Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Virdika Rizky Utama
Peneliti PARA Syndicate

Peneliti PARA Syndicate dan Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik, Shanghai Jiao Tong University.

Membentuk Pemerintahan yang Proaktif dan Responsif

Kompas.com - 21/04/2023, 16:44 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SERING kita dengar ujaran "tunggu viral dahulu, baru bekerja atau keluarkan kebijakan”. Hal itu tampaknya menjadi fenomena lazim dalam beberapa tahun terakhir di Indonesia, khususnya di lembaga negara seperti kepolisian, kejaksaan, dan kementerian.

Fenomena itu dikenal dengan sebuatan pemerintahan yang reaktif. Kebijakan dilakukan setelah sesuatu menjadi viral atau mendapat sorotan besar publik. Fenomena pemerintahan reaktif seperti itu menunjukkan adanya kelemahan dalam sistem pengawasan dan penegakan, baik penyelenggaran negara maupun hukum di Indonesia, yang masih membutuhkan perbaikan terutama terkait akuntabilitas dan integritas pejabat publik.

Kebijakan yang dikeluarkan, setelah sesuatu menjadi viral, tak dapat menyelesaikan sumber masalah yang dihadapi. Kebijakan itu hanya seperti obat pereda sakit, bukan untuk menyembuhkan sakit.

Pemerintahan Reaktif, Contoh Kasus

Salah satu contoh terkait ini adalah kasus dugaan korupsi oleh Rafael Alun Trisambodo (RAT). Btapa lambatnya respons pemerintah dalam mendeteksi dan menangani kasus dugaan korupsi hingga kasus tersebut menjadi viral dan mendapat perhatian luas masyarakat.

RAT merupakan mantan pejabat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Setelah keberadaan harta kekayaan tak wajarnya viral di media sosial dan mendapat perhatian luas masyarakat, pemerintah baru mulai menunjukkan respons yang lebih serius dan melakukan penyelidikan yang lebih intensif.

Baca juga: KPK Masih Dalami Keterlibatan Istri dan 2 Anak Rafael Alun dalam kasus Gratifikasi

Contoh lain adalah penanganan kasus-kasus kriminal seperti pencurian dan pemerkosaan yang sering sekali dikeluhkan warga di media sosial. Warga bahkan mengkampanyekan tagar #percumalaporpolisi pada 2021. Hal itu dilakukan karena tidak acuhnya dan tidak tanggapnya polisi dalam mengusut dan menegakkan hukum.

Masyarakat merasa lebih yakin bila kasusnya terlebih dahulu dibagikan di media sosial ketimbang dilaporkan ke polisi. Namun, melempar keluhan ke media sosial kadang-kadang tidak membuat masalah selesai, malah justru menciptakan persoalan baru. 

Saat ini, masih terdapat kasus kritikus atau aktivis yang melakukan kritik terhadap pemerintah di media sosial atau di tempat lain justru dilaporkan ke polisi atau diintimidasi. Contohnya yang dialami tiktoker Bima yang mengkritik kondisi Provinsi Lampung. Bima jusru dilaporkan ke polisi dan keluarganya dipanggil Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi.

Baca juga: Buntut Kasus TikToker Bima di Lampung, Mahfud Pesan ke Pejabat dan ASN agar Tidak Seenaknya

Tindakan seperti itu tentu saja menimbulkan keresahan dan merusak kebebasan berekspresi.  Kebebasan berekspresi dan hak untuk menyampaikan pendapat dijamin oleh konstitusi Indonesia.

Seharusnya, pemerintah dan aparat keamanan menjunjung tinggi hak-hak tersebut, tidak justru menyalahgunakan kewenangannya untuk mengintimidasi atau membatasi kebebasan berekspresi dan hak menyampaikan pendapat warga. Seharusnya, pemerintah dan pejabat publik menerima kritik dengan lapang dada dan menggunakannya sebagai bahan evaluasi dan perbaikan diri.

