Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Pertalite Resmi Naik, Pengamat: Mekanisme yang Tidak Kreatif!

Kompas.com - 03/09/2022, 16:03 WIB
Alinda Hardiantoro,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai kenaikan harga BBM jenis Petalite dilakukan bukan di waktu yang tepat.

"Masyarakat jelas belum siap menghadapi kenaikan harga Pertalite menjadi 10.000 per liter," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (3/9/2022).

Menurut Bhima kenaikan harga Pertalite ini justru akan memicu terjadinya stagflasi, yakni naiknya inflasi yang signifikan tidak dibarengi dengan kesempatan kerja.

"BBM bukan sekedar harga energi dan spesifik biaya transportasi kendaraan pribadi yang naik, tapi juga ke hampir semua sektor terdampak. Misalnya harga pengiriman bahan pangan akan naik di saat yang bersamaan pelaku sektor pertanian mengeluh biaya input produksi yang mahal, terutama pupuk," terang dia.

Baca juga: UPDATE Harga BBM Pertalite hingga Pertamax di Seluruh Indonesia Mulai Hari Ini

Inflasi semakin tinggi

Di sisi lain imbuhnya, inflasi bahan makanan masih tercatat tinggi pada Agustus, yakni 8,55 persen year on year dan kemungkinan akan semakin tinggi.

Bhima memperkirakan inflasi pangan kembali menyentuh dua digit atau di atas 10 persen per tahun pada September nanti.

Adapun inflasi umum diperkirakan menembus di level 7-7,5 persen hingga akhir tahun dan memicu kenaikan suku bunga secara agresif.

"Konsumen ibaratnya akan jatuh tertimpa tangga berkali kali, belum sembuh pendapatan dari pandemi, kini sudah dihadapkan pada naiknya biaya hidup dan suku bunga pinjaman," tutur Bhima.

Baca juga: BLT Subsidi BBM Cair 1 September, Cek Penerimanya!


Masyarakat baik yang memiliki kendaraan pribadi dan tidak, akan mengurangi konsumsi barang lainnya. Sebab, BBM merupakan kebutuhan mendasar.

Ketika harga BBM naik, pengusaha di berbagai sektor industri mulai dari pakaian jadi, makanan minuman, hingga logistik akan terdampak. Begitu pun dengan pelaku usaha yang masih dalam pemulihan akibat pandemi Covid-19.

Bisa jadi, kenaikan harga BBM menjadi jalan pintas untuk melakukan PHK massal.

"Sekarang realistis saja, biaya produksi naik, biaya operasional naik, permintaan turun ya harus potong biaya biaya. Ekspansi sektor usaha bisa macet, nanti efeknya ke PMI manufaktur kontraksi kembali di bawah 50," jelas Bhima.

Baca juga: 6 Bansos yang Cair pada September 2022, dari BSU sampai BLT UMKM

Bansos tidak cukup

Rusman, warga Blora yang sedang antre pertalite merasa keberatan dengan naiknya harga BBM, ditemui di SPBU Mlangsen, Blora, Jawa Tengah, Sabtu (3/9/2022)KOMPAS.com/ARIA RUSTA YULI PRADANA Rusman, warga Blora yang sedang antre pertalite merasa keberatan dengan naiknya harga BBM, ditemui di SPBU Mlangsen, Blora, Jawa Tengah, Sabtu (3/9/2022)

Adapun program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang ditujukan untuk pengalihan subsidi BBM dinilai tidak cukup untuk menhompensasi dampak kenaikan BBM. Sebab bantuan tersebut hanya diberikan selama 4 bulan saja.

"Misalnya ada kelas menengah rentan, sebelum kenaikan harga Pertalite masih sanggup membeli di harga Rp 7.650 per liter, sekarang harga Rp 10.000 per liter mereka turun kelas jadi orang miskin," terang Bhima.

Sementara itu, data orang rentan miskin ini sangat mungkin tidak tercover dalam BLT BBM karena adanya penambahan orang miskin pasca kebijakan harga BBM subsidi naik.

Baca juga: Mengapa Harga Baru BBM Bisa Berbeda di Beberapa Daerah? Ini Penjelasan Pertamina

Keputusan yang tidak kreatif

Menurut Bhima, alih-alih melakukan pembatasan dengan menyasar pengguna BBM subsidi yang selama ini dinikmati golongan mampu, pemerintah justru mengambil langkah naikkan harga BBM subsidi.

"Kenaikan harga BBM merupakan mekanisme yang paling tidak kreatif!" tandas dia.

Bhima juga menyinggung tujuan utama pemerintah untuk membatasi konsumsi Pertalite subsidi juga tidak akan tercapai ketika harga Pertamax juga ikut naik di waktu yang sama.

"Akibatnya justru pengguna Pertamax akan tetap bergeser ke Pertalite," pungkasnya.

Baca juga: BLT Subsidi BBM Cair 1 September, Cek Penerimanya!

