Ia menyebutkan, ada salah satu zat dalam daging merah yang diduga bersifat karsinogenik dalam daging merah.
Ketika bahan kimia yang disebut haem dipecah di usus, zat kimia N-nitroso akan terbentuk. Ini dapat merusak sel-sel yang melapisi usus, yang dapat menyebabkan kanker usus.
"Masyarakat yang pola konsumsinya daging ada kemungkinan menderita kanker lebih tinggi dibanding masyarakat yang konsumsi dagingnya lebih rendah," ujar Toto.
Sama dengan daging merah, rendang juga memiliki batasan konsumsi. Mengingat proses memasak rendang yang membutuhkan waktu berjam-jam, maka berpengaruh pada kandungan gizinya.
"Sebuah studi menunjukkan zat-zat gizi dalam rendang berubah karena proses pemasakan yang lama. Yaitu proteinnya dan asam amino-nya berkurang dibandingkan dengan daging segar," jelas Toto.
Toto juga mengatakan, rendang memiliki kandungan lemak jenuh yang tinggi.
Akan lebih baik jika sumber protein bervariasi setiap harinya. Jangan hanya makan rendang atau daging terus menerus.
"Lebih mengutamakan variasi sumber protein," kata Toto.
Makan rendang sesekali dalam jumlah cukup tidak apa-apa. Asalkan, diimbangi dengan mengonsumsi sayur atau lalapan.
"Bila tidak ada pilihan, maka perlu ada pendampingnya, yaitu sayur atau lalapan yg telah dimasak," kata Toto.