Umam mengatakan, strategi politik tersebut belakangan telah memunculkan sejumlah nama-nama politisi, seperti Sandiaga Uno dan Erick Tohir yang mendadak mengeklaim diri sebagai tokoh muda Nahdliyin.
Jika merujuk pada rekam jejaknya, ia menyebut model pendekatan dan kontribusi Erick dan Sandiaga terhadap NU cenderung transaksional.
Baca juga: Drama Ganjar Pranowo-PDIP, Mungkinkah Keduanya Berpisah pada Pemilu 2024?
Meskipun mereka bisa secara instan mengeklaim diri sebagai Nahdliyin, realisasi dukungan Nahdliyin kepada mereka kemungkinan relatif masih rendah.
"Sebab, rekam jejak pendekatan terhadap NU memang tidak didasarkan pada pemahaman ideologis dan cenderung transaksional," kata dia.
Di sisi lain, Umam menilai bahwa literasi politik Nahdliyin juga semakin kuat dan tidak lagi bisa dikendalikan dengan basis partonase kepemimpinan dalam lingkungan NU, baik level kiai maupun struktural NU.
Hal ini terbukti pada Pemilu 2004 dan 2019, ketika arah dukungan warga NU lebih mengikuti suara hati mereka untuk memilih pemimpin nasional, meski ada tokoh NU yang maju sebagai kontestan.
"Dalam konteks Pemilu 2024, tampaknya basis kekuatan suara Nahdliyin akan tersebar secara merata ke sejumlah tokoh-tokoh capres yang sedang berusaha memperebutkan hati dan suara warga NU," tutupnya.
Baca juga: Soal Wacana Jadi Cawapres Ganjar, Prabowo: Partai Saya Mencalonkan Saya sebagai Capres
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.