Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Malam Terasa Lebih Dingin di Pulau Jawa? Ini Penjelasan BMKG

Kompas.com - 11/07/2021, 18:30 WIB
Nur Rohmi Aida,
Rendika Ferri Kurniawan

Tim Redaksi

KOMPAS.com- Belakangan ini, masyarakat mengeluhkan adanya suhu dingin di wilayah Pulau Jawa.

Keluhan mengenai suhu dingin ini disampaikan oleh netizen di media sosial.

Salah satu netizen yang mengeluhkan hal tersebut adalah akun @buckleybliss.

“Selama tinggal di jkt baru pertama kali hidup tanpa AC. Sejak kamis kmrn udah set suhu 32 ttp aja dingin bgt. Matiin aja lah. Hemat listrik,” tulis dia.

“Jatim musim dingin,” tulis akun @FAIL_SUTRISNO.

Sejumlah netizen bahkan mengeluhkan mengenai kenapa hawa dingin yang terasa lebih dingin daripada saat musim hujan terjadi.

"Ada yang sadar ga sih bulan ini harusnya kita masuk musim kemarau tapi kenapa suhu udara lebih dingin melebihi saat musim hujan?" tulis akun @ebod_23

Lantas mengapa Jawa begitu dingin dan kenapa lebih dingin daripada musim penghujan?

Baca juga: Fenomena Bediding, Ini Wilayah yang Merasakan Suhu Lebih Dingin

Penjelasan BMKG

Terkait dengan hal tersebut, BMKG melalui akun media sosial resminya @infobmkg menjelaskan, fenomena suhu dingin di Jawa Timur merupakan fenomena alamiah.

“Fenomena suhu udara dingin merupakan fenomena alamiah yang biasa terjadi di bulan-bulan puncak musim kemarau (Juli - September),” tulis BMKG dalam informasi media sosial resminya.

BMKG juga menjelaskan bahwa saat ini wilayah Jawa hingga NTT sedang menuju ke periode puncak musim kemarau yang pada periode ini ditandai oleh pergerakan angin yang bertiup dominan dari arah timur yang berasal dari Benua Australia.

Adapun angin tersebut membawa massa udara dingin dan kering karena Bulan Juli di wilayah Australia sedang mengalami musim dingin.

Pergerakan angin ini dikenal dengan sebutan Monsoon Dingin Australia.

Angin tersebut bertiup menuju wilayah Indonesia melewati Perairan Samudera Indonesia yang memiliki suhu permukaan laut yang juga relative dingin.

Akibatnya suhu di beberapa wilayah Indonesia terutama selatan katulistiwa (Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara) juga terasa lebih dingin.

Baca juga: Penjelasan BMKG soal Fenomena Suhu Dingin di Indonesia

BMKG menambahkan, dalam beberapa hari terakhir awan dan hujan di wilayah Jawa, Bali, NTB dan NTT terlihat berkurang signifikan.

Berkurangnya awan dan hujan ini disertai dengan berkurangnya kandungan uap air di atmosfer.

Padahal secara fisis, uap air dan air merupakan zat yang cukup efektif dalam menyimpan energi panas.

Rendahnya kandungan uap di atmosfer ini kemudian menyebabkan energi radiasi yang dilepaskan oleh bumi ke luar angkasa pada malam hari tidak tersimpan di atmosfer dan energi yang digunakan untuk meningkatkan suhu atmosfer di atmosfer lapisan dekat permukaan bumi tidak signifikan.

"Hal inilah yang menyebabkan suhu udara di Indonesia saat malam hari di musim kemarau relatif lebih rendah dibandingkan saat musim hujan atau peralihan," jelas BMKG

Selain itu kandungan air di dalam tanah menipis dan uap air di udara menjadi sangat sedikit jumlahnya yang dibuktikan dengan rendahnya kelembaban udara.

Selain itu hawa dingin juga dipengaruhi oleh posisi relative matahari.

Saat ini posisi relatif matahari sedang berada di belahan bumi utara (BBU) yang mana wilayah tropis di BBU menerima radiasi matahari yang relatif lebih besar dibanding wilayah belahan bumi selatan (BBS)

Akibatnya suhu udara rata-rata di BBS menjadi lebih rendah dibandingkan BBU

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Tren
Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Tren
Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Tren
Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Tren
BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

Tren
Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Tren
Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Tren
Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Tren
Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Tren
5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

Tren
5 Penyebab Anjing Peliharaan Mengabaikan Panggilan Pemiliknya

5 Penyebab Anjing Peliharaan Mengabaikan Panggilan Pemiliknya

Tren
8 Fakta Penggerebekan Laboratorium Narkoba di Bali, Kantongi Rp 4 Miliar

8 Fakta Penggerebekan Laboratorium Narkoba di Bali, Kantongi Rp 4 Miliar

Tren
UPDATE Banjir Sumbar: 50 Orang Meninggal, 27 Warga Dilaporkan Hilang

UPDATE Banjir Sumbar: 50 Orang Meninggal, 27 Warga Dilaporkan Hilang

Tren
Rusia Temukan Cadangan Minyak 511 Miliar Barel di Antarktika, Ancam Masa Depan Benua Beku?

Rusia Temukan Cadangan Minyak 511 Miliar Barel di Antarktika, Ancam Masa Depan Benua Beku?

Tren
Duduk Perkara Kepala Bea Cukai Purwakarta Dibebastugaskan, Buntut Harta Kekayaan Tak Wajar

Duduk Perkara Kepala Bea Cukai Purwakarta Dibebastugaskan, Buntut Harta Kekayaan Tak Wajar

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com