Dikutip dari Kompas.com, Senin (4/7/2022), Presiden Lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ibnu Khajar membenarkan mengenai gaji petinggi ACT khususnya jabatan presiden mencapai Rp 250 juta per bulan.
Gaji dengan bilangan fantastis itu, diterapkan pada awal tahun 2021.
Namun, kebijakan gaji fantastis itu tidak bertahan lama sebab donasi yang masuk ke lembaga ini menurun.
Oleh karena itu, manajemen ACT menurunkan gaji pimpinan, termasuk karyawannya.
Ia menjelaskan, dulunya dia sempat menerima gaji tidak lebih dari Rp 100 juta.
Menurut dia, jumlah tersebut cukup untuk pemimpin lembaga dengan karyawan mencapai 1.128 orang.
Berdasarkan keterangan polisi, setiap bulannya Ahyudin menerima sekitar Rp 450 juta, Ibnu Khajar sekitar Rp 150 juta, Hariayana, dan Novariadi sekitar Rp 50-100 juta.
Dikutip dari Kompas.com, Selasa (26/7/2022), Bareskrim Polri mengatakan, Ahyudin bersama ketiga tersangka lainnya memperoleh gaji serta fasilitas lainnya bersama dengan pendiri yayasan, pembina pengawas, dan pengurus ACT.
Ahyudin dan Ibnu disebutkan juga duduk dalam direksi dan komisaris di badan hukum yang terafiliasi dengan Yayasan ACT.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menyampaikan bahwa hasil usaha dari badan hukum yang didirikan oleh yayasan ternyata digunakan untuk kepentingan pribadi oleh Ahyudin (A).
Ahyudin juga mengaku, dia menggunakan berbagai dana donasi yang terkumpul termasuk dari dana Boeing tidak sesuai dengan peruntukannya.
Dana sosial untuk para korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 yang dikorupsi atau digunakan tidak sesuai peruntukkannya senilai Rp 34 miliar.
"Digunakan untuk program yang telah dibuat oleh ACT kurang lebih Rp 103 miliar dan sisanya Rp 34 miliar digunakan tidak sesuai dengan peruntukannya," ujar Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Wadirtipideksus) Bareskrim Polri Kombes Helfi Assegaf.
Tersangka Ibnu Khajar juga disebut membuat perjanjian kerja sama dengan para vendor yang mengerjakan proyeksi CSR atau Boeing Community Investment Fund (BCIF) terkait dana kemanusiaan kepada ahli waris korban Lion Air JT-610.
Pada saat Ahyudin menjabat sebagai ketua pembina ACT, tersangka Hariyana bersama Novariadi yang menentukan pemotongan dana donasi sebesar 20-30 persen untuk membayar gaji karyawan.
Sedangkan ketentuan pengurus pembina dan pengawas tidak boleh menerima gaji, upah maupun honorarium.