Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wahyu Suryodarsono
Tentara Nasional Indonesia

Indonesian Air Force Officer, and International Relations Enthusiast

"Arwah Kerajaan" Dalam Budaya Politik Indonesia

Kompas.com - 01/02/2023, 11:26 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Desa, udik, dusun, kampung, banjar (Bali), jorong, nagari/kampuang (Sumbar), gampong (Aceh), marga, mendope (Palembang, Bengkulu), temukung (NTB), gaukang (Makassar), lembang (Sulsel), huta/nagari (Sumut), klebun (Madura), negeri (Maluku, Maluku Tengah), adalah sebutan-sebutan aglomerasi permukiman di wilayah desa (rural), yang dipimpin oleh seorang kepala desa dengan berbagai sebutan atau julukan sesuai bahasa lokalnya masing-masing.

Julukan tersebut rata-rata memiliki arti kehormatan yang tinggi, bahkan memiliki makna sakral, kultus, dan feodal. Sebagai contoh, berbagai istilah yang digunakan dalam penyebutan kepala desa di berbagai wilayah Tanah Air antara lain: kepala kampung atau petinggi (Kaltim), klebun (Madura), pambakal (Kalsel), kuwu (Cirebon), hukum tua, wanua (Minahasa), kapita laut, sangadi (Sulut), ayahanda (Gorontalo), geuchik atau keuchik (Aceh), wali nagari (Sumbar), tiyuh/pekon (Lampung), perbekel (Bali), kuwu (Pemalang, Brebes, Tegal, Cirebon, dan Indramayu), pangulu (Simalungun, Sumut), pertain (Pesisir Barat, Lampung), kepala lembang (Tana Toraja, Sulsel), serta ondofolo atau ondoafi (Papua).

Meskipun sistem pemerintahan di berbagai daerah lokal ini berbeda-beda, namun sistem kepemimpinannya dipraktikkan melalui hubungan keluarga secara turun-temurun di hampir seluruh desa di Indonesia, terkecuali di beberapa tempat yang adat istiadatnya lebih demokratis.

Pergantian kepemimpinannya diatur sedemikian rupa di dalam satu keturunan keluarga secara bergiliran, tamun tetap dijaga kesesuaiannya berdasarkan peraturan perundang-undangan pemerintah pusat.

Budaya Politik di Level Nasional

Jika budaya politik "berarwah kerajaan" saat ini masih sering dipraktikkan di level pemerintahan desa, agaknya cara berpikir yang sama juga terjadi di level nasional. Gelombang reformasi yang terjadi selama 25 tahun terakhir dan diikuti dengan berbagai institusionalisasi politik serta berbagai upaya konsolidasi demokrasi, justru mengalami institusionalisasi ulang seiring dengan banyaknya benturan kepentingan yang semakin meluas.

Institusionalisasi ulang yang terjadi, menurut Prof Jimly Asshiddiqie, adalah akibat kembalinya paradigma organisasi pemerintahan yang justru semakin tradisional. Pada paradigma modern, sebuah organisasi seharusnya justru lebih berfokus pada sistem, contohnya seperti pada perusahaan start-up yang diusung oleh anak-anak muda.

Namun, hal yang berbeda justru terjadi pada organisasi pemerintahan, di mana tata kelola manajemennya masih sangat tradisional dengan mengutamakan fokus pada peranan figur sentral tokoh pejabat atau pimpinan di organisasi tersebut. Akibat hal ini, dapat dipastikan organisasi pemerintahan tidak akan dapat mencapai tujuan-tujuannya secara efektif dan efisien sesuai dengan ukuran-ukuran dan tuntutan di zaman modern.

Singkatnya, penilaian efektivitas lembaga oleh publik pada paradigma tradisional yang terjadi saat ini, justru dinilai hanya dari peranan sentralitas atau ketokohan pimpinannya semata. Paradigma tradisional dalam organisasi justru semakin diperparah dengan ketidakmampuan pejabat tinggi negara di level nasional saat ini untuk membedakan mana yang merupakan urusan pribadi dan mana yang menjadi urusan dinas atau kelembagaan.

Di ranah media sosial misalnya, seringkali kita temui berbagai statemen yang dikemukakan oleh pejabat tinggi negara yang bukan menjadi bidang tugasnya, sehingga membuat antara statemen pribadi dan statemen jabatan semakin kabur batasannya.

