Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Chappy Hakim
KSAU 2002-2005

Penulis buku "Tanah Air Udaraku Indonesia"

Minimum Essential Force (MEF) dan Tantangannya

Kompas.com - 28/06/2022, 12:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Perkiraan kasar dari aktivitas angkutan laut adalah terdiri dari : 80 persen China Crude Oil imports; dan  60 persen Japan, Korsel, dan Taiwan energy supplies.

Sementara itu, sebagai catatan, oil transportation yang melewati Selat Malaka lebih dari enam kali lipat terusan Suez.

Khusus untuk lalu lintas di Selat Malaka :

  • Setiap harinya lebih dari 3000 kapal niaga yang melintas .
  • Di kawasan ini dilaksanakan jointly patrolled oleh negara-negara kawasan terkait yaitu RI,Thailand, Malaysia, dan Singapura.
  • ALKI yang paling dalam dan paling luas adalah yang terletak di: Selat Makassar – Lombok/Wetar (ALKI IIIA/B/C) yang posisinya berada di Indonesia bagian tenggara.

Uraian tersebut dengan sangat gamblang mengantarkan kita kepada kesimpulan bahwa perbatasan kritis kita adalah yang terletak di Selat Malaka dan di daerah perairan tenggara negara Indonesia.

Prioritas kekuatan yang harus dibangun

Dari kenyataan yang ada, kedua perbatasan kritis tersebut merupakan daerah perairan yang rawan. Ditambah lagi Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki garis pantai paling panjang, yaitu 54.716 Km. Dengan demikian, bila kita ingin membangun pagar pada perbatasan kritis tersebut, tidak bisa tidak kita harus berorientasi kepada kekuatan armada laut.

Sekedar catatan sejarah yang patut dicermati. Sejak dahulu kala, runtuhnya negara-negara pantai di Asia Tenggara oleh kekuatan Barat karena lemahnya kekuatan laut yang dimiliki dalam menghadapi armada laut negara-negara Eropa (kolonial). Kesimpulan ikutannya adalah sesudah disepakati bahwa we need sea power. Maka, harus senantiasa diingat bahwa sea power will be nothing without air power, without air superiority. (Ingat tragedi Laut Aru)

Dalam membangun kekuatan udara yang antara lain bertugas memberikan payung perlindungan bagi pelaksaan tugas armada laut, ada beberapa hal yang patut dipertimbangkan. Salah satu adalah bahwa uniknya ancaman yang akan datang dari udara sifatnya selalu berupa omni directional threat, yang dapat datang dari segala penjuru. Contoh fatal dari jebolnya ancaman yang datang dari udara dapat dipelajari pada peristiwa serangan besar-besaran armada Udara Angkatan Laut Kerajaan Jepang ke Pearl Harbor 7 Desember 1941 dan peristiwa 911 yang menyerang Washington dan New York di tahun 2001.

Khusus peristiwa 911, kejadian tersebut telah memberikan pelajaran yang sangat berharga dalam konteks yang ternyata ancaman bisa juga datang dari aktivitas yang tidak terduga yaitu operasional dari penerbangan sipil. Civil Aviation ternyata juga sudah masuk dalam kategori potential threat.

Dari sinilah kemudian muncul penataan ulang di banyak negara di dunia terkait pengaturan lalu lintas penerbangan dengan melebur Civil – Military Air Traffic Flow Management System dalam satu wadah pengorganisasian pertahanan negara. Itu pula sebabnya kemudian isu dari pengaturan penerbangan sipil dan masalah FIR Singapura yang tengah kita hadapi haruslah dipandang sebagai satu masalah serius yang sangat penting dalam konteks pertahanan negara.

Dia sudah bukan lagi menjadi domainnya Kementrian Perhubungan belaka, namun sudah harus menjadi bagian lintas institusi yang terintegrasi dari tugas-tugas Kementrian Luar Negeri, Kementrian Pertahanan , Kementrian Dalam Negeri dan tentu saja Mabes TNI serta jajaran Pertahanan Udara Nasional. Sebab yang paling utama adalah karena kawasan tersebut berada tepat di perbatasan kritis.

Daerah perbatasan kritis, yang secara alamiah selalu menjadi tempat berlatihnya kekuatan perang dalam mempersiapkan dan memelihara combat readiness. Kawasan perbatasan, terutama kawasan perbatasan kritis adalah tempat yang harus menjadi lokasi yang “familiar” dari kekuatan unsur tempur angkatan perang suatu negara. Border dispute selalu berawal dari daerah perbatasan yang kritis.

Baca juga: Kemenhan Targetkan Minimum Essential Force Tercapai dalam 5 Tahun

Dengan bentuk yang unik, Indonesia sebagai satu negara kepulauan yang terletak pada posisi strategis, serta memetik pelajaran dari sejarah peperangan yang pernah terjadi di muka bumi ini, maka keterpaduan matra dalam hal ini darat, laut, dan udara merupakan pilihan yang mutlak dalam konteks perencanaan pembangunan kekuatan yang efisien.

Organisasi dan industri strategis

MEF, selayaknya tidak hanya terfokus kepada proses pengadaan alutsista belaka, akan tetapi juga harus menyentuh sistem senjata secara utuh dan mekanisme kerja yang bertopang kepada pengorganisasian dari postur angkatan perang. Dalam hal ini adalah angkatan perang negara kepulauan terbesar di dunia. Beberapa hal patut dipertimbangkan dengan tujuan efisiensi, antara lain mengenai keberadaan Mabes TNI dan organisasi angkatan udara yang terpisah dari unit tempur sistem pertahanan udara nasional.

