Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai soal WNA China Disebut Dibuatkan KTP untuk Pemilu 2024, Ini Kata Kemendagri

Kompas.com - 02/06/2022, 06:00 WIB
Retia Kartika Dewi,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh menanggapi informasi di media sosial yang menyebutkan bahwa WNA tenaga kerja asing (TKA) asal China mulai dibuatkan KTP WNI untuk kepentingan Pemilu 2024.

Informasi itu juga memuat link berita yang menyebutkan ada dugaan keterlibatan Dukcapil Kemendagri dalam pembuatan KTP palsu untuk WNA China.

Zudan menjelaskan, WNA memang dimungkinkan memiliki KTP elektronik atau E-KTP, tetapi dengan syarat yang sangat ketat.

Selain itu, Zudan juga mengatakan, meskipun memiliki e-KTP, para WNA tidak memiliki hak memilih dalam Pemilu. 

Baca juga: Beredar Informasi WNA Dibuatkan E-KTP untuk Kepentingan Pemilu, Kemendagri Beri Penjelasan

Ketentuan itu diatur dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan. Dalam Pasal 63 dijelaskan WNA yang bisa mempunyai KTP-el harus punya Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP) dan sudah 17 tahun ke atas, atau sudah menikah.

"Jadi syaratnya sangat ketat, harus punya KITAP yang diterbitkan oleh Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, baru diterbitkan KTP-el oleh Dinas Dukcapil," kata Zudan dalam pernyataannya, Selasa (31/5/2022).

KTP untuk WNA sudah berlangsung lama

Zudan juga mengatakan, pemberian KTP untuk WNA sudah berlangsung sejak tahun 1970-an.

"Dalam Permendagri Nomor 88 Tahun 1977 yang mengatur tentang Pendaftaran Penduduk diamanatkan dalam Pasal 5 dan 6 bahwa orang asing diberikan KTP," ujar Zudan.

Hal ini menunjukkan, Indonesia sudah mengikuti tata pergaulan dunia, bahwa orang asing yang memenuhi syarat diberikan kartu identitas sesuai dengan domisili.

Selain itu, e-KTP bagi WNA memiliki pembatasan masa berlaku.

Adapun masa berlaku ini sesuai dengan izin tinggal tetap yang diterbitkan Ditjen Imigrasi Kemenkumham.

Pada Pasal 63 ayat (4) disebutkan:

"Orang asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaporkan perpanjangan masa berlaku atau mengganti KTP-el kepada instansi pelaksana paling lambat 30 hari sebelum tanggal masa berlaku izin tinggal tetap berakhir."

Sementara, pada e-KTP WNI tertulis berlaku seumur hidup. Ini lah yang membedakan antara e-KTP untuk WNI dan WNA.

Baca juga: WNA Boleh Punya E-KTP, Dukcapil: Dari Korea Selatan Terbanyak

 

Perbedaan KTP WNI dan WNA

Data pribadi berbahasa Inggris

Dalam e-KTP WNA tertera keterangan jenis kelamin, agama, status perkawinan, pekerjaan, yang ditulis dalam bahasa Inggris.

Kolom kewarganegaraan

Selanjutnya, e-KTP untuk WNI semua kolom kewarganegaraan diisi Indonesia, namun untuk WNA disesuaikan kewarganegaraan masing-masing. Misalnya, ditulis Italia, Inggris, Belanda, dan lain-lain.

Warna e-KTP

Perbedaan kentara antara fisik e-KTP WNI dengan e-KTP WNA adalah warnanya.

E-KTP WNI berwarna biru, sedangkan e-KTP WNA saat ini berwarna oranye.

WNA tidak punya hak pilih

Selain itu, Zudan menambahkan, meski memiliki e-KTP, para para WNA tidak boleh memilih apalagi dipilih dalam pemilihan umum.

"Jadi, kalau ada warga asing nekat mau mencoblos, petugas PPS nanti bisa tahu hanya dengan membaca sepintas bahwa ini KTP-el buat WNA," ucap Zudan.

Pasal 198 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sudah menegaskan bahwa hak memilih hanya dimiliki oleh WNI.

Menurutnya, hal ini merupakan bentuk lain dari limitasi hak bagi orang asing.

"Soal fungsi KTP-el semuanya sama, yakni untuk mengakses berbagai layanan publik. Sebab, WNA yang punya izin tinggal tetap pasti membutuhkan layanan seperti rumah sakit, SIM, hingga perbankan," ujar Zudan.

Baca juga: Ciri-ciri Payudara Sehat dan Makanan Pemicu Kanker Payudara yang Harus Dihindari

 

Jumah WNA ber-KTP di Indonesia

Dalam keterangannya, Zudan juga mengungkapkan jumlah WNA yang sudah mengurus e-KTP.

"Saya sebagai penanggung jawab akhir pelayanan Adminduk melihat dalam database Dukcapil Kemendagri hingga Maret 2022 terdapat kurang lebih 13.056 WNA yang sudah mengurus KTP-el. Jadi jumlahnya tidak sampai jutaan," tegasnya.

Berdasarkan data dari Dukcapil, ada 10 negara asal WNA yang paling banyak punya KTP-el.

Negara-negara itu adalah Korea Selatan, Jepang, Australia, Belanda, Tiongkok, Amerika Serikat, Inggris, India, Jerman, dan Malaysia.

"Ada 10 negara yang warganya paling banyak punya KTP-el, yakni WNA asal Korsel yang jumlahnya 1.227 orang. WNA asal Jepang 1.057, Australia 1.006, Belanda 961, Tiongkok (China) 909, AS sebanyak 890, Inggris 764, India 627, Jerman 611 dan Malaysia 581. Sisanya dari berbagai negara lain," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Paus Fransiskus Umumkan 2025 sebagai Tahun Yubileum, Apa Itu?

Paus Fransiskus Umumkan 2025 sebagai Tahun Yubileum, Apa Itu?

Tren
Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Tren
Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Tren
Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Tren
Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Tren
Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Tren
Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Tren
Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Tren
Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Tren
Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Tren
BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

Tren
Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Tren
Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Tren
Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Tren
Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com