Salah satu contoh adalah ketika pejabat yang bertanggung jawab dalam permasalahan ekonomi justru berkomentar dalam isu-isu politik praktis, dan ketika pejabat yang membawahi bidang politik justru memberikan komentar pada urusan pribadi artis.

Adapula beberapa pejabat yang sibuk menggalang popularitasnya dan mengkampanyekan diri untuk bersaing dalam kontestasi politik tertentu, namun dilakukan dalam melalui akun resmi media sosial lembaga yang dipimpinnya. Hal ini dapat berdampak pada komunikasi di ranah publik yang membingungkan, akibat beredarnya informasi simpang siur dan berbeda-beda dari berbagai instansi yang tiap-tiap pimpinannya justru memiliki konflik kepentingan.

Disadari atau tidak, layaknya yang dilakukan oleh banyak kepala desa, pergantian pemimpin di level nasional seringkali dilakukan layaknya dinasti turun-temurun. Fenomena politik darah biru ini dapat diamati dalam berbagai contoh.

Salah satunya, ketika kita mengamati dengan seksama organisasi partai politik yang mendapatkan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat periode 2019-2024. Dapat dikatakan hampir semuanya mengalami “pembiruan darah politik”, kecuali PPP, PKS, dan Golkar dalam batas-batas tertentu.

Enam dari sembilan penerus kepemimpinan partai politik di DPR tercatat memiliki hubungan keluarga, layaknya yang terjadi pada zaman kerajaan. Meskipun terdapat pengecualian bagi tiga partai yang sedikit berbeda, tetapi tetap saja banyak pejabat di internal partai tersebut yang merupakan putra-putri dari tokoh-tokoh di masa lalu, yang notabene cepat mendapat promosi akibat pengaruh dari orangtuanya saat berkuasa.

Dengan demikian, sistem kekuasaan “monarki” layaknya zaman feodal dengan segala tradisinya memang merupakan suatu budaya politik dan kebiasaan lama masyarakat Indonesia yang nyatanya masih dianut hingga saat ini. Menurut beberapa sumber yang belum terkonfirmasi secara ilmiah, tercatat bahwa terdapat kurang lebih 809 kerajaan yang pernah eksis di Nusantara hingga saat ini.

Tak heran, warisan perilaku budaya politik masyarakat di Indonesia masih bersifat feodal dengan pola-pola dinasti kepemimpinan di dalamnya. Sistem perpolitikan di Tanah Air tentu sangat menentukan nasib dan arah pembangunan negara di masa yang akan datang.

Agaknya, perlu dikembangkan cara pandang dalam berpolitik yang lebih progresif, terutama dari generasi muda, agar lebih berfokus pada perubahan sistem demi organisasi pemerintahan yang semakin modern.

Generasi muda memiliki peranan penting dalam mengikis sedikit demi sedikit "arwah-arwah zaman kerajaan" di ranah perpolitikan nasional, baik dalam pemerintahan skala kecil maupun skala yang lebih luas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

7 Tanda Tubuh Kelebihan Gula yang Jarang Diketahui, Termasuk Jerawatan

7 Tanda Tubuh Kelebihan Gula yang Jarang Diketahui, Termasuk Jerawatan

Tren
Wilayah Potensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang 27-28 April 2024

Wilayah Potensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang 27-28 April 2024

Tren
[POPULER TREN] Media Korsel Soroti Shin Thae-yong, Thailand Dilanda Suhu Panas

[POPULER TREN] Media Korsel Soroti Shin Thae-yong, Thailand Dilanda Suhu Panas

Tren
Jadwal Timnas Indonesia di Semifinal Piala Asia U23: Senin 29 April 2024 Pukul 21.00 WIB

Jadwal Timnas Indonesia di Semifinal Piala Asia U23: Senin 29 April 2024 Pukul 21.00 WIB

Tren
Duduk Perkara Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Tak Buka 24 Jam

Duduk Perkara Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Tak Buka 24 Jam

Tren
Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Tren
Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Tren
Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Tren
Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Tren
3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

Tren
Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Tren
Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Tren
'Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... '

"Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... "

Tren
Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Tren
Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain'

Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain"

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com