Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Itu Bintang, Bagaimana Sebuah Bintang Lahir dan Mati?

Kompas.com - 24/01/2022, 14:00 WIB
Nur Fitriatus Shalihah,
Rendika Ferri Kurniawan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Salah satu benda langit yang sering menyita perhatian manusia adalah bintang.

Tak hanya tampak pada malam hari, bintang juga bisa terlihat pada siang hari.

Salah satu bintang yang paling dekat dan ada di tata surya kita adalah Matahari.

Lantas, apa itu Bintang? Bagaimana sebuah Bintang lahir dan kemudian mati? Apa saja jenis-jenis dan warnanya?

Baca juga: Mengenal Apa Itu Nebula, Tempat Lahirnya Bintang di Luar Angkasa

Apa itu Bintang?

Melansir Space, 4 Januari 2021, Bintang adalah objek apa pun yang cukup massif, sehingga dapat memicu fusi elemen di intinya karena tekanan gravitasi di dalam objek itu sendiri.

Objek terkecil yang diketahui dapat melakukan itu berukuran sekitar 10 persen massa Matahari di galaksi Bima Sakti.

Mengutip Sky and Telescope, 15 Juli 2014, bintang adalah bola gas bercahaya. Sebagian besar terdiri atas hidrogen dan helium yang disatukan oleh gravitasinya sendiri.

Reaksi fusi nuklir di intinya mendukung bintang melawan gravitasi dan menghasilkan foton dan panas, serta sejumlah kecil elemen yang lebih berat.

Matahari adalah bintang yang paling dekat dengan planet Bumi. Sementara itu, bintang-bintang yang terlihat pada malam hari jaraknya sangat jauh.

Baca juga: Mengenal Canopus, Bintang Paling Terang Kedua di Langit Malam

Bagaimana Bintang lahir?

Menurut teori pembentukan bintang saat ini, bintang terlahir sebagai gumpalan di dalam awan gas raksasa yang runtuh dengan sendirinya. Materi awan memanas saat jatuh ke dalam di bawah gaya gravitasinya sendiri.

Ketika gas mencapai sekitar 10 juta K (18 juta derajat Fahrenheit), inti hidrogen mulai melebur menjadi inti helium, dan bintang lahir.

Energi dari fusi nuklir memancar keluar dari pusat bintang yang sedang berkembang, dan secara bertahap menghentikan keruntuhan awan gas.

Mengutip laman NASA, bintang lahir di dalam awan debu dan tersebar di sebagian besar galaksi. Contoh akrab seperti awan debu adalah Nebula Orion.

Model komputer tiga dimensi dari pembentukan bintang memprediksi bahwa awan berputar dari gas dan debu yang runtuh dapat pecah menjadi dua atau tiga gumpalan.

Hal itu menjelaskan mengapa sebagian besar bintang di Bima Sakti berpasangan atau berkelompok dengan banyak bintang.

Saat awan runtuh pada proses pembentukan bintang, inti panas yang padat terbentuk dan mulai mengumpulkan debu dan gas.

Namun, tidak semua materi ini berakhir sebagai bagian dari bintang. Debu yang tersisa dapat menjadi planet, asteroid, atau komet atau mungkin tetap menjadi debu.

Baca juga: Apa Itu Black Hole dan Bisakah Lubang Hitam Memakan Bumi?

Jenis-jenis Bintang

Melansir Universe Today, 28 Januari 2009, berikut ini jenis-jenis bintang:

1. Protobintang

Protobintang adalah saat bintang belum terbentuk. Ini adalah kumpulan gas yang telah runtuh dari awan molekul raksasa. Fase protobintang dari evolusi bintang berlangsung sekitar 100.000 tahun.

2. Bintang T Tauri

Bintang T Tauri adalah tahapan dalam pembentukan dan evolusi sebuah bintang tepat sebelum menjadi bintang deret utama. Fase ini terjadi pada akhir fase protobintang, ketika tekanan gravitasi yang menahan bintang menjadi sumber semua energinya.

Bintang T Tauri tidak memiliki tekanan dan suhu yang cukup pada intinya untuk menghasilkan fusi nuklir, tetapi mereka menyerupai bintang deret utama. Bintang akan tetap berada di tahap T Tauri selama sekitar 100 juta tahun.

3. Bintang Urutan Utama (Main Sequence Star)

Mayoritas dari semua bintang di galaksi Bima Sakti dan alam semesta adalah bintang deret utama, termasuk Matahari. Selain itu ada Sirius dan Alpha Centauri A.

