Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pajak Hiburan Naik Jadi 40 persen, Bapemperda DKI: Kami Siap Merevisi

Kompas.com - 18/01/2024, 14:15 WIB
Alinda Hardiantoro,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) Provinsi DKI Jakarta buka suara usai besaran pajak hiburan DKI Jakarta, seperti karaoke dan diskotek, naik menjadi 40 persen dari yang sebelumnya rata-rata 25 persen.

Aturan pajak hiburan DKI Jakarta itu sebagaimana tercantum dalam Pasal 53 poin (2) Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Ketua Bapemperda DKI Jakarta Pantas Nainggolan menyampaikan, pihaknya berjanji akan mendorong eksekutif untuk menyesuaikan aturan baru apabila judicial review Mahkamah Konstitusi (MK) sudah keluar.

"Silakan saja mengajukan dan enggak ada masalah, itu kan hak dari warga negara dan sudah konstitusinya. Kami siap (merevisi Perda) sesuai apa yang diamanatkan oleh ketentuan yang lebih tinggi (UU),” kata dia kepada Kompas.com, Kamis (18/1/2024).

Sebagai informasi, pelaku usaha menilai bahwa besaran pajak hiburan DKI Jakarta 40 persen terlalu tinggi.

Akibatnya, Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta (Asphija) telah mengajukan uji materi atau judicial review terhadap UU itu ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Mereka akan mengajukan judicial review lantaran pasal 58 Ayat 2 dari UU Nomor 1 Tahun 2022 yang menetapkan besaran pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) 40-75 persen dianggap tidak rasional.

Alasan pajak hiburan DKI ditetapkan 40 persen

Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pajak hiburan untuk jasa diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan 40 persen.

Menurutnya, nilai tersebut dianggap tidak membebani pelaku usaha.

“Jadi kami ambil batas bawah dengan harapan, pihak yang dikenakan wajib pajak itu tidak terbebani sehingga bisa tetap berusaha dan tidak tercekik,” kata dia.

Menurutnya, regulasi itu sudah sesuai dengan UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

Pantas mengatakan, eksekutif dan legislatif sengaja tak mengambil batas atas dari nilai pajak sebesar 70 persen karena mempertimbangkan kemampuan pelaku usaha hiburan.

"Meski Jakarta dikenal sebagai kota jasa, tapi pemerintah juga harus menjaga keberlangsungan ekonomi di wilayahnya," kata Pantas.

Apalagi, sebelumnya DKI Jakarta memiliki Perda Nomor 3 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Pajak Hiburan.

Dalam Perda tersebut, pajak hiburan DKI Jakarta besarannya sekitar 25 persen.

Halaman Berikutnya
Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com