Kritik konstruktif dapat membantu pemerintah meningkatkan kualitas dan efektivitas kebijakan dan program pemerintah, sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat.

Bukan Reaktif tetapi Proaktif

 

Salah satu cara untuk menghindari fenomena pemerintahan reaktif adalah dengan meningkatkan kualitas pengawasan dan penegakan hukum. Hal ini dapat dilakukan dengan memperkuat peran dan kewenangan lembaga negara seperti KPK, kepolisian, dan kejaksaan dalam menangani kasus korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.

Sistem pengadilan yang independen dan adil juga harus dijaga dan diperkuat. Pemberian sanksi yang tegas terhadap pejabat publik yang melakukan pelanggaran dan penyalahgunaan kekuasaan sangat penting untuk memberikan efek jera dan mencegah terulangnya tindakan yang sama di masa depan.

Baca juga: Polda Lampung Hentikan Kasus Tiktoker Bima, Ini Respons Keluarga

Selain itu, pemberian reward atau penghargaan terhadap pejabat publik yang berhasil menunjukkan kinerja baik dapat menjadi insentif untuk meningkatkan integritas dan kinerja mereka. Namun, langkah-langkah tersebut tidak akan cukup jika masyarakat tidak dilibatkan dalam proses pengawasan dan penegakan hukum.

Partisipasi dan aksi kolektif masyarakat sangat penting dalam memberikan tekanan kepada pejabat publik untuk bertanggung jawab dan memperbaiki kinerja. Tindakan seperti unjuk rasa, kampanye, dan aksi sosial lainnya dapat menjadi sarana untuk memperlihatkan keberpihakan masyarakat terhadap tindakan pemerintah dan menjadi dorongan bagi pejabat publik untuk bertindak dengan baik.

Dalam hal ini, masyarakat juga harus diberikan kebebasan untuk memberikan kritik dan masukan terhadap kinerja pemerintah, tanpa harus takut atau terintimidasi. Dengan begitu, tercipta suasana yang kondusif dan partisipatif dalam proses pembangunan, dan pemerintah dapat memperbaiki diri dengan lebih efektif dan responsif terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

Namun, perbaikan dalam sistem pengawasan dan penegakan hukum saja tidak cukup untuk mengatasi fenomena pemerintahan reaktif. Diperlukan perubahan paradigma dari pemerintahan reaktif menjadi pemerintahan pro-aktif, yaitu kebijakan yang proaktif dalam menangani masalah sebelum menjadi besar dan merugikan masyarakat.

Pemerintah dan lembaga negara harus memperkuat sistem pengawasan dan pemantauan secara berkala, sehingga masalah dapat terdeteksi secara dini dan dapat diatasi sebelum menjadi besar dan merugikan masyarakat.

Hal ini dapat dilakukan dengan memperkuat peran dan kewenangan lembaga-lembaga seperti BPK, Ombudsman, dan LPSK dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja lembaga negara dan penegakan hukum.

Selain itu, perlu dilakukan penguatan pada sistem pengaduan publik yang dapat diakses oleh masyarakat secara mudah dan transparan, serta direspons dengan cepat dan serius oleh pemerintah dan lembaga negara terkait. Hal ini akan memudahkan masyarakat untuk melaporkan masalah yang terjadi di lingkungan sekitar mereka, dan memberikan tekanan kepada pemerintah dan lembaga negara untuk bertindak proaktif.

Pemerintah dan lembaga negara juga perlu memperkuat keterlibatan masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan dan program pemerintah. Keterlibatan masyarakat akan memudahkan pemerintah memahami kebutuhan dan aspirasi masyarakat, sehingga kebijakan yang dihasilkan dapat lebih efektif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.

