Setelah sempat tertunda, pembahasan RKUHP kembali dilakukan melalui rapat Komisi III DPR RI dengan Pemerintah pada tanggal 25 Mei 2022.
Namun, BEM UI mempertanyakan draf terbaru RKUHP yang sampai saat ini belum dibuka ke publik.
"Hingga kini, masyarakat masih belum memperoleh akses terhadap draf terbaru RKUHP. Padahal, terdapat banyak poin permasalahan dari draf RKUHP versi September 2019 yang perlu ditinjau dan dibahas bersama secara substansial," kata Melki.
BEM UI menyoroti transparansi pemerintah dan DPR dalam pembahasan RKUHP kali ini.
Sebelumnya pada rapat tanggal 25 Mei 2022, hanya dibahas 14 isu krusial dalam RKUHP tanpa membuka keseluruhan draf.
Padahal, merujuk draf terakhir pada September 2019, terdapat 24 isu krusial yang menjadi catatan kritis RKUHP yang dianggap bermasalah.
Artinya, ada 10 isu lain yang luput dalam pembahasan.
BEM UI secara khusus menyoroti keberadaan dua pasal, yakni Pasal 273 RKUHP dan Pasal 354 RKUHP yang luput dari pembahasan saat rapat terakhir antara DPR dan pemerintah.
Pasal 273 RKUHP memuat ancaman pidana penjara atau pidana denda bagi penyelenggara pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi tanpa pemberitahuan terlebih dahulu yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau huru-hara.
Dalam pasal tersebut menyiratkan bahwa masyarakat memerlukan izin dalam melakukan penyampaian pendapat di muka umum agar terhindar dari ancaman pidana.
Aturan tersebut dinilai bertolak belakang dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum yang hanya mewajibkan pemberitahuan atas kegiatan penyampaian pendapat di muka umum.
"Tak hanya itu, Pasal 273 RKUHP pun memuat unsur karet tanpa batasan konkret, yakni “kepentingan umum”, yang rentan disalahgunakan untuk mengekang kebebasan masyarakat dalam menyampaikan pendapat di muka umum," kata Melki.