Bintang deret utama dapat bervariasi dalam ukuran, massa, dan kecerahan, tetapi mereka semua melakukan hal yang sama, yakni mengubah hidrogen menjadi helium di intinya, melepaskan sejumlah besar energi.

4. Bintang Raksasa Merah

Ketika sebuah bintang telah menghabiskan stok hidrogennya di intinya, fusi berhenti dan bintang tidak lagi menghasilkan tekanan ke luar untuk melawan tekanan ke dalam yang menariknya bersama-sama.

Cangkang hidrogen di sekitar inti menyala melanjutkan kehidupan bintang, tetapi menyebabkannya bertambah besar secara dramatis.

Bintang yang menua telah menjadi bintang raksasa merah, dan dapat berukuran 100 kali lebih besar dari fase deret utamanya.

Fase raksasa merah kehidupan bintang hanya akan berlangsung beberapa ratus juta tahun sebelum kehabisan bahan bakar sepenuhnya dan menjadi katai putih.

Baca juga: Mengenal Sirius, Bintang Paling Terang di Langit Malam

5. Bintang Katai Putih

Ketika sebuah bintang benar-benar kehabisan bahan bakar hidrogen di intinya dan kekurangan massa untuk memaksa unsur-unsur yang lebih tinggi ke dalam reaksi fusi, ia menjadi bintang katai putih.

Tekanan cahaya ke luar dari reaksi fusi berhenti dan bintang itu runtuh ke dalam karena gravitasinya sendiri. Katai putih bersinar karena pernah menjadi bintang panas, tetapi tidak ada reaksi fusi yang terjadi lagi.

Proses ini akan memakan waktu ratusan miliar tahun, jadi belum ada katai putih yang benar-benar mendingin sejauh itu.

6. Bintang Katai Merah

Bintang katai merah adalah jenis bintang yang paling umum di alam semesta. Ini adalah bintang deret utama tetapi mereka memiliki massa yang sangat rendah sehingga jauh lebih dingin daripada bintang seperti Matahari di BIma Sakti.

Bintang katai merah mampu menjaga pencampuran bahan bakar hidrogen ke dalam intinya, sehingga mereka dapat menghemat bahan bakarnya lebih lama daripada bintang lainnya.

Para astronom memperkirakan bahwa beberapa bintang katai merah akan terbakar hingga 10 triliun tahun.

7. Bintang Neutron

Jika sebuah bintang memiliki massa antara 1,35 dan 2,1 kali Matahari, ia tidak membentuk katai putih ketika mati. Sebaliknya, bintang itu mati dalam ledakan supernova yang dahsyat, dan inti yang tersisa menjadi bintang neutron.

Seperti namanya, bintang neutron adalah jenis bintang eksotis yang seluruhnya terdiri dari neutron. Ini karena gravitasi yang kuat dari bintang neutron menghancurkan proton dan elektron bersama-sama untuk membentuk neutron.

Jika bintang bahkan lebih masif, mereka akan menjadi lubang hitam setelah supernova meledak.

8. Bintang Supergiant

Bintang terbesar di alam semesta adalah bintang supergiant. Ini adalah monster dengan massa puluhan kali Matahari.

Tidak seperti bintang yang relatif stabil seperti Matahari, supergiants mengkonsumsi bahan bakar hidrogen pada tingkat yang sangat besar dan akan mengkonsumsi semua bahan bakar di intinya hanya dalam beberapa juta tahun.

Bintang super raksasa hidup cepat dan mati muda, meledak sebagai supernova, benar-benar menghancurkan diri mereka sendiri dalam prosesnya.

Baca juga: Apa Perbedaan antara Asteroid, Komet, Meteoroid, Meteor, dan Meteorit?

Warna pada Bintang dan artinya

Masih dari laman Sky and Telescope, warna bintang tergantung dari suhunya.

Semakin biru cahaya yang ditampilkan sebuah bintang maka bintang itu makin panas. Sebaliknya, jika semakin merah maka bintang itu makin dingin.

Suhu juga berkorelasi dengan massa. Bintang terkecil disebut bintang katai merah.

Bintang katai merah memiliki massa matahari paling sedikit 0,075 dan suhu permukaan yang terlihat kurang dari 4.000 K.

Sementara itu bintang paling masif yang diketahui adalah R136a1, bintang Wolf-Rayet 265 kali massa Matahari-suhu permukaannya yang terlihat berkisar pada 50.000 K.

