Simak dengan saksama penjelasan berikut.
Setelah memahami apa esensi dari worklife balance, kesadaran akan pentingnya menyeimbangkan hidup dengan pekerjaan akan muncul.
Kesadaran inilah yang kemudian bisa memicu generasi milenial untuk membuat fleksibilitas.
Mereka dapat menentukan batasan untuk melakukan sesuatu, terlebih saat sedang produktif sehingga dapat memaksimalkan kinerja yang harus dilakukan.
Pemahaman atas worklife balance bukan harus disadari oleh pekerja saja, melainkan juga korporasi.
Hal ini penting sebab kenyataan yang mereka hadapi sekarang adalah mayoritas pekerjanya berasal dari generasi milenial.
Korporasi dapat memfasilitasi pekerjanya untuk meningkatkan worklife balance dengan pengadaan ruang kerja yang sehat, berteknologi, dan menyenangkan.
Dengan ruang kerja yang sehat, akan mendukung produktivitas para pekerja.
Menurut Business News Daily, mayoritas dari pekerja milenial kini tak hanya menginginkan lingkungan kerja yang menyenangkan, tetapi juga pemberian waktu kerja sendiri.
Dari sini, tanggung jawab akan meningkat sehingga diharapkan mereka bisa menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri.
Oleh karena itu, yang terpenting bagi generasi milenial adalah kesenangan dalam bekerja. Apabila lingkungan tak mendukung, maka pekerjaan mereka juga terhambat.
Bahkan, dalam survei tersebut disebutkan bahwa 50 persen pekerja milenial lebih memilih untuk tidak bekerja dibanding bekerja di tempat yang tak disukai.
Selain lingkungan kerja, generasi milenial sangat mengapresiasi nilai sosial. Sebab, nilai sosial, seperti bekerja dalam tim dan saling memberikan umpan balik, dapat meningkatkan produktivitas dan kebahagiaan mereka saat bekerja.
Menurut buku Kamus Ekonomi (2012) oleh Nurul Oktima, skala prioritas adalah penentuan urutan kebutuhan sesuai dengan urgensinya; dari yang penting hingga bisa ditunda pemenuhannya.
Untuk menciptakan worklife balance, petakan hal-hal yang harus dikerjakan, lalu buatlah skala prioritas.