KOMPAS.com - Haji adalah kewajiban umat Islam yang harus dilakukan setidaknya sekali seumur hidup bagi mereka yang mampu.
Haji adalah rukun islam yang terakhir. Sebagai muslim yang taat tentunya ingin mengerjakan semua lima rukun Islam, syahadat, sholat, zakat, puasa dan pergi haji ke Mekkah.
Setelah pulang dari berhaji, biasanya seseorang tersebut akan disebut haji bagi laki-laki atau hajjah bagi perempuan. Sebutan ini ternyata hanya ada di Indonesia.
Sejak kapan seseorang yang pulang dari haji mendapat gelar Haji di depan namanya?
Baca juga: Kisah Fauzan, Berangkat Haji Naik Sepeda 8.000 Km, Disorot Media Arab
Dikutip dari Kompas.com gelar haji mulai digunakan di Indonesia sejak zaman kolonial Belanda, tahun 1916.
Pada saat itu, Islam merupakan salah satu kekuatan anti-kolonialisme di Indonesia pada masa penjajahan Belanda.
KH Ahmad Dahlan seusai pulang ibadah haji mendirikan Muhammadiyah.
Kemudian, KH Hasyim Asyari mendirikan Nahdlatul Ulama, Samanhudi mendirikan Sarekat Dagang Islam, dan Cokroaminoto mendirikan Sarekat Islam.
Berdirinya organisasi-organisasi Islam ini mengkhawatirkan pihak Belanda, karena para tokoh yang kembali dari ibadah haji dianggap sebagai orang suci di Jawa.
Karena itu, para haji diyakini akan lebih didengar oleh penduduk awam lainnya.
Dulu, para kiai sendiri tidak ada yang bergelar haji, karena haji itu merupakan prosesi ibadah.
Namun, karena banyak perlawanan yang dilakukan umat Islam terhadap kolonial, terutama yang baru kembali dari ibadah haji, disematkanlah gelar haji.
Kebijakan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintahan Belanda Staatsblad tahun 1903.
Tujuan pemberian gelar haji ini adalah agar pihak Belanda lebih mudah dalam melakukan pengawasan bagi para jemaah haji yang mencoba memberontak.
Oleh sebab itu, sejak 1916, setiap umat Muslim Indonesia yang baru saja pulang dari ibadah haji akan diberi gelar haji.
Baca juga: Benarkah Gelar Haji Warisan dari Belanda dan Hanya Ada di Indonesia?