Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Siapa Cawapres yang Cocok Mendampingi Ganjar Pranowo?

KOMPAS.com - Pengumuman pencapresan Ganjar Prabowo oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) membuat dinamika politik semakin cair.

Tak berselang lama dari pengumuman itu, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ikut mendeklarasikan dukungannya terhadap Ganjar.

Kini, pembicaraan mengenai pendamping Ganjar pun mulai memanas.

Sejumlah nama, seperti Erick Thohir, Sandiaga Uni, Mahfud MD, dan bahkan Prabowo Subianto masuk dalam bursa cawapres Ganjar.

Lantas, siapa cawapres yang cocok untuk mendampingi Ganjar Pranowo?

Partai Islam

Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam meyakini, PDI-P tidak akan menggunakan golden ticket-nya sendiri.

Menurutnya, mereka akan menggandeng kekuatan politik Islam sebagai pelengkap koalisi untuk meneguhkan narasi nasionalisme dan Islam.

"Berkaca dari Pemilu 1955 dan 1971, muncul keyakinan bahwa untuk memenangkan kontestasi kekuasaan politik di Indonesia, maka harus menggabungkan kekuatan nasionalis dan Islam," kata Umam kepada Kompas.com, Kamis (27/4/2023).

Peluang dengan PPPP

Berdasarkan komposisi partai-partai politik Islam yang ada saat ini, Umam melihat PPP menjadi partai yang paling mungkin untuk didekati PDI-P.

Pasalnya, PKB telah memiliki agenda kepentingan sendiri untuk mengusung Muhaimin Iskandar.

Sementara, PDI-P sendiri belum pernah memiliki sejarah koalisi atau kerja sama politik dengan PAN dan PKS, selaku representasi kekuatan politik Islam berbasis massa Muhammadiyah, serta jaringan Tarbiyah.

"Karena itu, tiket politik PPP memang telah lama diincar oleh PDI-P untuk melengkapi narasi nasioanlisme-religius atau Islam," jelas dia.

Sayangnya, PPP sejauh ini tidak menyiapkan kadernya secara optimal, sehingga mereka hanya bisa menjual tiket politiknya kepada pialang politik melalui skema transaksional secara instan.

Umam mengatakan, strategi politik tersebut belakangan telah memunculkan sejumlah nama-nama politisi, seperti Sandiaga Uno dan Erick Tohir yang mendadak mengeklaim diri sebagai tokoh muda Nahdliyin.

Jika merujuk pada rekam jejaknya, ia menyebut model pendekatan dan kontribusi Erick dan Sandiaga terhadap NU cenderung transaksional.

Meskipun mereka bisa secara instan mengeklaim diri sebagai Nahdliyin, realisasi dukungan Nahdliyin kepada mereka kemungkinan relatif masih rendah.

"Sebab, rekam jejak pendekatan terhadap NU memang tidak didasarkan pada pemahaman ideologis dan cenderung transaksional," kata dia.

Di sisi lain, Umam menilai bahwa literasi politik Nahdliyin juga semakin kuat dan tidak lagi bisa dikendalikan dengan basis partonase kepemimpinan dalam lingkungan NU, baik level kiai maupun struktural NU.

Hal ini terbukti pada Pemilu 2004 dan 2019, ketika arah dukungan warga NU lebih mengikuti suara hati mereka untuk memilih pemimpin nasional, meski ada tokoh NU yang maju sebagai kontestan.

"Dalam konteks Pemilu 2024, tampaknya basis kekuatan suara Nahdliyin akan tersebar secara merata ke sejumlah tokoh-tokoh capres yang sedang berusaha memperebutkan hati dan suara warga NU," tutupnya.

https://www.kompas.com/tren/read/2023/04/27/200000165/siapa-cawapres-yang-cocok-mendampingi-ganjar-pranowo-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke