Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai soal Pemilu 2024 Disebut Pakai Proporsional Tertutup, Apa Itu?

Kompas.com - 30/05/2023, 07:30 WIB
Erwina Rachmi Puspapertiwi,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Isu mengenai Mahkamah Konstitusi (MK) akan mengembalikan lagi sistem proporsional tertutup jelang Pemilu 2024, ramai jadi perbincangan. 

Isu ini pertama kali dimunculkan oleh ahli hukum tata negara, Denny Indrayana, melalui akun Twitternya, Minggu (28/5/2023). Dia menyebutkan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutuskan perubahan sistem pemilu tersebut.

Sebelumnya judicial review atau uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait sistem proporsional terbuka diajukan ke MK.

Uji materi ini diajukan oleh enam orang, yakni Demas Brian Wicaksono (pemohon I), Yuwono Pintadi (pemohon II), Fahrurrozi (pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (pemohon IV), Riyanto (pemohon V), dan Nono Marijono (pemohon VI).

Apabila judicial review itu dikabulkan oleh MK, sistem pemilu pada 2024 mendatang akan berubah menjadi sistem proporsional tertutup.  

Penjelasan MK: Sidang masih berjalan

Juru Bicara MK Fajar Laksono membantah soal MK telah memutuskan pemilu 2024 dilakukan dengan sistem proporsional tertutup. 

Pihaknya mengatakan, proses persidangan atas gugatan itu belum selesai dan masih berjalan.

"Silakan tanya kepada yang bersangkutan (Denny Indrayana). Yang pasti, sesuai agenda persidangan terakhir kemarin, tanggal 31 Mei mendatang penyerahan kesimpulan para pihak," kata Fajar Laksono saat dimintai tanggapannya, Minggu (28/5/2023).

Dia menyebut perkara ini baru akan dibahas oleh Majelis Hakim melalui Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).

Setelah itu, baru nanti proses persidangan akan masuk dalam putusan oleh majelis hakim. Namun hingga saat ini, jadwal sidangnya belum keluar.

"Selanjutnya, akan diagendakan sidang pengucapan putusan," tuturnya. 

Baca juga: Pemilu 2024, Ajang Silat Lidah Para Pandit Politik


Apa itu pemilu sistem proporsional tertutup?

Pengamat politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Kuskridho Ambardi menjelaskan bahwa pemilu sistem proporsional tertutup adalah sistem di mana pemilih tidak bisa langsung memilih anggota legislatif yang diusung oleh partai politik. 

Sistem proporsional tertutup akan membuat hanya partai politik yang berhak menentukan anggota legislatif di pemerintahan, bukan masyarakat.

Masyarakat selaku pemilik suara akan memilih partai politik ketika pemilu. Sementara partai yang akan menentukan kadernya sebagai anggota legislatif.

"Sistem proporsional tertutup memberikan kekuasaan lebih besar pada partai untuk menentukan daftar dan urutan kandidat yang masuk dalam kertas suara," ujarnya kepada Kompas.com, Senin (29/5/2023).

Saat pemilu, masyarakat akan sebatas memilih parpol di kertas pemilu. Kemudian, anggota legislatif yang bertugas di pemerintahan akan ditentukan oleh parpol.

Partai menetapkan calon terpilih berdasarkan nomor urutnya di pemilu. Sebagai contoh, partai yang mendapatkan dua kursi berdasarkan hasil pemilihan maka memutuskan calon dari nomor urut 1 dan 2 yang akan menduduki jabatan pemerintahan.

Sistem proporsional tertutup diterapkan selama Orde Baru pada Pemilu 1977-1997, dan Pemilu 1999.

Sebaliknya, sistem proporsional terbuka memungkinkan publik dapat langsung memilih partai dan calon legislatif saat pemilu. Sistem ini yang sekarang diterapkan di Indonesia.

Baca juga: Mereka yang Daftar Bacaleg Pemilu 2024, Ada Kepsek dan Tukang Parkir

Halaman:

Terkini Lainnya

Parlemen Israel Loloskan RUU yang Menyatakan UNRWA sebagai Organisasi Teroris

Parlemen Israel Loloskan RUU yang Menyatakan UNRWA sebagai Organisasi Teroris

Tren
Apakah Haji Tanpa Visa Resmi Hukumnya Sah? Simak Penjelasan PBNU

Apakah Haji Tanpa Visa Resmi Hukumnya Sah? Simak Penjelasan PBNU

Tren
Satu Orang Meninggal Dunia Usai Tersedot Turbin Pesawat di Bandara Amsterdam

Satu Orang Meninggal Dunia Usai Tersedot Turbin Pesawat di Bandara Amsterdam

Tren
Pria Jepang yang Habiskan Rp 213 Juta demi Jadi Anjing, Kini Ingin Jadi Hewan Berkaki Empat Lain

Pria Jepang yang Habiskan Rp 213 Juta demi Jadi Anjing, Kini Ingin Jadi Hewan Berkaki Empat Lain

Tren
9 Orang yang Tak Disarankan Minum Teh Bunga Telang, Siapa Saja?

9 Orang yang Tak Disarankan Minum Teh Bunga Telang, Siapa Saja?

Tren
MA Ubah Syarat Usia Calon Kepala Daerah, Diputuskan 3 Hari, Picu Spekulasi Jalan Mulus bagi Kaesang

MA Ubah Syarat Usia Calon Kepala Daerah, Diputuskan 3 Hari, Picu Spekulasi Jalan Mulus bagi Kaesang

Tren
Profil Budi Djiwandono, Keponakan Prabowo yang Disebut Bakal Maju Pilkada Jakarta 2024

Profil Budi Djiwandono, Keponakan Prabowo yang Disebut Bakal Maju Pilkada Jakarta 2024

Tren
Tapera dan Kekhawatiran Akan Korupsi Asabri-Jiwasraya Jilid 2

Tapera dan Kekhawatiran Akan Korupsi Asabri-Jiwasraya Jilid 2

Tren
Sarkofagus Ramses II Ditemukan berkat Hieroglif dengan Lambang Nama Firaun

Sarkofagus Ramses II Ditemukan berkat Hieroglif dengan Lambang Nama Firaun

Tren
Kapan Pengumuman Tes Online Tahap 2 Rekrutmen Bersama BUMN 2024?

Kapan Pengumuman Tes Online Tahap 2 Rekrutmen Bersama BUMN 2024?

Tren
Saat Korea Utara Terbangkan Balon Udara Berisi Sampah dan Kotoran ke Wilayah Korsel...

Saat Korea Utara Terbangkan Balon Udara Berisi Sampah dan Kotoran ke Wilayah Korsel...

Tren
China Hukum Mati Pejabat yang Terima Suap Rp 2,4 Triliun

China Hukum Mati Pejabat yang Terima Suap Rp 2,4 Triliun

Tren
Kandungan dan Kegunaan Susu Evaporasi, Kenali Pula Efek Sampingnya!

Kandungan dan Kegunaan Susu Evaporasi, Kenali Pula Efek Sampingnya!

Tren
Pekerja Tidak Bayar Iuran Tapera Terancam Sanksi, Apa Saja?

Pekerja Tidak Bayar Iuran Tapera Terancam Sanksi, Apa Saja?

Tren
Pedangdut Nayunda Minta ke Cucu SYL agar Dijadikan Tenaga Honorer Kementan, Total Gaji Rp 45 Juta

Pedangdut Nayunda Minta ke Cucu SYL agar Dijadikan Tenaga Honorer Kementan, Total Gaji Rp 45 Juta

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com