Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Mengenang Tragedi Maracana

Kompas.com - 30/11/2022, 05:36 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PADA 28 November 2022 di stadion 974, Qatar kesebelasan Brasil dengan susah payah berhasil mengalahkan kesebelasan Swiss dengan skor tipis 1-0.

Dapat dipastikan Brasil lanjut melenggang kangkung masuk ke babak 16 negara
berlaga di Piala Dunia 2022.

Semoga nasib sang lima kali juara Piala Dunia pada tahun 2022 lebih baik ketimbang pada tahun 2018 di mana Brasil seri 1-1 lawan Swiss pada babak awal, namun kemudian pada babak per empat final Piala Dunia 2018 di Rusia tersingkir akibat dikalahkan oleh Belgia.

Namun yang paling memalukan bagi Brasil adalah Piala Dunia 2014 akibat di semi final dikalahkan oleh Jerman dengan skor kejam 7 – 1 disusul kekalahan melawan Belanda tatkala memperebutkan juara ke III dengan skor 3-0.

Tampaknya menjadi tuan rumah Piala Dunia bukan merupakan keberuntungan bagi Brasil. Pada tahun 2014, memang Brasil menjadi tuan rumah sama halnya seperti pada tahun 1950.

Pada babak final Piala Dunia 1950 di Stadion Maracana disaksikan 200.000 penonton, kesebelasan Tuan Rumah berhadapan dengan kesebelasan tetangga Tuan Rumah, yaitu Uruguay.

Stadion Maracana yang konon merupakan stadion sepakbola terbesar di planet bumi kini merupakan destinasi wisata yang wajib dikunjungi para turis di Rio de Jainero.

Pada saat berkunjung ke Stadion Maracana terngiang di gendang telinga saya, gemuruh sorak sorai ratusan ribu penonton menyemangati tim nasional Brasil untuk segera menghabisi tim nasional Uruguay.

Semua yakin termasuk Uruguay bahwa Brasil pasti akan menjadi juara dunia sepakbola pada Piala Dunia 1950.

Sedemikian yakin bahwa Brasil juara dunia, bahkan sebelum pertandingan Brasil-Uruguay dimulai, koran lokal sudah mencetak edisi khusus dengan teks besar di front page: Campeao Mondial.

Sementara sebuah orkes di sudut lapangan Maracana sudah siap mengalunkan lagu Nós somos os campeões dalam irama samba.

Di bawah hujan konfeti serta gemuruh sorak sorai penonton, kesebelasan Brasil berkesempatan unjuk gigi merangsek gawang Uruguay tanpa gol pada babak pertama.

Namun pada menit ke dua babak ke dua Brasil berhasil menendang bola masuk ke dalam gawang Uruguay mencetak skor pertama bagi Brasil yang sudah lama ditunggu para suporter Brasil memadati stadion kolosal Maracana.

Namun gol pertama Brasil tersebut malah dimanfaatkan oleh Uruguay untuk al out rawe-rawe-rantas malang-malang putung maju tak gentar menyerang gawang Brasil.

Pada menit ke 66, Uruguay berhasil mencetak gol demi menyamakan skor gol dengan Brasil.

Masih belum puas, 11 menit sebelum akhir perlagaan dramatis itu, Uruguay menyarangkan gol ke dua pada jala gawang Brasil.

Mendadak Stadion Maracana yang semula berisik gegap-gempita berubah menjadi sunyi senyap seperti suasana kuburan di tengah malam hari.

Dengan kekalahan 2-1 di kandang sendiri di lapangan sepakbola legendaris Maracana, bangsa Brasil berkabung dalam suasana tidak percaya atas tragedi dahsyat yang tak pernah terbayangkan sebelumnya terbukti telah terjadi.

Seluruh restoran dan bar di segenap penjuru Brasil tutup akibat sama sekali tidak ada alasan bagi warga untuk keluar dari rumah masing-masing.

Seorang anak Brasil berusia 9 tahun yang menonton tragedi Maracana melalui televisi di rumah untuk pertama kali melihat ayahnya menangis akibat kesebelasan pujaannya dikalahkan oleh Uruguay.

Maka anak itu bersumpah di dalam hati akan berjuang agar Brasil berjaya menjadi juara dunia sepakbola.

Ternyata pada piala dunia 1958, anak muda tersebut berhasil mewujudkan sumpahnya dengan membawa Brasil menjadi juara dunia sepakbola di Swedia gilang-gemilang menaklukkan Tuan Rumah dengan skor meyakinkan 5-2.

Anak muda yang kemudian tersohor sebagai legenda sepakbola dunia itu bernama Edson Arantes do Nascimento alias lebih tersohor sebagai Pele.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Paus Fransiskus Umumkan 2025 sebagai Tahun Yubileum, Apa Itu?

Paus Fransiskus Umumkan 2025 sebagai Tahun Yubileum, Apa Itu?

Tren
Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Tren
Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Tren
Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Tren
Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Tren
Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Tren
Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Tren
Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Tren
Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Tren
Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Tren
BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

Tren
Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Tren
Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Tren
Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Tren
Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com