Terakhir, untuk mengubah paradigma dari pemerintahan reaktif menjadi pemerintahan pro- aktif diperlukan komitmen dan kesadaran dari pemerintah, lembaga negara, dan masyarakat untuk bekerja sama dalam menciptakan tata kelola yang baik dan responsif terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

Hal itu akan memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan lembaga negara, serta menciptakan kondisi yang kondusif bagi pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif di Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

El Nino Diprediksi Berakhir Juli 2024, Apakah Akan Digantikan La Nina?

El Nino Diprediksi Berakhir Juli 2024, Apakah Akan Digantikan La Nina?

Tren
Pria di Sleman yang Videonya Viral Pukul Pelajar Ditangkap Polisi

Pria di Sleman yang Videonya Viral Pukul Pelajar Ditangkap Polisi

Tren
Soal UKT Mahal Kemendikbud Sebut Kuliah Pendidikan Tersier, Pengamat: Terjebak Komersialisasi Pendidikan

Soal UKT Mahal Kemendikbud Sebut Kuliah Pendidikan Tersier, Pengamat: Terjebak Komersialisasi Pendidikan

Tren
Detik-detik Gembong Narkoba Perancis Kabur dari Mobil Tahanan, Layaknya dalam Film

Detik-detik Gembong Narkoba Perancis Kabur dari Mobil Tahanan, Layaknya dalam Film

Tren
7 Fakta Menarik tentang Otak Kucing, Mirip seperti Otak Manusia

7 Fakta Menarik tentang Otak Kucing, Mirip seperti Otak Manusia

Tren
Cerita Muluwork Ambaw, Wanita Ethiopia yang Tak Makan-Minum 16 Tahun

Cerita Muluwork Ambaw, Wanita Ethiopia yang Tak Makan-Minum 16 Tahun

Tren
Mesin Pesawat Garuda Sempat Terbakar, Jemaah Haji Asal Makassar Sujud Syukur Setibanya di Madinah

Mesin Pesawat Garuda Sempat Terbakar, Jemaah Haji Asal Makassar Sujud Syukur Setibanya di Madinah

Tren
Ada Vitamin B12, Mengapa Tidak Ada B4, B8, B10, dan B11?

Ada Vitamin B12, Mengapa Tidak Ada B4, B8, B10, dan B11?

Tren
Apa yang Dilakukan Jemaah Haji Saat Tiba di Bandara Madinah? Ini Alur Kedatangannya

Apa yang Dilakukan Jemaah Haji Saat Tiba di Bandara Madinah? Ini Alur Kedatangannya

Tren
Kisah Omar, Hilang Selama 26 Tahun, Ditemukan Hanya 200 Meter dari Rumahnya

Kisah Omar, Hilang Selama 26 Tahun, Ditemukan Hanya 200 Meter dari Rumahnya

Tren
Naik Rp 13,4 Miliar Selama 2023, Berikut Rincian Harta Kekayaan Jokowi

Naik Rp 13,4 Miliar Selama 2023, Berikut Rincian Harta Kekayaan Jokowi

Tren
Mengenal PTN BLU di Indonesia: Daftar Kampus dan Bedanya dari PTN BH

Mengenal PTN BLU di Indonesia: Daftar Kampus dan Bedanya dari PTN BH

Tren
Kevin Sanjaya Resmi Nyatakan Pensiun Dini dari Bulu Tangkis, Ini Alasannya

Kevin Sanjaya Resmi Nyatakan Pensiun Dini dari Bulu Tangkis, Ini Alasannya

Tren
Serba-serbi Pendaftaran Sekolah Kedinasan 2024: Prodi, Formasi, dan Penempatan

Serba-serbi Pendaftaran Sekolah Kedinasan 2024: Prodi, Formasi, dan Penempatan

Tren
Siasat SYL 'Peras' Pejabat Kementan, Ancam Copot Jabatan, dan Paksa Mengundurkan Diri

Siasat SYL "Peras" Pejabat Kementan, Ancam Copot Jabatan, dan Paksa Mengundurkan Diri

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com