Tradisi ini sudah menjadi turun temurun dan berusia ratusan tahun.
Dilansir dari Kompas.com Kamis (13/7/2023), Kirab Satu Suro di Keraton Surakarta berasal dari masa pemerintahan Raja Pakubuwono X yang bertahta pada periode 1893–1939.
Saat itu, Pakubuwono X rutin berkeliling tembok Baluwarti setiap Selasa dan Jumat kliwon, berdasarkan penanggalan Jawa. Rutinitas ini kemudian berubah menjadi sebuah tradisi yang terus dilestarikan oleh kerabat Keraton Solo hingga saat ini.
Acara Kirab Satu Suro identik dengan penggunaan kebo bule, sehingga sering disebut dengan Kirab Kebo Bule.
Baca juga: Cerita di Balik Peringatan Malam 1 Suro
Menurut laman pariwisatasolo.surakarta.go.id, pada malam ritual tersebut, ribuan orang akan berpartisipasi, mulai dari Raja beserta keluarga dan kerabat, abdi dalem wilayah Solo Raya, dan masyarakat umum.
Semua peserta kirab mengenakan pakaian warna hitam, di mana peserta laki-laki menggunakan pakaian adat Jawa yang dikenal dengan busana jawi jangkep dan peserta wanita menggunakan kebaya berwarna hitam.
Kebo Bule yang diturunkan adalah Kebo Kyai Slamet sebagai cucuk lampah kirab.
Pada pelaksanaan kirab, biasanya barisan kebo bule akan berjalan di depan beserta pawangnya.
Disusul barisan abdi dalem bersama putra-putri sinuhun dan juga para pembesar yang membawa sepuluh pusaka Keraton.
Baca juga: Benarkah Kebo Bule Diberi Minum Kopi dan Makan Ketela Sebelum Dikirab di Malam 1 Suro?
Rute kirab Satu Suro di Keraton Surakarta biasanya dimulai dari Keraton Solo, menuju ke Jalan Pakoe Boewono - Bundaran Gladag, Jalan Jenderal Sudirman, memutari Benteng Vastenburg melalui Jalan Mayor Kusmanto, melintasi Jalan Kapten Mulyadi, memasuki Jalan Veteran, melintasi Jalan Yos Sudarso, melalui Jalan Slamet Riyadi, hingga di Bundaran Gladag berbelok kembali masuk ke keraton.
Selama prosesi kirab berlangsung, peserta kirab tidak mengucapkan satu patah kata.
Hal ini dimaknai sebagai perenungan diri terhadap apa yang sudah dilakukan selama setahun kebelakang.
Baca juga: Kebo Bule Milik Keraton Surakarta Mati Terpapar PMK, Bagaimana Kirab Malam 1 Suro Nanti?
Selain Surakarta, Keraton Yogyakarta juga memiki tradisi malam satu Suro yang sangat terkenal, yakni ritual Topo Bisu Lampah Mubeng Benteng.
Dikutip dari laman pariwisata.jogjakota.go.id, ritual Topo Bisu Lampah Mubeng Benteng pada Malam 1 Suro dilaksanakan secara turun temurun sejak zaman Sri Sultan Hamengku Bowono II.
Rangkaian tradisi ini diawali pelantunan tembang macapat oleh para abdi dalem yang dalam tiap kidung liriknya terselip doa-doa serta harapan di area Bangsal Pancaniti, Keben Keraton Yogyakarta.