Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Gugusan Pulau Pasir NTT yang Diklaim oleh Australia

Kompas.com - 24/10/2022, 16:05 WIB
Alinda Hardiantoro,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Masyarakat adat di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) akan menggugat Pemerintah Australia setelah negara itu mengklaim Pulau Pasir, NTT atau Ashmore Reef.

"Kami masyarakat adat yang bermukim di Laut Timor dan Gugusan Pulau Pasir akan segera membawa kasus Gugusan Pulau Pasir ini ke Pengadilan Australia di Canberra," ujar Pemegang Mandat Hak Ulayat Masyarakat Adat Laut Timor, Ferdi Tanoni dilansir dari Kompas.com (22/10/2022).

Menurut Ferdi, langkah tersebut diambil lantaran tindakan Pemerintah Australia yang mengklaim sepihak gugusan Pulau Pasir.

Padahal, Ferdi mengatakan bahwa gugusan Pulau Pasir itu masuk wilayah NTT.

Lantas, seperti apa gugusan Pulau Pasir di NTT itu?

Baca juga: Australia Klaim Pulau Pasir, Masyarakat Adat NTT Bakal Gugat ke Pengadilan Canberra

Mengenal gugusan Pulau Pasir NTT

Dalam penelitian karya Noor Fatia Lastika Sari dan Susanto Zuhdi, disebutkan bahwa gugusan Pulau pasir atau Ashmore Reef terletak di antara Laut Timor dengan perairan utara Australia.

Lokasi itu tepatnya berada di sekitar 120 kilometer dari Pulau Rote NTT, 840 kilometer dari Darwin, Australia Utara, dan 610 kilometer dari Broome, Australia Barat.

Sejarah Ashmore Reef

Berdasarkan sejarah sebelum zaman kolonial, gugusan Pulau Pasir ini sebenarnya merupakan bagian integral dari bangsa Indonesia.

Gugusan pulau ini sudah lama dikenal oleh masyarakat nelayan tradisional Indonesia, khususnya nelayan tradisional Rote.

Penamaan gugusan ini dengan sebutan Pulau Pasir didukung oleh beberapa fakta historis yang menyebutkan bahwa gugusan tersebut telah lama menjadi tujuan pelayaran para nelayan tradisional secara turun-temurun.

Banyak nelayan tradisional Indonesia yang beroperasi di sekitar gugusan Pulau Pasir sampai ke daratan Broome, Australia, untuk mencari ikan.

Diberitakan oleh Antaranews, sejumlah makam para leluhur Rote dan bermacam artefak lainnya juga ditemukan di gugusan Pulau Pasir ini.

Bahkan pulau ini dijadikan sebagai lokasi peristirahatan nelayan setelah semalam suntuk menangkap tripang dan ikan di kawasan perairan Pulau Pasir.

Baca juga: Bahayakan Perairan NTT, Pemerintah Australia Diminta Hentikan Pengeboran Minyak di Gugusan Pulau Pasir

Potensi sumber daya alam

Pulau Pasir beserta kawasan di sekitarnya diperkirakan memiliki kandungan minyak dan gas bumi cukup besar. Sehingga terdapat eksplorasi migas di lokasi tersebut.

Oleh sebab itu Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) bersama dengan Pusat Penelitian Jubilee Australia pada September 2022 mendesak pemerintah Australia untuk segera menghentikan pengeboran minyak dan gas di perairan gugusan Pulau Pasir.

Mereka khawatir insiden seperti yang terjadi pada 2009 kembali berulang, yakni ketika kilang minyak Montara meledak dan merusak budi daya ratusan hektare rumput laut nelayan.

Tak hanya itu, tangkapan ikan juga menurun. Sejumlah nelayan dan anak-anaknya luka-luka bahkan meninggal akibat terlalu sering terkena minyak yang mengalir hingga ke perairan NTT.

Sejumlah kawasan lain seperti Laut Timor dan perairan di Pulau Pasir diketahui memiliki potensi gas bumi dan minyak yang jumlahnya diperkirakan mencapai 5 juta barel.

Klaim sepihak gugusan Pulau Pasir oleh Australia ini diduga karena negara tersebut ingin mendominasi minyak dan gas bumi di kawasan itu.