Hal ini selalu akan berhubungan dengan sekali lagi efisiensi penyiapan combat readiness yang akan berpengaruh besar kepada sistem komando dan pengendalian, kesiapan SDM dan alusista yang digunakan. Efisiensi di sini akan sangat memengaruhi penggunaan anggaran yang memang sudah terbatas itu.

Pemberdayaan industri pertahanan strategis merupakan satu hal yang harus mutlak dilakukan. Dalam hal ini subsidi yang penuh dari pemerintah adalah masalah yang tidak dapat dihindari. Mengamati apa yang terjadi di beberapa negara maju, satu industri strategis bidang pertahanan haruslah dimulai dengan membuat satu produk unggulan yang digunakan oleh angkatan perangnya sendiri.

Penggunaan satu produk dengan fokus kepada pengembangannya di dalam negeri sendiri, biasanya akan memancing negara sahabat untuk juga menggunakannya. Dalam hal ini contoh yang sangat bagus adalah produk IPTN atau PTDI sekarang ini yang berupa pesawat terbang CN- 235.

Penggunaan yang cukup luas dimulai di dalam negeri sendiri telah merangsang beberapa negara seperti Malaysia, Korea Selatan, dan Thailand untuk menggunakannya juga. Patut diingat bahwa bertambahnya jumlah produksi satu pesawat akan sekaligus beriring dengan proses penyempurnaan dari produk tersebut. Semakin banyak digunakan, satu produk pesawat akan bergulir pula proses penyempurnaannya, seirama dengan banyaknya pula masukan berkait dengan permasalahan yang dihadapi di lapangan.

Proses inilah yang akan berwujud snowball yang bergulir, melibatkan banyak pihak lain yang terkait dengan produk pesawat terbang tersebut. Misalnya, CN-235 yang tadinya hanya untuk pesawat angkut ringan telah berkembang dengan beberapa variannya seperti patroli maritim, pesawat VIP, dan sebagai pesawat multiguna seperti peran pembuat hujan buatan dan lain sebagainya. Sayangnya keberlanjutan produk CN-235 ini terhenti sejak PTDI mulai berkonsentrasi kepada produk-produk lain.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Catat, Ini 4 Suplemen yang Bisa Sebabkan Kepala Pusing

Catat, Ini 4 Suplemen yang Bisa Sebabkan Kepala Pusing

Tren
Cerita Ed Dwight, Butuh 60 Tahun Sebelum Wujudkan Mimpi Terbang ke Luar Angkasa

Cerita Ed Dwight, Butuh 60 Tahun Sebelum Wujudkan Mimpi Terbang ke Luar Angkasa

Tren
Kisah Bocah 7 Tahun di Nepal Tak Sengaja Telan Pensil Sepanjang 10 Cm

Kisah Bocah 7 Tahun di Nepal Tak Sengaja Telan Pensil Sepanjang 10 Cm

Tren
Lulusan SMK Sumbang Pengangguran Terbanyak, Menaker: Selama Ini Memang 'Jaka Sembung'

Lulusan SMK Sumbang Pengangguran Terbanyak, Menaker: Selama Ini Memang "Jaka Sembung"

Tren
Penelitian Ungkap Mikroplastik Sekarang Terdeteksi di Testis Manusia

Penelitian Ungkap Mikroplastik Sekarang Terdeteksi di Testis Manusia

Tren
Kuning Telur Direbus hingga Keabuan Disebut Tidak Sehat, Benarkah?

Kuning Telur Direbus hingga Keabuan Disebut Tidak Sehat, Benarkah?

Tren
Presiden Iran Meninggal, Apa Pengaruhnya bagi Geopolitik Dunia?

Presiden Iran Meninggal, Apa Pengaruhnya bagi Geopolitik Dunia?

Tren
Tanda Seseorang Kemungkinan Psikopat, Salah Satunya dari Gerakan Kepala

Tanda Seseorang Kemungkinan Psikopat, Salah Satunya dari Gerakan Kepala

Tren
5 Pillihan Ikan untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Bantu Tubuh Lebih Sehat

5 Pillihan Ikan untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Bantu Tubuh Lebih Sehat

Tren
Apakah Masyarakat yang Tidak Memiliki NPWP Tak Perlu Membayar Pajak?

Apakah Masyarakat yang Tidak Memiliki NPWP Tak Perlu Membayar Pajak?

Tren
BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 21-22 Mei 2024

BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 21-22 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Kasus Covid-19 di Singapura Naik Hampir Dua Kali Lipat | Ayah dan Anak Berlayar Menuju Tempat Terpencil di Dunia

[POPULER TREN] Kasus Covid-19 di Singapura Naik Hampir Dua Kali Lipat | Ayah dan Anak Berlayar Menuju Tempat Terpencil di Dunia

Tren
Apa Perbedaan Presiden dan Pemimpin Tertinggi di Iran?

Apa Perbedaan Presiden dan Pemimpin Tertinggi di Iran?

Tren
Jadwal dan Susunan Peringatan Waisak 2024 di Borobudur, Ada Festival Lampion

Jadwal dan Susunan Peringatan Waisak 2024 di Borobudur, Ada Festival Lampion

Tren
Berkaca dari Kasus Wanita Diteror Teman Sekolah di Surabaya, Apakah Stalker atau Penguntit Bisa Dipidana?

Berkaca dari Kasus Wanita Diteror Teman Sekolah di Surabaya, Apakah Stalker atau Penguntit Bisa Dipidana?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com