Kelalaian petugas yang menyebabkan miskomunikasi dianggap menjadi penyebab tragedi kecelakaan ini.
Kesalahpahaman kepala Stasiun Serpong membuat KA 225 langsung meluncur menuju Stasiun Sudimara tanpa mengecek kondisi stasiun.
Hal ini membuat tiga jalur kereta api yang berada di Stasiun Sudimara penuh.
Padahal, KA 220 di Stasiun Kebayoran juga berangkat menuju jalur yang sama tanpa berkomunikasi yang baik dengan Stasiun Sudimara.
Keadaan ini membuat kedua kereta berada di jalur berlawanan yang sama-sama mengarah ke Stasiun Sudimara. Meskipun pihak stasiun telah berupaya mencegah tabrakan, kecelakaan tidak berhasil dihalau.
Di sisi lain, kelebihan penumpang menyebabkan jatuhnya banyak korban jiwa dalam peristiwa ini.
Dikutip dari Historia.id, KA 225 mengangkut 1.887 penumpang atau melebihi 200 persen kapasitas kepadatannya.
Sementara KA 220 diisi 478 penumpang dari total kapasitas 685 orang.
Karena kapasitas setiap gerbong tidak memenuhi, para penumpang rela duduk di atap, bergelantungan di sisi kanan-kiri kereta, bahkan di ruangan masinis.
Kondisi ini menyebabkan keselamatan para penumpang tidak terjamin sekaligus membuat situasi kurang kondusif. Alasan lain yang ikut memengaruhi kecelakaan adalah kondisi peralatan rem yang sudah tua.
Diketahui kereta ini dibuat pada tahun 1965 dengan sistem rem Westinghouse yang menggunakan udara bertekanan tinggi.
Karena usianya sudah tua, sistem pengereman tidak lagi secanggih dulu dan tidak berfungsi maksimal.
Akibatnya, kereta api gagal mengerem sebelum terjadi kecelakaan.
Baca juga: Kronologi Kerusuhan Mako Brimob 8 Mei 2018, Tragedi yang Tewaskan 5 Polisi dan 1 Tahanan Teroris
Sementara itu dikutip dari Harian Kompas pada 21 Oktober 1987 proses pemeriksaan segera dilakukan terkait kasus ini.
Sebanyak 15 petugas stasiun PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api) mendapatkan pemeriksaan intensif.
Hasil pemeriksaan menyimpulkan PPKA (Pemimpin Perjalanan Kereta Api) Sudimara bersalah karena memberikan persetujuan persilangan kereta dari Sudimara ke Kebayoran tanpa persetujuan dari PPKA Kebayoran.
PPKA Stasiun Kebayoran bersalah karena tidak berkoordinasi dengan pihak Stasiun Sudimara.
Sementara masinis KA 225 ditetapkan bersalah karena langsung berangkat tanpa menunggu perintah PPKA dan kondektur.
Besarnya dampak tragedi ini juga pernah dijadikan film pada 1989 dengan judul "Tragedi Bintaro", besutan sutradara Buce Melawau.
(Sumber: Kompas.com/Rosiana Haryanti, Wahyu Adityo Prodjo, Aswab Nanda Pratama, Diva Lufiana Putri | Editor: Inggried Dwi Wedhaswary, Sabrina Asril, Bayu Galih, Ivany Atina Arbi, Rendika Ferri Kurniawan)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.