Pertalite naik jadi Rp 10.000

Konsumen mengantre BBM usai kenaikan harga oleh pemerintah, SPBU Pertamina di Jalan Raya Cipayung, Cipayung, Depok, Sabtu (3/9/2022). Cek kenaikan harga Pertalite dari tahun ke tahun.Kompas.com/MITA AMALIA HAPSARI Konsumen mengantre BBM usai kenaikan harga oleh pemerintah, SPBU Pertamina di Jalan Raya Cipayung, Cipayung, Depok, Sabtu (3/9/2022). Cek kenaikan harga Pertalite dari tahun ke tahun.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan kenaikan harga BBM subsidi jenis Pertalite, Solar, dan Pertamax nonsubsidi.

Harga BBM jenis Pertalite naik menjadi Rp 10.000 per liter dari yang semula Rp 7.650 per liter. Sementara Solar juga ikut naik menjadi Rp 6.800 per liter, sebelumnya Rp 5.150.

Harga BBM jenis Pertamax juga naik dari yang semula Rp 12.500 menjadi Rp 14.500 per liter.

Adapun kenaikan harga terbaru BBM jenis Pertalite, Solar, dan Pertamax itu berlaku mulai Sabtu 3 September 2022 pukul 14.30 WIB.

Baca juga: Rencana Kenaikan Harga BBM, Inflasi, dan Solusi yang Bisa Ditempuh...

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: 8 Jenis BBM yang Dijual Pertamina

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Deretan Insiden Pesawat Boeing Sepanjang 2024, Terbaru Dialami Indonesia

Deretan Insiden Pesawat Boeing Sepanjang 2024, Terbaru Dialami Indonesia

Tren
Asal-usul Gelar 'Haji' di Indonesia, Warisan Belanda untuk Pemberontak

Asal-usul Gelar "Haji" di Indonesia, Warisan Belanda untuk Pemberontak

Tren
Sosok Hugua, Politisi PDI-P yang Usul agar 'Money Politics' Saat Pemilu Dilegalkan

Sosok Hugua, Politisi PDI-P yang Usul agar "Money Politics" Saat Pemilu Dilegalkan

Tren
Ilmuwan Temukan Eksoplanet 'Cotton Candy', Planet Bermassa Sangat Ringan seperti Permen Kapas

Ilmuwan Temukan Eksoplanet "Cotton Candy", Planet Bermassa Sangat Ringan seperti Permen Kapas

Tren
8 Rekomendasi Makanan Rendah Kalori, Cocok untuk Turunkan Berat Badan

8 Rekomendasi Makanan Rendah Kalori, Cocok untuk Turunkan Berat Badan

Tren
Kronologi dan Fakta Keponakan Bunuh Pamannya di Pamulang

Kronologi dan Fakta Keponakan Bunuh Pamannya di Pamulang

Tren
Melihat 7 Pasal dalam RUU Penyiaran yang Tuai Kritikan...

Melihat 7 Pasal dalam RUU Penyiaran yang Tuai Kritikan...

Tren
El Nino Diprediksi Berakhir Juli 2024, Apakah Akan Digantikan La Nina?

El Nino Diprediksi Berakhir Juli 2024, Apakah Akan Digantikan La Nina?

Tren
Pria di Sleman yang Videonya Viral Pukul Pelajar Ditangkap Polisi

Pria di Sleman yang Videonya Viral Pukul Pelajar Ditangkap Polisi

Tren
Soal UKT Mahal Kemendikbud Sebut Kuliah Pendidikan Tersier, Pengamat: Terjebak Komersialisasi Pendidikan

Soal UKT Mahal Kemendikbud Sebut Kuliah Pendidikan Tersier, Pengamat: Terjebak Komersialisasi Pendidikan

Tren
Detik-detik Gembong Narkoba Perancis Kabur dari Mobil Tahanan, Layaknya dalam Film

Detik-detik Gembong Narkoba Perancis Kabur dari Mobil Tahanan, Layaknya dalam Film

Tren
7 Fakta Menarik tentang Otak Kucing, Mirip seperti Otak Manusia

7 Fakta Menarik tentang Otak Kucing, Mirip seperti Otak Manusia

Tren
Cerita Muluwork Ambaw, Wanita Ethiopia yang Tak Makan-Minum 16 Tahun

Cerita Muluwork Ambaw, Wanita Ethiopia yang Tak Makan-Minum 16 Tahun

Tren
Mesin Pesawat Garuda Sempat Terbakar, Jemaah Haji Asal Makassar Sujud Syukur Setibanya di Madinah

Mesin Pesawat Garuda Sempat Terbakar, Jemaah Haji Asal Makassar Sujud Syukur Setibanya di Madinah

Tren
Ada Vitamin B12, Mengapa Tidak Ada B4, B8, B10, dan B11?

Ada Vitamin B12, Mengapa Tidak Ada B4, B8, B10, dan B11?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com