Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terlalu Sering Meminta Maaf, Apakah Anda Terkena "Sorry Syndrome"?

Kompas.com - 11/11/2022, 11:05 WIB
Alinda Hardiantoro,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Ungkapan kata maaf di Indonesia tidak hanya terucap ketika seseorang sedang merasa bersalah.

Kata maaf sering kali diucapkan dan disampaikan dalam hal-hal kecil, bahkan ketika seseorang tak berbuat kesalahan apapun.

Sebagai contoh, ketika hendak meminjam pensil, Anda tak segan untuk berkata, "Maaf, apakah saya boleh meminjam pensil?"

Di beberapa negara, frekuensi penyampaian kata maaf mungkin tidak sesering yang terjadi di Indonesia.

Amerika, misalnya. Masyarakat di Amerika mengucapkan kata maaf lebih sedikit dibandingkan dengan orang Inggris atau Kanada. Tentunya, itu juga hanya dilakukan ketika seseorang memang baru saja berbuat kesalahan.

Apa yang terjadi dengan seseorang yang terlalu sering meminta maaf? Benarkah mereka mengidap sorry syndrome?

Baca juga: Apa Itu Empty Sella Syndrome, Penyakit yang Diidap Ruben Onsu?

Apa itu sorry syndrome?

Sorry syndrome adalah keharusan untuk meminta maaf atas hal-hal yang bahkan berada di luar kendali diri sendiri. Dengan kata lain, Anda bisa mengatakan kata maaf meskipun tidak bersalah.

Dilansir dari The News, seseorang yang kerap meminta maaf akan mengembangkan sorry syndrome karena cenderung merasa bahwa dirinya sendiri adalah penghalang, beban, gangguan, sehingga membuatnya perlu sering-sering meminta maaf.

Ungkapan kata maaf juga sering dilakukan untuk mencari penerimaan. Banyak permintaan maaf yang berlebihan dapat digunakan untuk meningkatkan kepercayaan dan pengaruh sosial.

Jenis kelamin juga memainkan peran mengapa beberapa orang mengembangkan sorry syndrome.

Wanita dilaporkan lebih mungkin mengalami sorry syndrome daripada pria. Hal ini bermuara pada perbedaan tumbuh kembang anak laki-laki dan perempuan.

Anak laki-laki biasanya didorong untuk menunjukkan kemandirian dan dihargai serta percaya diri. Sedangkan anak perempuan cenderung memiliki harapan sosial tambahan yang ditempatkan pada mereka, seperti percaya diri tapi tidak sombong.

Baca juga: Mengenal Apa Itu Empty Sella Syndrome, Penyakit yang Diderita Ruben Onsu

Sorry syndrome lebih banyak menjangkiti wanita.Unsplash/Steve DiMatteo Sorry syndrome lebih banyak menjangkiti wanita.

Tanda-tanda sorry syndrome

Masih dari sumber yang sama, terdapat beberapa tanda yang menunjukkan bahwa Anda mengalami sorry syndrome. Yaitu:

  1. Anda meminta maaf untuk hal-hal yang tidak dapat dikendalikan
  2. Anda meminta maaf atas tindakan orang lain
  3. Anda meminta maaf atas interaksi normal sehari-hari, misalnya berlari melewati seseorang yang duduk di sekitar Anda
  4. Anda meminta maaf kepada benda mati
  5. Anda meminta maaf untuk hal-hal yang menurut Anda tidak salah
  6. Anda meminta maaf ketika Anda mencoba untuk bersikap tegas.

Baca juga: Gejala dari Empty Sella Syndrome, Penyakit yang Diderita Ruben Onsu

Kata maaf di Indonesia

Sosiolog dari Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta Drajat Tri Kartono tidak memungkiri bahwa kata maaf kerap diucapkan oleh masyarakat Indonesia.

"Jadi betul, itu memang masyarakat di kita, terutama di Timur itu, membiasakan menggunakan kata maaf atau juga sebuah istilah-istilah yang menandakan kesantunan," ucapnya, saat dikonfirmasi oleh Kompas.com, Jumat (11/11/2022).

Menurutnya, kata maaf itu tidak selamanya terhubung dengan perkara kesalahan. Sebaliknya, kata maaf digunakan sebagai tindak tanduk kesopanan.

"Maaf lebih menunjukkan kesantunan dalam artian bahwa kalau di istilah jawa itu nggempil kamardikan atau mengganggu kesibukan, mengganggu kebebasan, mengganggu kegiatan seseorang," terang Drajat.

Baca juga: Mengenal Sindrom Steven-Johnson: Pengertian, Gejala, hingga Penyebab

Konstruksi moral normatif di Indonesia mengasumsikan bahwa setiap orang selalu memiki aktivitasnya sendiri, meskipun secara terbuka, seperti bekerja, atau dalam diamnya, misal saat tengah berzikir.

"Ketika kita mau ngomong sama orang itu seperti kita mengganggu, interrupting, orang itu yang sedang memiliki kebebasan otonomi untuk bergerak. Makanya kita ngomong nyuwun sewu atau mohon maaf," jelas dia.

Di Indonesia, kata "maaf" bisa memiliki 2 makna. Yaitu sebagai permohonan maaf karena melakukan kesalahan dan sebagai kesopanan untuk izin masuk ke area privat seseorang.

Kendati demikian, Drajat tidak menampik bahwa hal itu tidak serta merta dipahami begitu saja oleh generasi muda saat ini. Menurutnya, generasi muda saat ini lebih membangun relasi-relasi komunikasi dan sosial yang lebih rasional.

"Jadi kalau lebih rasional itu kan mestinya kalau maaf itu ya ada kesalahan," tandas Drajat.

Baca juga: Mengenal Ramsay Hunt Syndrome, Penyebab Wajah Justin Bieber Lumpuh

Cara mengurangi kata maaf

Jika Anda merasa terganggu dengan kebiasaan meminta maaf yang berlebihan, Anda bisa mengganti kata maaf itu dengan kata lainnya tanpa mengurangi kesopanan.

Dilansir dari Khaleej Times, Anda bisa mengganti kata maaf dengan kata terima kasih. Misalnya, "Maaf, saya terlambat datang," diganti dengan, "Terima kasih sudah menunggu".

Atau ketika Anda menelepon seseorang yang sedang sibuk, cobalah untuk mengatakan, "Saya menghargai Anda mengangkat telepon saya meskipun sedang sibuk".

Selain mengganti kata maaf dengan terima kasih, Anda juga bisa mengurangi kata maaf dengan memvalidasi perasaan orang lain, yaitu dengan memberikan empati kepada seseorang yang sedang berbicara dengan Anda.

Misalnya, dengan menyampaikan kata, "Itu pasti sangat sulit. Saya di sini untuk membantumu jika membutuhkan sesuatu".

Hal ini akan membuat mereka merasa lebih baik dan meningkatkan hubungan Anda dengan mereka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com