KOMPAS.com - Gelombang kedatangan para pengungsi Rohingnya di Provinsi Aceh, Indonesia pada 14 November 2023 terus menimbulkan polemik.
Pasalnya, warga setempat masih menolak kedatangan pengungsi Rohingya tersebut.
Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Sabang Teuku Ramli Angkasa tidak menampik bahwa warganya menolak pengungsi Rohingya yang mengungsi di Sabang.
Baca juga: 184 Pengungsi Rohingya Kembali Terdampar di Aceh, Siapa Mereka?
Mereka bahkan memindahkan 139 pengungsi Rohingya ke halaman Kantor Wali Kota Sabang setelah sebelumnya ditampung di Pantai Tapak Gajah, Desa Ie Meulee, Kecamatan Suka Jaya, Kota Sabang.
"Dikirim warga ke halaman kantor wali kota, tapi kemudian dengan komunikasi yang baik, direncanakan para pengungsi ini akan ditempatkan kembali ke Pelabuhan CT1 lahan milik Badan Pengusahaan Kawasan Sabang," kata Ramli, dikutip dari Kompas.com, Selasa (5/12/2023).
Pihaknya terus berkomunikasi dengan United Nations High Commisioner For Refugees (UNHCR) selaku lembaga global yang bergerak untuk melindungi hak-hak pengungsi.
Sejumlah pemuda yang mengatasnamakan diri Mahasiswa Pemuda Peduli Aceh (MPPA) juga menggelar aksi unjuk rasa di Bundaran Simpang Lima, Kota Banda Aceh, Rabu (29/11/2023).
Mereka menyatakan menolak kehadiran imigran Rohingya yang masuk ke Aceh.
Baca juga: Mengenal Etnis Rohingya dan Sejarah Pengungsiannya dari Myanmar
Baca juga: Mengenal Kamp Jabalia, Rumah Ratusan Ribu Pengungsi Palestina yang Jadi Sasaran Israel
Penolakan kedatangan pengungsi Rohingya tak hanya disampaikan warga Sabang. Sebelumnya warga di Kabupaten Bireuen dan Aceh Timur juga melakukan hal yang sama.
Seperti diketahui, pada November 2023 lalu, ratusan warga Rohingya berlabuh di Kabupaten Pidie, Kabupaten Bireuen, dan Kabupaten Aceh Timur.
Diberitakan Kompas.com, Rabu (20/11/2023), Kepala Desa Ulee Madon, Kecamatan Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara Rahmat Kartolo mengatakan, warganya menolak kedatangan para pengungsi karena kerap berbuat onar dan tidak tertib terhadap peraturan desa.
Akibatnya, warga enggan menampung mereka kembali.
Hal serupa juga disampaikan warga Kepala Desa Kuala Pawon, Kecamatan Jangka, Kabupaten Bireuen, Mukhtar.
"Warga langsung menghalau dan menolak mereka agar tidak turun ke darat. Jadi, bukan sudah turun ditolak ke laut," tuturnya.
Menurut Mukhtar, warganya juga sudah menyampaikan penolakan itu kepada UNHCR.
Baca juga: AS Nyatakan Militer Myanmar Lakukan Genosida ke Rohingnya, Apa Itu Genosida?
Meskipun mendapat penolakan dari sejumlah warga, para pengungsi masih diberi tempat penampungan di beberapa lokasi di Aceh, seperti kamp penampungan Mina Raya Kabupaten Pidie, kamp penampungan bekas Kantor Imigrasi Lhokseumawe, dan Desa Kulee, Kecamatan Batee, Kabupaten pidie.
Tindakan itu mendapat apresiasi positif dari UNHCR.
Badan Pengungsi Dunia itu memuji Indonesia karena telah menghormati komitmen internasionalnya dengan mengizinkan pendaratan bagi lebih dari 1.000 orang turun dari kapal sejak 14 November.
"Teladan Indonesia dalam hal solidaritas dan kemanusiaan patut ditiru oleh negara-negara lain di kawasan," tulisnya, dikutip dari laman resminya.
Baca juga: Laporan UNHCR: Jumlah Pengungsi di Dunia Mencapai 79,5 Juta
UNHCR juga mendesak semua negara di kawasan, khususnya negara-negara di wilayah sekitar Laut Andaman, untuk segera mengerahkan seluruh kapasitas pencarian dan penyelamatan mereka sebagai respons terhadap kapal-kapal ratusan pengungsi Rohingya yang terancam nyawanya.
Pihaknya mengaku telah menerima laporan dari berbagai sumber mengenai situasi darurat di laut, di mana dua kapal yang penuh sesak mengalami kerusakan mesin dan kini terombang ambing tanpa tujuan di kapal yang tidak layak untuk berlayar di Laut Andaman.
UNHCR khawatir para pengungsi tersebut kehabisan logistik berupa makanan dan air sehingga berisiko mengalami kematian dalam beberapa hari mendatang jika tidak segera diselamatkan.
Baca juga: Pengungsi Rohingya Terdampar di Sabang Dipindahkan Warga ke Halaman Kantor Wali Kota
Sementara itu, menyikapi polemik kedatangan pengungsi Rohingya ke Aceh, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginstruksikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD untuk mengatasi hal tersebut.
"Ya saya telah memerintahkan kepada Menko Polhukam untuk menangani bersama-sama dengan daerah. Bersama-sama dengan UNHCR," tuturnya, dikutip dari Kompas.com, Senin (4/12/2023).
Terpisah, Mahfud MD mengatakan bahwa Indonesia tidak menandatangani konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) tentang pengungsi Rohingya.
"Sebenarnya kita tidak ikut menandatangani konvensi PBB tentang pengungsi itu. Kita bisa menolak mentah-mentah," kata dia, dikutip dari Kompas.com, Senin.
Namun, Mahfud mengaku akan mengutamakan asas perikemanusiaan atas peristiwa tersebut.
Oleh karena itu, pihaknya tetap mengupayakan perikemanusiaan sebagai solusi penanganan pengungsi Rohingya di Indonesia.
Hari ini, Selasa (5/12/2023), pemerintah pusat dan daerah dijadwalkan akan melakukan rapat untuk mencari jalan keluar atas penanganan pengungsi Rohingya di Indonesia.
Baca juga: Ketika Virus Corona Mulai Menginfeksi Kamp Pengungsian Rohingya di Bangladesh...
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.