Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Jangan Lecehkan Tradisi Lisan

Kompas.com - 15/10/2022, 06:22 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SATU di antara sekian banyak cara kaum penjajah dari kawasan yang disebut Barat mematahkan resistensi kaum terjajah di kawasan yang disebut Timur adalah dengan melecehkan tradisi lisan sebagai warisan peradaban Timur.

Tradisi lisan distigmasisasi sebagai ciri kebudayaan taraf rendah yang membedakan kaum terjajah dengan kaum penjajah yang meyakini bahwa tradisi tulisan jauh lebih tinggi harkat dan martabat ketimbang tradisi lisan.

Pada hakikatnya anggapan bahwa tradisi tulisan lebih unggul ketimbang tradisi lisan paradoks realita sejarah masyarakat Barat yang mayoritas Nasrani bahwa Jesus Kristus dalam mewariskan ajaran kearifan Nasrani tidak pernah menggunakan bahasa tulisan.

Sama halnya dengan kitab-kitab suci Buddhisme tidak ditulis oleh Siddharta Gautama, tetapi oleh murid-murid sang Budhha.

Kitab suci Perjanjian Baru juga tidak ditulis oleh Jesus Kristus sendiri, tetapi oleh para rasul Jesus Kristus.

Secara sekular meyakini tradisi tulisan lebih superior ketimbang tradisi lisan sama absurd dengan meyakini steak chateaubriand mahakarya super-chef Alain Ducasss dengan rentetan bintang Michelin lebih lezat ketimbang sate sapi mahakarya pak Kempleng tanpa bintang apa pun.

Estetika bukan senantiasa namun bahkan niscaya nisbi tertaut secara subyektif pada selera setiap insan manusia yang mustahil diseragamkan. Kecuali dipaksakan.

Maka wajar rezim penjajah yang memang berkuasa membakukan bahkan membekukan kaidah selera tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk mematahkan semangat kebanggaan nasional kaum terjajah di persada Nusantara yang dampaknya masih terasa sampai masakini setelah 77 tahun Indonesia merdeka.

Ketika saya ingin menyetarakan kearifan leluhur bangsa Indonesia dengan kearifan leluhur bangsa Barat senantiasa ada pihak nenertawakan saya sebagai si pungguk merindukan rembulan dengan alasan bahwa kearifan leluhur bangsa Indonesia tidak terstruktur secara sistematis dalam bentuk tulisan, maka tidak layak disebut sebagai filsafat.

Tatkala saya ingin menyetarakan jamu dan kebudayaan kesehatan leluhur Nusantara dengan obat farmasi dan kebudayaan kesehatan leluhur Barat maka hasrat saya dikandaskan dengan alasan bahwa jamu dan kebudayaan kesehatan leluhur Nusantara belum memiliki tradisi tulisan, apalagi yang disepakati sebagai ilmiah oleh kaum akademisi peradaban pemikiran Barat.

Bahkan sesama warga Indonesia menyibir ketika saya mempergelar wayang orang di Sydney Opera House sebagai upaya mempermalukan bangsa Indonesia atas keyakinan bahwa wayang orang adalah kesenian kampungan.

Maka saya bersikeras membuktikan bahwa wayang orang sama sekali bukan seni kampungan di panggung Sydeny Opera House yang terbukti sukses sehingga lanjut wayang orang dipergelar di panggung UNESCO Paris.

Memang upaya notasifikasi sempat dilakukan terhadap musik jazz dan musik gamelan, namun sukma dasar musik jazz dan musik gamelan pada hakikatnya tradisi lisan.

Dan harus diakui bahwa tradisi lisan lebih leluasa memberikan kesempatan berkarya secara individual tanpa kehilangan daya berkarya secara komunal apabila dibutuhkan.

Pada hakikatnya gotong royong sebagai dasar kearifan kerja sama peradaban bangsa Indonesia berakar pada lahan tradisi lisan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

El Nino Diprediksi Berakhir Juli 2024, Apakah Akan Digantikan La Nina?

El Nino Diprediksi Berakhir Juli 2024, Apakah Akan Digantikan La Nina?

Tren
Pria di Sleman yang Videonya Viral Pukul Pelajar Ditangkap Polisi

Pria di Sleman yang Videonya Viral Pukul Pelajar Ditangkap Polisi

Tren
Soal UKT Mahal Kemendikbud Sebut Kuliah Pendidikan Tersier, Pengamat: Terjebak Komersialisasi Pendidikan

Soal UKT Mahal Kemendikbud Sebut Kuliah Pendidikan Tersier, Pengamat: Terjebak Komersialisasi Pendidikan

Tren
Detik-detik Gembong Narkoba Perancis Kabur dari Mobil Tahanan, Layaknya dalam Film

Detik-detik Gembong Narkoba Perancis Kabur dari Mobil Tahanan, Layaknya dalam Film

Tren
7 Fakta Menarik tentang Otak Kucing, Mirip seperti Otak Manusia

7 Fakta Menarik tentang Otak Kucing, Mirip seperti Otak Manusia

Tren
Cerita Muluwork Ambaw, Wanita Ethiopia yang Tak Makan-Minum 16 Tahun

Cerita Muluwork Ambaw, Wanita Ethiopia yang Tak Makan-Minum 16 Tahun

Tren
Mesin Pesawat Garuda Sempat Terbakar, Jemaah Haji Asal Makassar Sujud Syukur Setibanya di Madinah

Mesin Pesawat Garuda Sempat Terbakar, Jemaah Haji Asal Makassar Sujud Syukur Setibanya di Madinah

Tren
Ada Vitamin B12, Mengapa Tidak Ada B4, B8, B10, dan B11?

Ada Vitamin B12, Mengapa Tidak Ada B4, B8, B10, dan B11?

Tren
Apa yang Dilakukan Jemaah Haji Saat Tiba di Bandara Madinah? Ini Alur Kedatangannya

Apa yang Dilakukan Jemaah Haji Saat Tiba di Bandara Madinah? Ini Alur Kedatangannya

Tren
Kisah Omar, Hilang Selama 26 Tahun, Ditemukan Hanya 200 Meter dari Rumahnya

Kisah Omar, Hilang Selama 26 Tahun, Ditemukan Hanya 200 Meter dari Rumahnya

Tren
Naik Rp 13,4 Miliar Selama 2023, Berikut Rincian Harta Kekayaan Jokowi

Naik Rp 13,4 Miliar Selama 2023, Berikut Rincian Harta Kekayaan Jokowi

Tren
Mengenal PTN BLU di Indonesia: Daftar Kampus dan Bedanya dari PTN BH

Mengenal PTN BLU di Indonesia: Daftar Kampus dan Bedanya dari PTN BH

Tren
Kevin Sanjaya Resmi Nyatakan Pensiun Dini dari Bulu Tangkis, Ini Alasannya

Kevin Sanjaya Resmi Nyatakan Pensiun Dini dari Bulu Tangkis, Ini Alasannya

Tren
Serba-serbi Pendaftaran Sekolah Kedinasan 2024: Prodi, Formasi, dan Penempatan

Serba-serbi Pendaftaran Sekolah Kedinasan 2024: Prodi, Formasi, dan Penempatan

Tren
Siasat SYL 'Peras' Pejabat Kementan, Ancam Copot Jabatan, dan Paksa Mengundurkan Diri

Siasat SYL "Peras" Pejabat Kementan, Ancam Copot Jabatan, dan Paksa Mengundurkan Diri

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com