Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai Unggahan Sebut Satu Kabupaten "Otw" Penyakit Paru-paru karena Jalanan Berdebu di Sleman, Ini Kata Dokter soal Dampak

Kompas.com - 12/04/2023, 16:30 WIB
Aditya Priyatna Darmawan,
Farid Firdaus

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Unggahan terkait jalanan di Tempel, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kondisinya berdebu hingga dikhawatirkan menyebabkan penyakit paru-paru viral di media sosial.

Unggahan tersebut antara lain diposting oleh sebuah akun Twitter pada Selasa (11/4/2023).

Terdapat dua video dalam unggahan itu. Kedua video memperlihatkan jalanan yang ramai dilalui pengendara kondisinya berdebu.

Otw penyakit paru paru sak kabupaten,” demikian keterangan dalam unggahan itu.

Berdasarkan keterangan yang juga disertakan dalam unggahan, video tersebut diketahui direkam oleh akun bernama @Dennytidar1.

Saat dikonfirmasi Kompas.com, pemilik akun, Denny Tidar Jannu menjelaskan, jalanan berdebu tersebut berada di Banyurejo, Kecamatan Tempel, Kabupaten Sleman, DIY.

Toko milik Denny berada di sekitar jalan tersebut.

"(Jalan rusak dan berdebu) karena ada proyek tol di dekat situ, jadi banyak truk lewat," ujar Denny, Rabu (12/4/2023).

Hingga Rabu (12/4/2023), unggahan itu sudah dilihat sebanyak 69.400 kali dan mendapat 189 likes.

Lantas, apa dampak kondisi jalan tersebut bagi paru-paru?

Baca juga: 10 Gejala Paru-paru Tidak Sehat yang Jarang Disadari

Penjelasan dokter

Dokter spesialis paru RSUD Dr Moewardi Surakarta Harsini menjelaskan, banyak dampak jika debu di jalanan terhirup ke dalam tubuh.

“Walaupun ada saringan mulai hidung berupa bulu hidung, tetapi jika kotor tetap berdampak,” katanya kepada Kompas.com, Rabu (12/4/2023).

Menurutnya, paru-paru adalah organ tubuh yang paling luas terpapar jika udara lingkungan kotor.

“Penyakit akibat debu jalanan itu seperti penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), asma, atau kanker paru-paru,” terang Harsini.

Sementara itu, dokter spesialis pulmonologi dan kedokteran respirasi (paru) Agus Dwi Susanto menambahkan, debu-debu di jalanan dapat berdampak jangka pendek maupun jangka panjang.

Dampak jangka pendek ketika seseorang hanya sesekali menghirup debu jalanan, sedangkan dampak jangka panjang saat menghirup debu jalanan terus menerus, setiap hari, hingga berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.

Baca juga: Ramai soal Resep Herbal untuk Menyehatkan Paru-paru, Ini Kata Dokter

Dampak polusi udara

Agus mengatakan, debu jalanan termasuk dalam polusi udara luar ruangan.

“Dalam debu-debu ini terkandung partikel-partikel halus yang disebut partikulat matter (PM),” ujarnya, terpisah.

Jika terus menerus terpapar debu jalanan, kata Agus, akan sangat membahayakan bagi kesehatan paru-paru dan pernapasan.

“Data WHO ada kok, polusi udara berkontribusi tinggi pada kematian,” ujarnya.

Berikut dampak jangka pendek seperti dijelaskan oleh Agus:

  • Iritasi saluran napas, menimbulkan keluhan bersin-bersin, hidung berair, sakit tenggorokan, batuk, dan sesak napas.
  • Serangan asma dan PPOK.
  • Risiko infeksi saluran napas akut (ISPA).

Sedangkan dampak jangka panjangnya, yakni:

  • Penurunan fungsi paru.
  • Risiko terjadi asma akut, bronchitis kronik, dan PPOK pada populasi yang belum sakit penyakit ini.
  • Kanker paru.
  • Penyakit paru interstitial.

Baca juga: Kualitas Udara Jakarta Buruk, Ini Cara Mencegah Infeksi Pernapasan

Pencegahan dampak dari debu jalanan

Agus yang juga merupakan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) membagi cara mencegah menjadi tiga kategori, yakni primer, sekunder, dan tersier.

Berikut penjelasan dari masing-masing kategori tersebut:

1. Pencegahan primer

Pencegahan primer adalah cara mencegah bagi yang belum terkena dampak kesehatan agar tidak sakit. Sebagai berikut:

  • Mengurangi polusi udara misalnya beralih ke angkutan masal ramah lingkungan, seperti kendaraan listrik.
  • Tidak menambah polusi, seperti tidak membakar sampah sembarangan.
  • Menurunkan risiko terhirup debu tersebut dengan mengurangi aktivitas luar ruangan bila sedang banyak debu.
  • Menggunakan masker saat beraktivitas luar ruangan.
  • Untuk yang tinggal di area pinggir jalan, sediakan air purifier (penjernih udara) dalam rumah untuk memfilter debu halus yang masuk dari luar ke rumah.

