KOMPAS.com - Della Hiariej (25), seorang wanita asal Bandung, Jawa Barat divonis gagal ginjal stadium akhir oleh dokter ketika usianya masih 22 tahun.
Ia membagikan ceritanya di akun TikTok @fallscent pada Rabu (13/9/2023).
Saat dihubungi Kompas.com, Della menceritakan, pada awalnya ia mengira bahwa gejala-gejala yang dirasakannya adalah gejala sakit asam lambung biasa.
"Saat bulan November 2020 mulai ada keluhan mual, muntah, sesak seperti sakit asam lambung dan selama seminggu itu sudah minum obat asam lambung. Tapi kondisi tidak membaik, jadinya ke Unit Gawat Darurat (UGD) Siloam," ujarnya kepada Kompas.com, Rabu (27/9/2023).
"Saat masuk UGD semua diperiksa, saat itu aku tahu bahwa aku sakit gagal ginjal kronis stadium 5 karena hasil laboratorium menunjukan nilai ureum dan kreatinin yang tinggi," lanjutnya.
Ia mengatakan sudah cukup lama merasakan gejala-gejala tersebut. Selain itu, ia juga menderita hipertensi atau tekanan darah tinggi sejak di bangku SMA.
"Gejala memburuk seperti pusing kepala sebelah, mata memerah, mimisan, mual, muntah, sesak, dan ada banyak memar di tubuh. Saat itu aku mengira Gastroesophageal Reflux Disease (GERD), karena ada rasa panas pada dada, sesak, dan muntah," ungkap Della.
Untuk kronologi dan cerita lengkapnya bisa di lihat di sini.
Lantas, apa perbedaan gejala gagal ginjal dengan asam lambung?
Baca juga: Kisah Della Hiariej yang Divonis Gagal Ginjal Stadium Akhir, Sempat Mengira Gejala Asam Lambung
Dokter spesialis penyakit dalam sekaligus Dekan Fakultas Kedokteran di Universitas Indonesia (UI), Ari Fahrial Syam menyampaikan, pasien gagal ginjal akan mengalami peningkatan ureum dan kreatinin pada tubuhnya.
Di mana kadar ureum dalam darah merupakan indikator fungsi ginjal yang diproduksi sebagai produk sampingan di hati ketika protein dimetabolisme. Hal ini berarti, ureum adalah zat sisa dari pemecahan protein dan asam amino di dalam hati.
Sedangkan kreatinin adalah produk akhir dari metabolisme kreatin yang dilepaskan dari otot yang kemudian diekskresi oleh ginjal.
"Pada pasien gagal ginjal terjadi peningkatan ureum dan kreatinin. Gejalanya akan seperti sakit maag, namun bukan seperti pasien Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)," ujarnya kepada Kompas.com, Rabu (27/9/2023).
Senada, dokter spesialis penyakit dalam dan Chairman JDN Indonesia, Andi Khomeini Takdir juga menerangkan bahwa gagal ginjal dengan GERD memiliki gejala yang berbeda.
"Gagal ginjal dan GERD itu berbeda, tapi memang pada pasien gagal ginjal terkadang terjadi ureumnya tinggi," terangnya terpisah, Jumat (29/9/2023).
"Ureum inilah yang sifatnya toksik ke saluran pencernaan. Jadi kadang-kadang ada pasien yang merasa mual dan muntah," lanjut dia.
Baca juga: 10 Penyebab Gagal Ginjal yang Perlu Diwaspadai
"Biasanya salah satu gejala gagal ginjal mual dan muntah, tapi kan mual dan muntah itu adalah gejalanya dan gagal ginjal itu penyakitnya. Jadi ini memang sudah beda sebenarnya," ujarnya.
Selain itu, ia juga mengatakan bahwa mual dan muntah bukan hanya gejala dari penyakit asam lambung dan GERD.
"Ada penyakit-penyakit lain juga yang gejalanya mual dan muntah kan, kayak sakit maag, demam berdarah, bahkan Covid-19 itu gejalanya juga mual muntah," lanjut dia.
Ia selanjutnya mengungkapkan, gejala gagal ginjal akut biasanya meliputi:
Kemudian, untuk mual dan muntah pada pengidap gangguan ginjal biasanya disertai rasa sakit hebat di area panggul. Meski begitu, Andi mengatakan bahwa gejala tersebut tidak selalu terjadi pada pengidap gagal ginjal.
Pada tahap awal penyakit ginjal kronis, seseorang mungkin hanya memiliki sedikit tanda atau gejala.
Orang tersebut mungkin tidak menyadari bahwa menderita penyakit ginjal sampai kondisinya sudah lanjut.
Baca juga: 5 Tahapan Penyakit Ginjal Kronis yang Memicu Gagal Ginjal
Andi menyampaikan bahwa ada banyak hal yang dapat menjadi penyebab dari gagal ginjal itu sendiri.
"Yang menyebabkan gagal ginjal itu memang ada banyak sebenarnya, mulai dari infeksi, batu ginjal yang tidak diatasi atau tidak diobati, diabetes yang tidak terkontrol, hipertensi yang tidak terkontrol, dan lainnya," terangnya.
Dilansir dari Mayo Clinic, pengobatan untuk penyakit ginjal kronis berfokus pada memperlambat perkembangan kerusakan ginjal, biasanya dengan mengendalikan penyebabnya.
Tetapi, bahkan mengendalikan penyebabnya mungkin tidak dapat mencegah kerusakan ginjal berkembang.
Penyakit ginjal kronis dapat berkembang menjadi gagal ginjal stadium akhir, yang berakibat fatal tanpa penyaringan buatan (dialisis) atau transplantasi ginjal.
Baca juga: 5 Jenis Penyakit Gagal Ginjal dan Penyebabnya
Tanda dan gejala penyakit ginjal kronis berkembang dari waktu ke waktu jika kerusakan ginjal berlangsung secara perlahan.
Tergantung pada seberapa parahnya, kehilangan fungsi ginjal dapat menyebabkan:
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.