Baca juga: Gili Ketapang, Sensasi Berlibur di Pulau Pasir Putih yang Eksotis : Lokasi, Akses, Tarif, dan Daya Tarik

Penandatanganan MoU

Pada 1974, dilakukan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Indonesia dan Australia yang langsung mengklaim bahwa Pulau Pasir itu miliknya.

Masih dilansir dari laman yang sama, pengamat hukum internasional dari Universitas Nusa Cendana Kupang T.W. Tadeus menilai, ada kesalahan yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia pada 1974 saat menandatangani MoU tersebut.

"Jadi, secara tidak langsung saat itu Indonesia menyerahkan Pulau Pasir itu kepada Australia. Hal ini yang kemudian menjadi masalah hingga saat ini," ujar dia.

Sebab, dalam MoU itu Pemerintah Indonesia menyerahkan kepada Australia untuk membantu mengawasi Pulau Pasir itu untuk kepentingan konservasi.

Di sisi lain, gugusan Pulau Pasir yang diklaim Australia ini diakui secara de jure karena berpatokan dari hukum laut internasional yang berlaku dan disetujui oleh PBB.

Juga diakui secara de facto karena telah dilaksanakannya effective governmental control dan konservasi berbentuk cagar alam di Ashmore Reef.

Baca juga: Polisi Masih Selidiki Penyebab Kandasnya Kapal Fery di Pulau Pasir Nagekeo

Klaim Australia

Pada 1976 pemerintah Australia kembali mengklaim bahwa Pulau Pasir merupakan milik mereka.

Klaim itu kemudian menjadi polemik berkepanjangan soal kepemilikan pulau tersebut.

Dalam MoU 1974, beserta revisinya di tahun 1989, Australia hanya mengizinkan pelayaran tradisional atau pelayaran yang memancing ikan dengan metode-metode tradisional, seperti perahu tanpa motor, serta peralatan memancing yang sederhana yang tidak mencemari lingkungan.

Namun, berdasarkan data dari Polda NTT, pada tahun 2004-2006 ada sekitar 3.000-an nelayan asal NTT yang ditangkap ketika memasuki kawasan itu.

Di 2021, beberapa nelayan juga sempat ditangkap dan kapal-kapal mereka ditenggelamkan oleh polisi perbatasan Australia lantaran dianggap melanggar batas negara dan menangkap ikan di perairan Pulau Pasir.

Akibatnya, saat itu Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan Laksamana Muda TNI Adin Nurawaluddin membatalkan patroli bersama Australian Border Force (ABF) sebagai bentuk protes imbas tindakan tersebut.

Baca juga: Pulau Terbaik, Bali Kalahkan Phuket dan Palawan

Garis batas maritim di Pulau Pasir

Di sisi lain, Pemegang Mandat Hak Ulayat Masyarakat Adat Laut Timor, Ferdi Tanoni, meminta Pemerintah Indonesia bertindak serius untuk menangani masalah garis batas maritim di Pulau Pasir ini.

Ia meminta adanya upaya diplomasi maupun jalur hukum untuk mendapatkan kembali hak negara yang telah diklaim oleh Australia.

Pemerintah Australia harus bisa menunjukkan bukti kepemilikan Pulau Pasir agar bisa dipertanggungjawabkan klaimnya. Namun hingga saat ini bukti tersebut tidak pernah ditunjukkan.

Menurut Ferdi, klaim Australia atas gugusan Pulau Pasir bertentangan dengan Konvensi Hukum Laut PBB 1982 (United Nations Convention on the Law of Sea atau UNCLOS 1982).

Dalam konvensi ini dijelaskan bahwa bila jarak dua negara kurang dari 400 mil laut maka yang digunakan adalah median line atau garis tengah.

Nyatanya, jarak antara Australia, Timor Leste, dan Indonesia kurang dari 400 mil sehingga sepatutnya Indonesia mendapat hak yang sama di Laut Timor.

Oleh karena itu, Ferdi mendesak agar Pemerintah Indonesia melakukan sesuatu untuk memperoleh kembali haknya atas gugusan Pulau Pasir.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com