Bintang yang paling masif (dan terpanas) menghabiskan pasokan energinya dalam beberapa juta tahun, sementara bintang katai merah yang kecil dan dingin dapat terus menyala selama miliaran tahun.

Mengutip Space, bintang katai merah hanya membakar hidrogen dengan lemah di intinya dan memancarkan radiasi terutama di bagian inframerah dari spektrum elektromagnetik.

Bintang katai merah adalah bintang yang paling umum di galaksi Bima Sakti, meskipun mereka sangat kecil dan sangat redup sehingga bahkan bintang tetangga terdekat, Proxima Centauri, sama sekali tidak terlihat dengan mata telanjang.

Selain bintang yang berukuran kecil, ada juga yang berukuran sedang seperti Matahari di Bima Sakti. Bintang seperti itu massanya sedang, kecerahannya sedang, dan masa hidupnya sedang.

Bintang-bintang itu memancarkan radiasi di seluruh spektrum yang terlihat, membuatnya tampak bagus dan putih (Matahari Bima Sakti juga benar-benar putih tetapi disaring melalui atmosfer biru Bumi sehingga tampak agak kuning).

Setelah itu, ada bintang-bintang raksasa. Karena bintang-bintang raksasa sangat terang, sehingga mudah dikenali.

Hampir setiap bintang yang terlihat di langit malam jauh lebih besar daripada Matahari.

Untuk sebagian besar hidup mereka, bintang terbesar berwarna biru. Ini karena mereka memancarkan begitu banyak energi sehingga radiasi yang keluar sebenarnya sepenuhnya berada di ultraviolet, dengan sedikit emisi yang keluar di ujung biru dari jangkauan yang terlihat.

Meski begitu, para astronom sempat dibuat bingung ketika menemukan bintang aneh. Disebut demikian karena ukurannya besar dan berwarna merah.

Kemudian dibuatlah solusi dengan adanya diagram Hertzsprung-Russell, yang merupakan tulang punggung pemahaman bagaimana bintang hidup bahkan hingga hari ini.

Diagram Hertzsprung-Russell Russell adalah plot suhu bintang (yang bisa diperoleh dari warnanya) dan kecerahannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Media Asing Soroti Penampilan Perdana Timnas Sepak Bola Putri Indonesia di Piala Asia U17 2024

Tren
Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Seorang Bocah Berusia 7 Tahun Meninggal Setelah Keracunan Mi Instan di India

Tren
Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Apa Itu KRIS? Pengganti Kelas BPJS Kesehatan per 30 Juni 2025

Tren
Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Kata Media Asing soal Kecelakaan di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Tren
Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Tren
Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Tren
DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

Tren
Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Tren
Arab Saudi Bangun Kolam Renang Terpanjang di Dunia, Digantung 36 Meter di Atas Laut

Arab Saudi Bangun Kolam Renang Terpanjang di Dunia, Digantung 36 Meter di Atas Laut

Tren
Penjelasan Pertamina soal Pegawai SPBU Diduga Intip Toilet Wanita

Penjelasan Pertamina soal Pegawai SPBU Diduga Intip Toilet Wanita

Tren
Kelas BPJS Kesehatan Dihapus Diganti KRIS Maksimal 30 Juni 2025, Berapa Iurannya?

Kelas BPJS Kesehatan Dihapus Diganti KRIS Maksimal 30 Juni 2025, Berapa Iurannya?

Tren
Penjelasan Polisi dan Dinas Perhubungan soal Parkir Liar di Masjid Istiqlal Bertarif Rp 150.000

Penjelasan Polisi dan Dinas Perhubungan soal Parkir Liar di Masjid Istiqlal Bertarif Rp 150.000

Tren
Apa yang Terjadi jika BPJS Kesehatan Tidak Aktif Saat Membuat SKCK?

Apa yang Terjadi jika BPJS Kesehatan Tidak Aktif Saat Membuat SKCK?

Tren
Uji Coba Implan Otak Neuralink Pertama untuk Manusia Alami Masalah, Ini Penyebabnya

Uji Coba Implan Otak Neuralink Pertama untuk Manusia Alami Masalah, Ini Penyebabnya

Tren
BPOM Rilis 76 Obat Tradisional Tidak Memenuhi Syarat dan BKO, Ini Daftarnya

BPOM Rilis 76 Obat Tradisional Tidak Memenuhi Syarat dan BKO, Ini Daftarnya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com