Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Panen Kritikan untuk Pemerintah Usai Menaikkan Harga BBM

Dengan kenaikan ini, maka harga Pertalite yang semula Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 dan Solar Rp 6.800 dari sebelumnya Rp 5.150 per liter.

Sementara harga BBM jenis Pertamax menjadi Rp 14.500 atau naik sebesar Rp 2.000.

Kebijakan ini pun menuai beragam kritikan dari berbagai kalangan.

Mekanisme tidak kreatif

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengkritik soal keputusan Pemerintah yang menaikkan harga BBM. 

Menurut Bhima, saat ini bukan waktu yang tepat untuk menaikkan harga BBM subsidi.

Sebab menurutnya kenaikan BBM akan memicu stagflasi, yaitu kenaikan inflasi secara signifikan dan tidak dibarengi dengan kesempatan kerja.

"BBM bukan sekedar harga energi dan spesifik biaya transportasi kendaraan pribadi yang naik, tapi juga ke hampir semua sektor terdampak," kata Bhima, Sabtu (3/9/2022).

Dampak kenaikan harga BBM bisa memengaruhi harga pengiriman bahan pangan yang juga akan naik di saat yang bersamaan.

Sementara di waktu yang sama pelaku sektor pertanian juga mengeluhkan biaya input produksi yang mahal, terutama pupuk. 

Alih-alih membatasi konsumsi BBM bersubsidi, Bhima menyebut pemerintah justru mengambil kebijakan yang tidak kreatif, yaitu menaikkan harga.

Apalagi, kenaikan harga BBM subsidi itu dibarengi dengan kenaikan harga Pertamax. Dengan begitu, masyarakat yang mampu akan tetap memilih Pertalite.

"Tujuan utama untuk membatasi konsumsi Pertalite subsidi juga tidak akan tercapai, ketika di saat bersamaan harga Pertamax ikut naik menjadi 14.500 per liter. Akibatnya pengguna Pertamax akan tetap bergeser ke Pertalite," jelas dia.

Alasan usang kenaikan BBM

Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Rahmat Hidayat mengatakan, narasi subsidi salah sasaran untuk menaikkan harga BBM merupakan alasan usang.

Menurutnya, kenaikan BBM selama 15 tahun terakhir selalu menggunakan alasan yang sama.

"Yang kami sesalkan selama 15 tahun terakhir ini, setiap pemerintah ingin menaikan harga BBM selalu menggunakan narasi subsidi salah sasaran atau subsidi dinikmati orang kaya," kata Rahmat dalam keterangan tertulis, Sabtu (3/9/2022).

Ia menjelaskan, kenaikan BBM ini seharusnya bisa dicegah apabila pemerintah serius menata kembali sistem subsidi konsumen.

Dengan sistem subsidi BBM tertutup, Rahmat menyebut pemerintah bisa mengatur masyarakat yang berhak mendapatkan BBM subsidi dengan big data kependudukan.

Untuk itu, ia berharap agar DPR dan pemerintah semestinya fokus dan serius membangun single identity number (SIN) agar integrasi data penerima subsidi bisa berjalan dengan baik.

Tidak pro-rakyat

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI asal Aceh Rafli menilai, kenaikan harga BBM saat ini tidak menguntungkan rakyat.

Karena itu, ia berharap agar kebijakan ini dicabut. Apalagi masyarakat saat ini baru saja pulih dari krisis ekonomi dampak dari pandemi Covid-19.

"Kami dari awal tegas menolak kenaikan harga BBM, karena tidak pro rakyat. Bahkan melalui rapat paripurna," kata dia.

"Kami harap kebijakan ini dicabut. Karena kalau tidak berarti ada yang salah dalam mengelola negara ini khususnya terkait BBM," lanjutnya.

Ia mengingatkan, dampak kenaikan BBM ini akan membuat rakyat kecil semakin sengsara.

(Sumber: Kompas.com/Iwan Bahagia, Singgih Wiryono, Alinda Hardiantoro | Editor: Reni Susanti, Ivany Atina Arbi, Sari Hardiyanto)

https://www.kompas.com/tren/read/2022/09/04/110000965/panen-kritikan-untuk-pemerintah-usai-menaikkan-harga-bbm

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke