Neurotisme sendiri menggambarkan tipe kepribadian dengan pengalaman emosional yang negatif, termasuk ketakutan, kesedihan, kecemasan, dan kemarahan.
Sebaliknya, orang dengan kepribadian positif, seperti ekstraversi memiliki risiko lebih rendah terkena penyakit ini.
Kepribadian ekstraversi dinilai memiliki kehidupan sosial yang lebih kuat dan mendapatkan energi dari orang-orang di sekitar.
Selain itu, seseorang yang teliti dianggap bertanggung jawab, terorganisir, serta memiliki orientasi pada tujuan.
"Kami menemukan bahwa ciri-ciri kepribadian seseorang tidak terkait dengan apakah mereka mengembangkan patologi fisik yang merupakan karakteristik dari demensia," ujar penulis pertama studi, Emorie Beck, dikutip dari Medical News Today, Selasa (5/12/2023).
"Namun, hal ini terkait dengan manifestasi klinis dan risiko diagnostik tersebut," lanjut Beck.
Senada, asisten profesor neurologi klinis di NYU Langone Health, Amerika Serikat, Joel Salinas menyampaikan, orang yang memiliki tingkat neurotisme tinggi berisiko lebih tinggi terkena demensia.
"Dan mereka yang memiliki tingkat kehati-hatian, ekstraversi, dan pengaruh positif, rendah dengan peningkatan risiko juga," tutur Salinas yang tidak terlibat dalam penelitian.
Namun, penelitian ini bukan berarti kepribadian-kepribadian tersebut menjadi faktor penyebab langsung demensia.
Sebab, penelitian hanya menunjukkan korelasi antara kepribadian tertentu dengan risiko terjadinya demensia.
Bukan hanya itu, penelitian juga tidak merinci secara jelas jenis demensia yang diidap para peserta.
Misalnya, diketahui pasti apakah yang dimaksud adalah demensia alzheimer atau masalah ingatan pada umumnya seperti pikun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.