Oleh: Alifia Putri Yudanti dan Ikko Anata
KOMPAS.com - Pembunuh berantai memiliki sikap yang cenderung berbeda dari manusia normal lainnya. Akan tetapi, sikap atau sifat ini muncul bukan tanpa sebab. Mayoritas dari mereka berasal atau tumbuh dari masa lalu yang kelam.
Rasa traumatis yang didapat sejak masa kanak-kanak bisa berdampak seumur hidup. Mengutip Edu Birdie, penelitian Mitchell dan Aamodt mengungkapkan 74 persen pembunuh berantai menderita pelecehan psikologis saat masa kecilnya, sementara 42 persennya menderita pelecehan fisik sejak usia remaja.
Ini menunjukkan buruknya perasaan traumatis pada anak-anak. Meskipun pada awalnya, anak-anak tidak memiliki tanda-tanda signifikan, tetapi perbuatan ini bisa membentuk kepribadiannya jadi tertutup dan enggan bersosialisasi.
Hal ini pula yang terjadi oleh tokoh Bahrun dalam serial “Kadaver”. Kisah masa kecil Bahrun pun diceritakan dalam audio drama siniar Tinggal Nama episode “KADAVER - Permulaan Dua (Prolog)” dengan tautan dik.si/TNKadaverP2.
Tak hanya Bahrun, di dunia nyata ada beberapa pembunuh berantai yang memiliki masa lalu kelam.
Melansir Biography, pria yang dijuluki “Killer Clown” ini adalah seorang pembunuh berantai dan pemerkosa yang membunuh setidaknya 33 remaja laki-laki dan mengubur mereka di bawah rumahnya.
Gacy melakukan semua pembunuhan di rumahnya di Norwood Park dengan memikat korbannya dengan janji pekerjaan atau alasan lainnya. Setelah itu, ia akan melecehkan dan menyiksa korbannya sebelum membunuh mereka.
Baca juga: Menguak Misteri 3 Kota Gaib di Indonesia
Sejak kecil, Gacy telah mendapatkan pelecehan baik fisik dan mental dari ayahnya yang merupakan pecandu alkohol. Ayah Gacy sering meremehkan, menyebutnya bodoh, dan membandingkannya dengan meremehkan saudara perempuannya.
Tak hanya itu, Gacy juga pernah dilecehkan oleh seorang putri remaja dari salah satu teman ibunya pada usia 6 tahun.
Lahir dari seorang ibu yang masih remaja dan ayah penderita skizofrenia yang bunuh diri di penjara setelah hukuman penganiayaan anak, Wuornos dan kakak laki-lakinya, Keith, pun diasuh oleh kakek dan neneknya.
Sayangnya, nenek Wuornos diduga seorang pecandu alkohol dan kakeknya juga kerap melakukan kekerasan terhadapnya. Wanita ini bahkan mengaku pernah dilecehkan oleh kakeknya dan melakukan hubungan seksual dengan Keith.
Masa remaja Wuornos pun dihabiskan dengan mengandung seorang bayi laki-laki yang kemudian diadopsi. Setelah itu, ia pun dipaksa keluar dari rumah dan tinggal di hutan. Alhasil, Wuornos mulai menjadi pekerja seks agar bisa menghidupi dirinya.
Dari sini, aksi Wuornos yang telah membunuh setidaknya tujuh pria pada 1989—1990 pun terjadi. Salah satu aksi pembunuhannya terhadap seorang terpidana pemerkosa, Richard Mallory, ia klaim sebagai tindakan pembelaan diri setelah pria melakukan pelecehan seksual terhadapnya.
Wuornos pun akhirnya dihukum dengan suntikan mati karena pembunuhan tingkat pertama pada tahun 1992.