Baca juga: 11 Gejala Kanker Paru-paru pada Wanita, Salah Satunya Nyeri Punggung

2. Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder adalah pencegahan untuk mendeteksi dini dan pengobatan dini. Sebagai berikut:

  • Rutin check up berkala dengan setahun sekali.
  • Tetap menggunakan masker saat ke lua ruangan.

3. Pencegahan tersier

Pencegahan tersier adalah bertujuan untuk mencegah kecacatan dan risiko kematian bagi yang sudah terdampak.

  • Berobat rutin.
  • Hindari area polusi bila beraktivitas agar tidak semakin parah.
  • Gunakan masker saat ke luar ruangan.
  • Tidak merokok, karena dapat memperburuk penyakit.

Baca juga: Cara Mengatasi Sesak Napas, Lakukan Hal-hal Sederhana Ini

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Deretan Insiden Pesawat Boeing Sepanjang 2024, Terbaru Dialami Indonesia

Deretan Insiden Pesawat Boeing Sepanjang 2024, Terbaru Dialami Indonesia

Tren
Asal-usul Gelar 'Haji' di Indonesia, Warisan Belanda untuk Pemberontak

Asal-usul Gelar "Haji" di Indonesia, Warisan Belanda untuk Pemberontak

Tren
Sosok Hugua, Politisi PDI-P yang Usul agar 'Money Politics' Saat Pemilu Dilegalkan

Sosok Hugua, Politisi PDI-P yang Usul agar "Money Politics" Saat Pemilu Dilegalkan

Tren
Ilmuwan Temukan Eksoplanet 'Cotton Candy', Planet Bermassa Sangat Ringan seperti Permen Kapas

Ilmuwan Temukan Eksoplanet "Cotton Candy", Planet Bermassa Sangat Ringan seperti Permen Kapas

Tren
8 Rekomendasi Makanan Rendah Kalori, Cocok untuk Turunkan Berat Badan

8 Rekomendasi Makanan Rendah Kalori, Cocok untuk Turunkan Berat Badan

Tren
Kronologi dan Fakta Keponakan Bunuh Pamannya di Pamulang

Kronologi dan Fakta Keponakan Bunuh Pamannya di Pamulang

Tren
Melihat 7 Pasal dalam RUU Penyiaran yang Tuai Kritikan...

Melihat 7 Pasal dalam RUU Penyiaran yang Tuai Kritikan...

Tren
El Nino Diprediksi Berakhir Juli 2024, Apakah Akan Digantikan La Nina?

El Nino Diprediksi Berakhir Juli 2024, Apakah Akan Digantikan La Nina?

Tren
Pria di Sleman yang Videonya Viral Pukul Pelajar Ditangkap Polisi

Pria di Sleman yang Videonya Viral Pukul Pelajar Ditangkap Polisi

Tren
Soal UKT Mahal Kemendikbud Sebut Kuliah Pendidikan Tersier, Pengamat: Terjebak Komersialisasi Pendidikan

Soal UKT Mahal Kemendikbud Sebut Kuliah Pendidikan Tersier, Pengamat: Terjebak Komersialisasi Pendidikan

Tren
Detik-detik Gembong Narkoba Perancis Kabur dari Mobil Tahanan, Layaknya dalam Film

Detik-detik Gembong Narkoba Perancis Kabur dari Mobil Tahanan, Layaknya dalam Film

Tren
7 Fakta Menarik tentang Otak Kucing, Mirip seperti Otak Manusia

7 Fakta Menarik tentang Otak Kucing, Mirip seperti Otak Manusia

Tren
Cerita Muluwork Ambaw, Wanita Ethiopia yang Tak Makan-Minum 16 Tahun

Cerita Muluwork Ambaw, Wanita Ethiopia yang Tak Makan-Minum 16 Tahun

Tren
Mesin Pesawat Garuda Sempat Terbakar, Jemaah Haji Asal Makassar Sujud Syukur Setibanya di Madinah

Mesin Pesawat Garuda Sempat Terbakar, Jemaah Haji Asal Makassar Sujud Syukur Setibanya di Madinah

Tren
Ada Vitamin B12, Mengapa Tidak Ada B4, B8, B10, dan B11?

Ada Vitamin B12, Mengapa Tidak Ada B4, B8, B10, dan B11?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com