KITA sudah berada pada era teknologi digital. Dalam teknologi digital, dibantu dengan koneksi internet, terdapat ruang publik yang juga digital.
Dalam ruang ini, semua orang dapat masuk, keluar, berbincang, beropini sesuai dengan keinginannya. Siapa pun itu dapat berinteraksi di ruang tersebut yang sering disebut dengan ruang virtual.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), virtual artinya mirip atau sangat mirip dengan sesuatu yang dijelaskan; arti lain adalah hadir dengan menggunakan perangkat lunak komputer, misalnya di internet.
Jadi, apa yang ada di dalam ruang tersebut hanya berbentuk suatu simbol, avatar, dan nama akun, termasuk manusia. Apakah itu merupakan sosok yang sama dalam kehidupan nyata? Apakah gambar avatar atau profil yang digunakan merupakan foto dari wajah aslinya atau hanya mirip?
Baca juga: Corona dan Revolusi Ruang Virtual
Tidak dapat kita pastikan jika kita tidak benar-benar tahu orang tersebut di dunia nyata. Begitu pun dengan dengan pandangan maupun opininya. Kita tidak tahu secara pasti apakah pandangan, pendapat, dan pengetahuannya memang merupakan pemikirannya. Atau jangan-jangan pemikirannya tersebut merupakan pikiran orang lain.
Bertemunya manusia di ruang virtual tersebut memiliki beragam motivasi. Ada yang ingin bergaul, bersosialisasi, bertemu teman lama dan baru. Secara motif ekonomi, ada yang ingin berdagang, saling bertukar barang sesuai kebutuhannya.
Ada juga motif politik, seperti memperjuangkan suatu isu, menyampaikan pendapatnya, menawarkan tawaran kebijakan, dan juga tentunya mengenalkan dirinya sebagai kandidat suatu pemilihan kepala daerah atau negara.
Aktivitas ruang virtual dengan motif politik dilakukan dengan menggunakan media sosial yang sudah banyak kita tahu, seperti Facebook, Twitter, WhatsApp, Instagram, dan TikTok. Situs media sosial (terkadang disebut situs jejaring sosial) adalah tempat orang berinteraksi dengan orang lain, bertukar informasi, hiburan, dan berita pilihan mereka dan buatan mereka sendiri, yang diakses secara daring.
Aktivitas politik virtual di media sosial ini, yang melibatkan banyak aktor, menimbulkan fenomena dampak positif maupun negatif. Dampak positif misalnya saja membuat mudahnya berkomunikasi antar aktor politik.
Seorang pemimpin daerah atau negara dapat dengan mudah dan cepat menyampaikan visi, misi, dan bahkan kegiatan sehari-harinya kepada rakyat dan konstituennya lewat media sosial.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.