Alih-alih membatasi konsumsi BBM bersubsidi, Bhima menyebut pemerintah justru mengambil kebijakan yang tidak kreatif, yaitu menaikkan harga.
Apalagi, kenaikan harga BBM subsidi itu dibarengi dengan kenaikan harga Pertamax. Dengan begitu, masyarakat yang mampu akan tetap memilih Pertalite.
"Tujuan utama untuk membatasi konsumsi Pertalite subsidi juga tidak akan tercapai, ketika di saat bersamaan harga Pertamax ikut naik menjadi 14.500 per liter. Akibatnya pengguna Pertamax akan tetap bergeser ke Pertalite," jelas dia.
Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Rahmat Hidayat mengatakan, narasi subsidi salah sasaran untuk menaikkan harga BBM merupakan alasan usang.
Menurutnya, kenaikan BBM selama 15 tahun terakhir selalu menggunakan alasan yang sama.
"Yang kami sesalkan selama 15 tahun terakhir ini, setiap pemerintah ingin menaikan harga BBM selalu menggunakan narasi subsidi salah sasaran atau subsidi dinikmati orang kaya," kata Rahmat dalam keterangan tertulis, Sabtu (3/9/2022).
Ia menjelaskan, kenaikan BBM ini seharusnya bisa dicegah apabila pemerintah serius menata kembali sistem subsidi konsumen.
Dengan sistem subsidi BBM tertutup, Rahmat menyebut pemerintah bisa mengatur masyarakat yang berhak mendapatkan BBM subsidi dengan big data kependudukan.
Untuk itu, ia berharap agar DPR dan pemerintah semestinya fokus dan serius membangun single identity number (SIN) agar integrasi data penerima subsidi bisa berjalan dengan baik.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI asal Aceh Rafli menilai, kenaikan harga BBM saat ini tidak menguntungkan rakyat.
Karena itu, ia berharap agar kebijakan ini dicabut. Apalagi masyarakat saat ini baru saja pulih dari krisis ekonomi dampak dari pandemi Covid-19.
"Kami dari awal tegas menolak kenaikan harga BBM, karena tidak pro rakyat. Bahkan melalui rapat paripurna," kata dia.
"Kami harap kebijakan ini dicabut. Karena kalau tidak berarti ada yang salah dalam mengelola negara ini khususnya terkait BBM," lanjutnya.
Ia mengingatkan, dampak kenaikan BBM ini akan membuat rakyat kecil semakin sengsara.
(Sumber: Kompas.com/Iwan Bahagia, Singgih Wiryono, Alinda Hardiantoro | Editor: Reni Susanti, Ivany Atina Arbi, Sari Hardiyanto)