Tsundoku bukan sembarang “virus.” Berbeda dengan Covid-19 yang melemahkan organ-organ tubuh, virus ini menyerang langsung ke perilaku manusia.
Tak hanya sampai di situ, virus ini bisa menguras isi kantong apabila orang sudah terpapar olehnya.
Seperti apakah virus yang satu ini? Mari kita cek lebih jauh.
Menumpuk buku
Istilah tsundoku berasal dari bahasa Jepang yang merujuk pada perilaku membeli dan menumpuk banyak buku tetapi tidak membacanya.
Wikipedia menyebut, tsundoku adalah istilah untuk menggambarkan keadaan memiliki bahan bacaan, tetapi membiarkannya menumpuk tanpa membacanya. Istilah ini mulai dikenal di Jepang pada zaman Meiji (1868-1912).
Kalau ada orang yang doyan membeli buku, tapi hanya untuk ditumpuk atau dipajang saja di rumah, itulah orang yang disebut berperilaku tsundoku.
Apakah Anda termasuk di dalamnya?
Tidak dibaca
Penulis sendiri sejak dulu suka sekali membaca buku. Belakangan, entah mengapa, dorongan membaca mulai menurun.
Tetapi anehnya, dorongan membeli buku tetap saja ada. Kalau tidak membeli buku 2-3 judul buku per bulan, rasanya ada yang kurang.
Hanya sayang, kesenangan membeli buku belakangan ini kurang dibarengi dengan dorongan untuk membaca.
Alhasil, ada beberapa buku yang belum penulis baca, menumpuk di meja belajar. Kalau saja buku itu bisa berkata, mungkin ia akan bertanya, “Kapan ya saya akan dibaca?”
Beda dengan sebelumnya, selalu ada keinginan untuk menikmati isi buku dari awal hingga akhir halaman.
Nah, belum jelas benar, apakah penulis sudah mulai terlanda virus tsundoku atau hanya kehilangan mood membaca sesaat saja.