Menurutnya, prediksi ini biasanya merupakan jenis tugas yang menggunakan model transformator dalam AI.
"Namun, dalam eksperimen kami, kami menggunakannya untuk menganalisis apa yang kami sebut rangkaian kehidupan, yaitu peristiwa yang terjadi dalam kehidupan manusia," lanjutnya.
Dengan menggunakan model tersebut, para peneliti mencari jawaban atas pertanyaan umum, termasuk kemungkinan seseorang meninggal dalam waktu empat tahun.
Para peneliti menemukan bahwa respons model tersebut konsisten dengan hasil temuan yang ada.
Misalnya, individu yang berada dalam posisi pemimpin atau berpenghasilan tinggi lebih mungkin untuk bertahan hidup.
Sebaliknya, mereka yang berjenis kelamin laki-laki, berketerampilan, atau memiliki diagnosis mental, dikaitkan dengan risiko kematian yang lebih tinggi.
"Kami menggunakan model ini untuk menjawab pertanyaan mendasar, sejauh mana kami dapat memprediksi kejadian di masa depan berdasarkan kondisi dan kejadian di masa lalu?" tutur Lehmann.
"Secara ilmiah, yang menarik bagi kami bukanlah prediksi itu sendiri, namun aspek data yang memungkinkan model memberikan jawaban yang tepat," tambahnya.
Model ini secara akurat juga dapat memprediksi hasil tes kepribadian pada suatu populasi, lebih baik daripada sistem AI yang ada saat ini.
"Kerangka kerja kami memungkinkan para peneliti untuk mengidentifikasi mekanisme potensial baru yang berdampak pada hasil kehidupan dan kemungkinan terkait untuk intervensi yang dipersonalisasi," tulis para peneliti dalam studi.
Baca juga: Pintar Sembunyikan Perasaan, AI Kini Bisa Ungkap Rasa Sakit yang Diderita Kucing
Para ilmuwan memperingatkan, model dan sistem AI yang tengah dikembangkan ini tidak boleh digunakan oleh perusahaan asuransi jiwa karena alasan etika.
"Karena keseluruhan data asuransi adalah berbagi kurangnya pengetahuan tentang siapa yang akan menjadi orang yang tidak beruntung yang terkena suatu insiden atau kematian," ungkap Lehmann.
Para peneliti juga memperingatkan adanya masalah etika lain terkait penggunaan life2vec, seperti perlindungan data sensitif, privasi, serta peran bias dalam data.
"Kami menekankan, pekerjaan kami adalah eksplorasi terhadap apa yang mungkin dilakukan, namun hanya boleh digunakan dalam penerapan dunia nyata berdasarkan peraturan yang melindungi hak-hak individu," tutur peneliti.
Terpisah, Kepala Divisi Etika Medis di Grossman School of Medicine, New York University, Arthur Caplan, mengungkapkan persetujuan bahwa perusahaan asuransi akan bersemangat menjadi konsumen model AI seperti life2vec.