Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Darwin Darmawan

Pendeta GKI, Mahasiswa doktoral ilmu politik Universitas Indonesia

Rakyat Mana yang Hatinya Merdeka?

Kompas.com - 18/08/2021, 11:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TENTANG kemerdekaan, Sukarno pernah menjelaskan demikian, ”Ketahuilah bahwa kemerdekaan barulah sempurna, bilamana bukan saja dari politik kita merdeka, dan bukan saja ekonomi kita merdeka, tetapi di dalam hati pun kita merdeka.”

Rasanya, Bung Karno tepat. Merdeka itu bukan hanya fisik. Mahatma Gandhi contohnya. Pejuang kemerdekaan India ini sempat dipenjara. Tetapi setelah bebas, ia tetap merasa tidak merdeka.

Sebab, Gandhi melihat bangsanya menderita. Orang Inggris menindas rakyat India. Ia menyadari, selama ada ekspolitasi kepada sesama manusia, hidupnya tidak benar-benar merdeka. Ini yang mendorong Gandhi melakukan ahimsa.

Kemerdekaan juga bukan hanya soal ekonomi. Seseorang bisa saja memiliki banyak materi. Tetapi, ada loh orang kaya seperti itu yang belum merdeka.

Tanpa sadar, ia dibelenggu dan diperbudak harta. Selalu merasa kurang. Menteri atau pengusaha yang punya ratusan miliar dan masih korupsi adalah contohnya. Mereka belum merdeka sebab diperbudak harta.

Merdeka juga bukan hanya soal politik. Tahun 1945 bangsa Indonesia merdeka. Secara politik, ia sudah bebas dari penguasa kolonial Belanda.

Tetapi pasca-kemerdekaan, penindasan masih terjadi. Pelakunya anak bangsa sendiri. Tentang ini Sukarno pernah mengingatkan, "Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.”

Kemerdekaan ibarat jembatan

Mengapa menurut Sukarno, perjuangan bangsa Indonesia pasca-terusirnya kekuatan kolonial menjadi lebih sulit?

Karena Sukarno melihat kemerdekaan sebagai sebuah proses tanpa henti untuk mencapai cita-cita yang lebih tinggi: masyarakat adil dan makmur.

Dalam artikel berjudul Mencapai Indonesia Merdeka  (1933), Bung Karno menjelaskan bahwa kemerdekaan hanyalah “jembatan emas”. Ia bukan tujuan akhir melainkan “penghubung” perjuangan rakyat Indonesia dengan cita-citanya: “masyarakat adil dan makmur, yang tidak ada tindasan dan hisapan.”

Dalam pidato 17 Agustus 1964 berjudul Tahun Vivere Pericoloso, Sukarno menekankan kembali bahwa tujuan kemerdekaan adalah terwujudnya dunia baru, yaitu dunia tanpa exploitation de l'homme par l'homme (eksploitasi manusia atas manusia).

Sukarno melihat imperialisme dan kapitalisme sebagai sebuah ideologi yang mengancam bangsa. Ideologi tersebut bisa memakai pemimpin bangsa.

Tentang hal tersebut Bung Karno berkata, “Malah kita dicekoki oleh pemimpin-pemimpin semacam itu, bahwa "revolusi sudah selesai", dan bahwa "kolonialisme-imperialisme sudah mati."

Belum (semua) merdeka

Sukarno benar. Pascakemerdekaan, perjuangan belum selesai. Sebab Pancasila belum mendasari kehidupan bersama sebagaimana ideal dalam pembukaan UUD 1945.

Prinsip ketuhanan diinterpretasi hanya sebagai ajaran dan ritual keagamaan, bukan dalam wujud perilaku atau tindakan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Tren
Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Tren
Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Tren
Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Tren
Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Tren
Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Tren
BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

Tren
Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Tren
Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Tren
Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Tren
Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Tren
5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

Tren
5 Penyebab Anjing Peliharaan Mengabaikan Panggilan Pemiliknya

5 Penyebab Anjing Peliharaan Mengabaikan Panggilan Pemiliknya

Tren
8 Fakta Penggerebekan Laboratorium Narkoba di Bali, Kantongi Rp 4 Miliar

8 Fakta Penggerebekan Laboratorium Narkoba di Bali, Kantongi Rp 4 Miliar

Tren
UPDATE Banjir Sumbar: 50 Orang Meninggal, 27 Warga Dilaporkan Hilang

UPDATE Banjir Sumbar: 50 Orang Meninggal, 27 Warga Dilaporkan Hilang

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com