI lebih besar dari 30).
Insiden gangguan penglihatan papiledema pada kelompok tersebut tercatat sekitar 13 per 100.000 kasus.
Papiledema dapat dianggap sebagai keadaan darurat medis. Terlebih, salah satu penyebabnya yakni hipertensi intrakranial dapat berakibat serius, bahkan berpotensi mengancam nyawa.
Baca juga: 5 Gejala Gangguan Kesehatan yang Muncul di Mata dan Berpotensi Jadi Penyakit Jantung
Penderita papiledema mungkin tidak mengalami gejala atau asimptomatik. Kendati demikian, beberapa gejala papiledema dapat dirasakan, antara lain:
Sakit kepala yang berhubungan dengan papiledema mungkin akan terasa lebih buruk di pagi hari dan saat berbaring.
Penderita papiledema kemungkinan akan mengalami pengaburan visual sementara, sekitar 5 hingga 15 detik.
Saat penglihatan kabur, penderita hanya melihat bayangan abu-abu atau pemandangan yang menggelap, mirip gerhana total saat Bulan menghalangi Matahari dari pandangan manusia.
Dapat dirasakan pada kedua mata (bilateral) atau hanya satu mata (unilateral), gejala ini biasanya terjadi ketika penderita mengubah postur tubuh.
Baca juga: 8 Penyakit Mata yang Ditanggung BPJS Kesehatan 2024, Apa Saja?
Diplopia dapat terjadi jika hipertensi intrakranial menyebabkan kelumpuhan saraf kranial yang mengganggu otot mata.
Gejala papiledema yang mungkin dialami penderita lainnya adalah perasaan mual dan keinginan untuk muntah.
Gejala neurologis kemungkinan termasuk masalah gerakan atau pemikiran.
Lambat laun, penderita akan merasakan gejala berupa penglihatan yang semakin memburuk seiring dengan perkembangan kondisi.
Baca juga: Penyebab dan Cara Mengatasi Mata Berwarna Kuning
Dokter yang mencurigai seseorang menderita papiledema akan melakukan pemeriksaan fisik lengkap pada mata dan sistem saraf.
Dokter biasanya menggunakan oftalmoskop, sebuah alat berbentuk pena dengan roda menyala di ujungnya.